Bab 14 Caroline Herschel

476 71 3
                                    

Caroline Herschel - Jerman || Penemu Komet Periodik 35P/Herschel Rigollet

Semua yang benar akan tetap benar walaupun dunia menganggapnya salah.

°°DC°°

Detik teratur dari jam dinding mengisi keheningan, setiap mata hanya tertuju pada tablet masing-masing sembari menggerakkan stylus pen, berusaha memecahkan soal-soal yang merupakan gabungan pelajaran yang mereka pelajari selama satu bulan ini.

Jangankan saling sontek, melirik saja mereka tak punya waktu. Setiap detik berharga, mereka tak akan menyia-nyiakan waktu hanya untuk celingak-celinguk tak jelas. Lagipula sekelas Briniac High School kata sontek sepertinya sudah lenyap, ketika nama mereka tertulis dalam pengumuman kelulusan secara otomatis mereka bersih dari kecurangan.

Assessment adalah waktu yang bisa membuat Alan yang biasanya iseng mengganggu akan berubah seratus delapan puluh derajat, lelaki petakilan itu akan menjadi kalem bak anak cerdas bukan lelaki freak tukang rusuh seperti biasanya.

Bukan hal yang langka, ketika assessment berlangsung maka lelaki itu akan bertindak seperti anggota Diamond Class yang lain. Kadang dahinya berkerut, kadang ia mengetuk stylus pen secara sembarangan ke dahinya, memanyunkan wajah atau bahkan melihat langit-langit ruangan sembari mengingat materi yang ia pelajari. Tak lama stylus pen kembali digerakkan, tampak mencoret seolah tengah menghitung entah rumus fisika, kimia atau matematika. Jelasnya mereka semua sangat sibuk dengan tablet masing-masing.

Perempuan dengan rambut tergulung, yang duduk di barisan tengah itu merenggangkan otot jemarinya hingga berbunyi "kretek". Kemudian perempuan itu kembali fokus pada tabletnya. Tanpa sengaja ia bertemu pandang dengan Al yang sedang melirik ke arahnya.

Lelaki itu memandang Flo dengan berbagai pikiran di kepala, tatapan menelisik dan sangat berbeda dari yang biasa Flo lihat. Rasanya seperti sedang ketahuan melakukan sebuah pelanggaran, entahlah Flo tak mengerti. Perempuan itu tak ingin ambil pusing dan memilih kembali mengerjakan soal, Flo tak butuh distraksi apapun. Ia harus tetap fokus.

Berbeda dengan Flo yang hampir menuntaskan seluruh soal, lelaki yang mengenakan perban elastis di tangan kanannya itu tampak sedikit kesulitan. Bagaimana tak kesulitan, tentu saja ia tak terbiasa mengerjakan sesuatu dengan tangan kirinya karena tangan kanan yang mengalami cidera akibat terjatuh dari tangga.

Jika tahu akan ada kejadian seperti ini, mungkin Re akan mempersiapkan diri atau setidaknya berusaha mengaktifkan fungsi tangan kirinya untuk mempermudah pergerakan. Sayang, ia bukan seorang cenayang yang mampu memprediksi kejadian.

Jelas-jelas jawabannya A dan lelaki itu tahu, tetapi tanpa ia sadari ternyata ia malah memilih opsi yang salah. Entah sudah berapa soal yang tanpa sengaja terjawab salah olehnya. Re berusaha untuk menyelesaikan seratus soal, meski kesulitan, mengeluh tak pernah ada di kamusnya.

Bukan hal yang mudah menggerakkan tangan yang terbiasa pasif itu, Re akui ia bukan kidal dan hal itu sangat merugikan ketika terjadi kemalangan seperti yang tengah ia alami.

Berbeda dengan kesulitan yang Re alami, perempuan rambut blonde yang duduk di barisan paling depan sesekali menengok arah lelaki itu. Hampir tuntas soal ia kerjakan, namun melihat Re yang kesulitan sedikit mengusik fokusnya. Sayangnya meski ia ingin membantu, dalam keadaan seperti ini Ana tak bisa berbuat apa-apa. Lagipula di waktu assessment berlangsung, semua orang akan sibuk dengan tablet masing-masing, tak peduli apapun yang terjadi di sekitar.

Ana berusaha mengembalikan fokusnya, ia bahkan sudah berjanji bahwa assessment kali ini akan menduduki peringkat pertama. Tak ada waktu untuk memikirkan hal lain selain soal yang ada di tablet.

DIAMOND CLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang