Bab 32 Frank Whittle

374 50 6
                                    

Frank Whittle - Inggris || Penemu Mesin Jet Turbo

Jika harimu gelap dan jalanmu terasa berat, percayalah itu hanya langkah kecil menuju hari yang cerah.

°°DC°°

"Nirbita, apa rasanya sangat berantakan? Are u okay?"

Re tak mengerti mengapa ia bisa menanyakan hal yang tak seharusnya ia tanyakan, mereka tak memiliki riwayat yang begitu dekat sehingga membuat Re berhak menanyakan hal semacam itu.

Flo berbalik dan menatap lelaki itu lalu berkata, "Kenapa harus lo, Re?"

Tiba-tiba semua suara acak mulai menghantui pikiran, Flo bisa mendengar satu demi satu suara yang saling bersahutan. Saat semua orang percaya bahwa ia bisa mengatasinya, bahkan ketika Flo berharap Zio menanyakan keadaannya, orang-orang selalu berpikir Flo cukup tangguh menerima semuanya.

"Semua salah gue, jadi menjauh lah."

"Ada yang mau lo tanyakan?"

"Nggak. Pasti terasa sulit, gue nggak akan membebani dengan hal yang lebih sulit untuk diungkapkan. Lo pasti bisa melewatinya."

"Eh nak Flo sudah bangun? Bapak sama ibu semalem nggak pulang, katanya nemenin non Cia di rumah sakit."

"Hidup lo terlalu sempurna, Flo. Lo bisa sekolah, makan apapun yang lo mau, bernapas di manapun lo suka, ngelakuin apapun yang buat lo senang, sedangkan gue? Bahkan hal sederhana pun nggak bisa gue lakuin."

Melihat Flo tertunduk sembari tertawa kecil membuat Re merasa ada yang salah, perlahan ia berjalan mendekat untuk memastikan bahwa gadis itu dalam keadaan baik-baik saja. Tapi semakin dekat, ia semakin sadar, Flo tidak baik-baik saja.

"Menangislah, jangan bersembunyi dengan cara tertawa. Tak masalah untuk mengakui bahwa lo nggak sedang baik-baik aja," ujar Re berdiri di hadapan Flo.

Flo kembali tertawa kecil kemudian menatap Re dengan tatapan yang sama. "Punya hak apa lo menerka perasaan gue?" tanya Flo memilih untuk berbalik dan membuka pintu.

Baru satu langkah ia berjalan dari posisinya, ia kembali terhenti dengan kalimat yang Re ucap.

"Nggak akan ada manfaatnya lo menyimpan kemarahan untuk kejadian-kejadian di masa lalu, hidup akan tetap berjalan dan semua akan terlupakan. Membiarkan diri lo terjebak di sana sama seperti membiarkan diri lo tenggelam di air yang dangkal."

Entah untuk masa lalu yang mana kalimat yang baru saja Re ucap, untuk ukuran Flo yang selalu memendam luka-nya dan tak beranjak dari rasa sakit. Rasanya terlalu tepat untuk menerima kalimat tersebut untuk segala sisi, tapi sekali lagi, Re tak memiliki hak untuk berkomentar mengenai hidupnya.

"Sebenarnya lo nggak kalah, lo hanya terlalu fokus sama pencapaian orang lain sampai ngelupain potensi lo sendiri." Suara Re kembali terdengar meski Flo samasekali tak berniat untuk mengehentikan langkahnya lagi.

"Itu untuk kejadian lima tahun yang lalu, lo nggak kalah, lo terlalu takut untuk kalah sampai lupa untuk berjuang."

Flo tak ingin mendengar lebih banyak, saat ini pikirannya tengah kalut ditambah segala ucapan yang Re katakan membuatnya semakin merasa rendah.

°°DC°°

Untuk pertama kalinya, Re memeluk piala tapi tidak merasa bahagia. Tepuk tangan gemuruh dari setiap sisi, kalah dengan tangis seseorang yang ada di sudut pintu keluar.

Re memang telah memenangkan olimpiade sains dalam kategori cerdas cermat ini, tapi entah mengapa ia merasa kalah. Ketika melihat coretan dari kertas yang gadis itu buang di dekat panggung, sesaat ia sadar bahwa jawaban gadis itu sangat tepat, ia jadi bertanya-tanya mengapa gadis itu bisa kalah. Bahkan soal-soal yang tak mampu dijawabnya, telah terjawab dengan disertai penjelasan ringkas di sana.

DIAMOND CLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang