Bab 27 Emil Berliner

340 48 2
                                    

Emil Berliner - Jerman/Amerika || Penemu Alat Rekaman Piringan Hitam

Terkadang hal sederhana bagi kita adalah kebahagiaan bagi orang lain dan begitu pula sebaliknya. Itulah pentingnya bersyukur dengan apa yang kita miliki, karena hal sederhana yang kita dapat lakukan, bisa jadi adalah hal istimewa yang orang lain dambakan.

°°DC°°

Suara keras dari benturan tangan remaja lelaki itu, berhasil mengejutkan kedua gadis yang berdiri di samping kiri dan kanannya. Rahang lelaki itu terlihat mengeras, ditambah tatapan penuh amarah yang tersirat jelas dari matanya. Tentu dengan bertemu pandang dengan matanya atau melihat raut wajahnya, sudah dapat dipastikan dia sedang marah besar.

"Kita harus bergerak cepat." Tangan lelaki itu meremas kertas yang ia genggam, kemudian bergerak menuju papan tulis.

"Bagaimana cara kita mengambil bukti itu dan membungkamnya secara bersamaan?" Perempuan dengan rambut hitam bergelombang ikut mendekat pada papan putih itu.

Sementara gadis lain dengan tatapan tertunduk, tampaknya sejak tadi tengah menimang apakah ia harus buka suara atau tidak. Tiba-tiba ia mendongak dan menyodorkan sebuah kertas, setelah itu ia kembali tertunduk. Saat ini ia sedang menunggu reaksi kedua remaja yang ada di hadapannya, apakah ini keputusan yang benar?

Suara lirihnya bertanya pelan, "Apa ini bisa membantu?"

Sera mengambil kertas yang ada di tangan Aqira, ia tampak penasaran dan langsung melihat kertas tersebut. Setelah melihat gambar dua dimensi yang ada di sana, dengan cepat ia mendatangi Rio dan menyerahkan lembar kertas tersebut. Aqira merasa kerongkongannya kering, dengan paksa ia menelan saliva sembari menggigit bibir bawahnya. Ia sangat gugup.

"Sejak kapan lo nyimpan poto ini?" Tanya Rio menahan tubuh yang tiba-tiba terasa panas.

Debar jantung Aqira semakin menggila ketika mendengar nada tak bersahabat dari remaja lelaki itu.

"Dia yang selalu duduk di pojok perpustakaan, waktu itu, aku nggak sengaja liat dia menjatuhkan kertas itu."

"Mulai sekarang, awasi semua pergerakan Binar."

°°DC°°

Setelah mengerjakan ujian terakhir hari ini, tentu suasana hening dan situasi penuh tekanan telah berhenti.

Terlihat siswa siswi yang selama seminggu ini tak berinteraksi dengan sesamanya, karena sibuk dengan buku masing-masing, hari ini kembali bersenda gurau dan tertawa bahagia.

Meski alam tak sejalan dengan kegembiraan yang mereka rasakan, membiarkan awan gelap menutupi hampir seluruh langit. Bahkan rintik air mulai berjatuhan, tepat ketika jam pulang telah tiba. Mereka sama sekali tak kehilangan euforia kebahagiaan karena berakhirnya masa ujian tengah semester ini.

Tampaknya beberapa dari mereka tak memedulikan bahwa tubuh mereka akan basah, malah dengan jenaka berlari kesana kemari saling berkejaran. Seolah jatuhnya air ke permukaan bumi adalah sebuah anugerah di hari terakhir ujian tengah semester ini. Mereka percaya bahwa alam ikut merayakan hari kebebasan dari tekanan pelajaran tersebut.

Situasi menyenangkan tentu saja tak melewati perempuan rambut blonde itu. Bibirnya melengkung perlahan, seraya mengulurkan tangan hingga diterpa air yang dipastikan dalam kondisi asam itu.

Sejenak ia menghela napas panjang, menatap tanah yang basah membuat hatinya berubah dengan sekejap, wajah yang awalnya cerah berubah muram.

"Milo pasti kedinginan," gumamnya.

DIAMOND CLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang