Bab 8 Benyamin Franklin

648 103 7
                                    

Benyamin Franklin - Amerika Serikat|| Penemu Lensa Kacamata

Terkadang hal-hal tak terduga menghancurkan segalanya, mungkin kita punya rencana tapi realita punya kuasa.

Note:
Warning! Terdapat adegan self harm di bab ini, saya harap kalian semua bijak dalam membacanya. Apapun masalahnya, self harm bukanlah solusi.

°°DC°°

Jarum panjang memutari lingkaran jam dinding terasa berjalan lambat, debar jantung seolah tengah bekerja ogah-ogahan memompa aliran darah menjadi pengiring yang tak disenangi. Perjalanan waktu semakin dramatis ditemani suara Ms. Camelia yang terdengar ganda hingga menghasilkan gemuruh berdengung.

Tak ada tatapan intimidasi, kedua netra itu bekerja serasi kehilangan cahaya yang haus untuk dikejar. Sejenak gadis itu merasa udara yang ia hirup bukanlah oksigen, senyawa yang mampu membuat ia merasa hidup. Bukan, ia merasa bukan HbO ikatan yang terjadi melainkan HbCO yang berasal dari karbon monoksida yang mampu mengikat hemoglobin yang ada di darahnya sehingga dalam waktu singkat ia merasa akan mati tanpa merasakan apapun. Ironisnya dalam kesialan ini tak ada alibi apapun yang mampu membantu, satu kesalahan tetaplah kesalahan. Tak ada pembenaran untuk itu.

Siapapun orang tolol yang telah menyebabkan ia tak mengikuti assessment harus menerima akibatnya. Setidaknya hal itu yang selalu terlintas dalam pikiran kusutnya, ia boleh berantakan tapi orang lain tak berhak menjadi penyebabnya.

Dalam kehidupan yang mendewakan nilai dan peringkat, nampaknya terlalu tak adil ketika ia berada pada situasi bodoh ini. Jelas Ana merasa dirugikan.

Orang tolol mana yang akan terima begitu saja jika berada di situasi yang Ana hadapi? Apakah Ana terlihat seperti gadis manis yang akan menerima begitu saja atas ketidakadilan yang ia terima? Tentu saja tidak. Ana bukanlah gadis naif dan dungu yang kesulitan menganalisa situasi.

"Peringkat pertama dengan nilai 98.7, Nirbita Flauzia. Pertahankan, assessment berikutnya pastikan posisimu aman."

Persetan dengan peringkat pertama! Ana bahkan sudah gila sebelum memikirkannya, mendengar suara Ms. Camelia sepertinya akan membuat Ana jadi semakin tak waras. Terlempar dari tiga tangga teratas saja terasa sangat mengerikan dan sekarang ia berada pada titik yang lebih kacau dari sekadar keluar dari peringkat ketiga.

Tabung reaksi, surat misterius, Ana tak bisa berhenti membiarkan kepalanya berasumsi. Ana telah berjanji siapapun orang bego yang berani bermain-main dengannya, kesialan itu akan berbalik dengan cara apapun.

Lo bakal mampus di tangan gue!

"Peringkat kedua 98.0 Zafreno Kenandra, tampaknya assessment pertama ini performa kamu kurang maksimal."

Sialan! Gue harus mengejar ketertinggalan karena orang gila yang nggak jelas maunya apa.

Sadar atau tidak jemari lentik terkepal kuat bahkan sepertinya warna kemerahan yang tertutup rambutnya itu tak memberikan efek apapun baginya meski kini kulit tertancap oleh kukunya sendiri.

"Peringkat ketiga 95.8 Audrey Rekaravina, good. Berpuas diri adalah jalan termudah untuk menjadi manusia gagal, jangan sampai terjadi kepada kalian."

Kalau tak berpikir, berasumsi, memaki dan hidup dalam dunianya sendiri, sepertinya itu bukanlah Ana. Perempuan itu seperti memiliki garis teritorial yang tak bisa dimasuki orang lain, terisolasi dan sulit digapai. Perlahan ia menenggelamkan kepala dengan rambut blonde panjang miliknya beralaskan lengan yang terbalut almamater hitam keemasan yang entah mengapa tak sedikitpun mendapat ruang di hatinya. Ia benci, semua hal yang menjebak pada situasi kacau tak beralasan.

DIAMOND CLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang