Bab 36 George de Hevesy

590 46 11
                                    

George de Hevesy - Hongaria || Penemu Unsur Kimia Hafnium

Percaya pada diri sendiri adalah cara termudah untuk menghindari tipuan kebaikan.

°°DC°°

Al tak menyangka bahwa hari ini dompetnya akan kering tak bersisa, ia benar-benar tak menduga kekalahannya pagi ini akan menimbulkan kerugian sebesar ini.

"Ann ke mana hilangnya duit-duit kesayangan gue?" Al menelan ludahnya sendiri sembari membuka dompet yang baru saja Ana kembalikan.

"Lo abis traktir satu sekolah makanan lezat," balas Ana tanpa raut bersalah.

"Seriusan satu sekolah?" Al terpaksa menutup mulutnya dengan tangan, kemudian menggelengkan kepala menatap Ana yang masih mengunyah es krim yang ia yakini juga dihasilkan dari dompet miliknya.

Gadis dengan rambut blonde itu berdehem singkat, suasana hatinya tak begitu baik setelah melihat adegan yang samasekali tak pernah ia duga akan ia lihat pagi ini. Bayangkan, seorang Re yang terkenal dingin dan cuek terhadap siapapun pengecualian untuk Ana, hari ini menunjukkan perhatian teramat besar pada gadis lain. 

Ana merasa seluruh bumi mengalami perubahan suhu yang amat drastis, gadis itu mengibaskan tangan kanannya ke wajah dengan tangan lain masih menggenggam es krim. Ia samasekali tak menghiraukan ocehan Al yang protes karena dompet yang kehilangan isinya itu.

"Berisik amat lo, siapa suruh lo kalah? Siapa suruh lo malah sibuk ngobrol bukannya lanjut lari? Siapa suruh lo tanding sama gue? Siapa suruh hari ini sangat menyebalkan?!" Ana sudah kepalang geram mendengar Al yang tak henti memancing amarahnya langsung meledakkan amarahnya.

Tentu saja kalimat yang baru saja Ana ucap membuat Al cukup keheranan, tak biasanya Ana kesal seperti saat ini. Malah biasanya ia akan tertawa mengejek apabila menang dan menghabiskan isi dompet Al.

"Lo kenapa dah? PMS?" Tanya Al kebingungan.

Ana menghadap Al kemudian menginjak kuat ujung sepatu lelaki itu lalu melempar es krim di tangan kirinya tepat masuk ke dalam kotak sampah.

"Berisik!"

°°DC°°

Ujung kaos kaki putih terlihat bercak merah, gadis itu menggerakkan jemarinya yang baru terasa nyeri. Ke mana saja ia dari tadi sampai-sampai baru sadar bahwa kakinya terluka? Flo membuka kaos kaki tersebut kemudian memperhatikan telapak kakinya yang terkelupas.

Tiba-tiba lelaki yang entah mengapa membantunya pagi ini, duduk di samping Flo dan meletakkan bungkusan pembalut luka kemudian sepasang sendal berukuran cukup besar di dekat kaki Flo.

"Nggak minta gue pasangin kan?" Tanya Re terdengar menyebalkan seperti biasanya.

Tentu saja Flo mengerti yang lelaki itu maksud, ia juga tak berniat untuk menolak pemberian Re karena kedua benda itu benar-benar sangat dibutuhkannya saat ini.

"No rekening lo?" Balas Flo mengeluarkan ponsel pintar yang ia sembunyikan di balik almamater miliknya.

Terlihat Flo mengaktifkan ponsel tersebut kemudian kembali menoleh pada Re. Jujur saja lelaki itu tak menyangka gadis yang ia sangka sangat taat peraturan itu ternyata mengantongi ponsel yang merupakan salah-satu benda terlarang di hari sekolah.

"Atau lo mau ketik sendiri?" Flo menyodorkan ponsel tersebut ke hadapan Re.

"Terkadang lo hanya perlu menerima bantuan orang lain, terima saja. Nggak akan buat gue miskin juga," balas Re menyandarkan punggungnya.

Flo merogoh kantong almamater yang lain, kemudian mengeluarkan selembar uang kertas berwarna merah dan meletakkan di samping pembalut luka tersebut.

"Gue paling benci hutang budi dalam bentuk apapun."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DIAMOND CLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang