Anthony Van Leuwenhook - Belanda || Penemu Lensa.
Ada banyak diam yang berbicara, barangkali tak banyak yang akan paham maknanya tapi yang jelas tak ada akibat yang tak berasal dari sebab.
°°DC°°
Terlihat perbedaan kontras antara dua penghuni kamar D-2, satu sibuk membolak balik sebuah buku dan yang satunya lagi entah sudah berapa lama bermain dengan hewan berbulu putih bermata kehijauan.
Flo tak ingin ambil pusing atas kesibukan yang Ana lakukan, hanya sedikit terganggu akibat suara yang Milo hasilkan. Kucing berbulu tebal itu sangat antusias berlari kesana-kemari mengejar benda yang Ana mainkan.
Ana terkikik geli melihat kelakuan kucing kesayangannya, tangan yang berisi makanan kucing seolah memanggil Milo untuk mendekat.
Seperti memiliki ikatan batin, keduanya sangat kompak. Milo berlari mendatangi Ana dan memakan makanan yang Ana berikan dengan lahap.
"Pinter," puji Ana mengusap lembut kepala Milo.
Memang tak ada larangan membawa hewan peliharaan selagi tak ada yang terganggu, hal itu membuat Ana sangat senang karena ia bisa bermain dengan Milo setelah penat. Milo sudah seperti keluarga bagi gadis penyuka yoghurt blueberry itu.
Diam-diam Flo ikut senang setidaknya dengan kehadiran Milo kamar mereka tak begitu sunyi karena penghuninya yang sama-sama tak memiliki topik untuk dibicarakan.
Dalam kamar sunyi ini aktivitas semacam itu bukanlah hal aneh, sibuk dengan urusan masing-masing tanpa berniat mencampuri urusan orang lain. Flo dengan segala pikiran dan ambisinya sementara Ana yang berada di luar jangkauan seorang Flo, perempuan berambut blonde penyuka yoghurt, tak suka basa-basi dan penyendiri—ah jangan lupa kalau Flo lebih sunyi daripada sunyi itu sendiri.
Flo membalik halaman kemudian kembali pada deretan kata, malam ini Flo sedikit melupakan rumus-rumus dan segala antek-anteknya. Buku fiksi dengan sampul hitam itu mengambil alih waktu Flo.
Jika aksara adalah bahasa tulisan dengan beragam makna, selembar cerita apakah mampu membawa kurva bahagia? Atau perempuan itu hanya tengah lari dari kejaran rumus Fisika yang tak membiarkan Flo lengah barang sedetik?
Flo tak bisa menjelaskan mengapa lari itu sangat menenangkan, lari dari segala pikiran riuh di kepala, lari dari kenyataan hidup yang tak berarah, lari dari segala kisah masa lalu yang semakin parah atau lari dari dunia penuh derita dan fana.
Rasanya lari adalah hal yang sangat menyenangkan sekaligus melelahkan. Mungkin lari bukan pilihan yang tepat untuk penari aksara seperti Flo, menari dalam barisan-barisan paragraf dengan formula yang harus segera dipecahkan adalah jalan terbaik untuk bahagia.
Hari ini singkirkan formula matematika, biarkan aksara sastra memainkan imajinasinya.
Untung saja Ana tak begitu menyadari perubahan gadis dengan hoodie oversize, rambut digulung sembarangan, poni melingkar membingkai sempurna di wajah putih pucat pemangsa materi saintek itu.
Sejak sore, setelah menerima paket berisi sebuah novel. Kurva di bibirnya tak berhenti melengkung, sepertinya Flo samasekali tak membaca melainkan hanya sibuk membolak-balik setiap halaman.
Sesekali ia mendekatkan buku dengan hidung, membiarkan wangi candu itu menguasai indera penciumannya. Flo sangat menyukai wangi khas yang menurutnya sangat menenangkan.
"Gue mau ke Cafetaria—"
Flo melirik sekilas.
"—mau nitip sesuatu?" sambung Ana sudah berdiri di dekat pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIAMOND CLASS
Teen Fiction∆ HATI-HATI KETULARAN AMBIS Tidak semua diam berarti tidak mengerti. Shennalight 2023 Menjadi yang terbaik dan sekolah di tempat terbaik adalah impian setiap orang tua terhadap anaknya. Selain masa depan yang cerah tentunya setiap tangga yang anakny...