Bab 23 Diophantus

408 58 5
                                    

Diophantus - Yunani || Bapak Aljabar (penulis aritmetika)

Membuat kesalahan sesekali tak akan menjadikan kita orang tak berguna selamanya, malah akan lebih buruk jika kita tak pernah berbuat salah, artinya kita tidak pernah melakukan apapun.

°°DC°°

Hampir saja Flo melewatkan jam makan siang, ketika ia menoleh pada jam di meja, tentu saja wajar perutnya merasa keroncongan. Guntur yang bergemuruh dari perutnya adalah bukti bahwa sejak pagi ia belum mengisi apapun ke dalamnya.

Bagaimana tidak, pagi ini ia hampir terlambat karena semalam tak bisa tidur. Bukan karena belajar, tentu saja Flo bukan tipikal siswi kebut semalam untuk melahap seluruh materi pelajaran. Hal itu terjadi karena bayangan masalalu yang terus-menerus mengganggunya, hingga berakhir tak mampu memejamkan mata semalaman. 

Entah berapa kali ia harus terjaga dan menghirup rakus udara, jelasnya beberapa kali ia merasa seakan kehabisan oksigen dan sesak berlebihan.

Setelah mengganti seragamnya, perempuan itu berjalan menuju cafetaria. Sayang, ketika pintu terbuka mata perempuan itu berkelana kesana kemari, baik di bagian kanan maupun sebelah kiri semua bangku terisi. Haruskah perutnya memaklumi bahwa tidak tersedia satupun bangku untuknya?

Sepertinya ia akan membawa makanan ke kamar, lagipula bukan pilihan yang buruk, ia bisa menikmati makanan kemudian beristirahat. Baiklah, situasi yang cukup menguntungkan baginya.

Perempuan dengan rambut tergulung itu berjalan menuju tempat pemesanan makanan. Namun, belum juga sempat memesan apapun, tiba-tiba perempuan paruh baya dengan pakaian hitam keemasan disertai topi juru masak meletakkan papan di mejanya.

PESANAN DITUTUP

Entah bagaimana waktu bisa begitu tepat, sepertinya ia akan kelaparan dalam beberapa waktu ke depan. Namun, ketika baru saja hendak berjalan menuju jajaran makanan ringan, seseorang tiba-tiba menghentikan langkahnya.

Lelaki itu menarik jemari perempuan rambut tergulung itu untuk mengikuti langkahnya, tentu saja Flo langsung menghentikan langkah lelaki itu.

"Mau ke mana?" Flo menahan kaki untuk tetap berdiri pada tempatnya.

"Ikut gue, lo nggak akan nyesel," tutur lelaki itu dengan wajah tanpa ekspresi.

Meski hendak menolak, kakinya tetap mengikuti langkah yang membawanya menuju salah satu ruangan yang ada di lantai dasar Briniac House tersebut. Bisa dibilang, ini kali pertama Flo memasuki ruangan dominan warna putih dengan alat-alat masak lengkap, disertai lemari pendingin yang dapat ia lihat bahan makanan segar ada di dalamnya. Sekali lagi ia menatap wajah lelaki yang membawanya, memperhatikan pergerakan yang lelaki itu lakukan.

"Mau ngapain?" Tanya Flo ikut berdiri di samping lelaki yang tengah fokus memilih bahan makanan pada lemari pendingin.

"Suka sup daging?" Bukannya menjawab, lelaki itu malah balik bertanya sembari menunjukkan daging beku di tangan kanannya.

Flo mengangguk kemudian kembali bersuara, "Bisa masak?" 

Zio menyunggingkan senyum di wajah kaku miliknya. Demi apapun dan dilihat dari sudut manapun, lelaki itu sangat tampan. Flo tak berbohong, matanya yang teduh, wajahnya yang manis, wanginya yang khas serta suara lembutnya. Sial, Flo takut akan terbawa perasaan pada lelaki kaku itu.

"Lo duduk aja, perhatikan kemampuan gue," titah lelaki itu menuntun Flo pada sebuah bangku.

"Gue bisa bantu," ujar Flo menahan Zio yang menarik kursi kayu.

DIAMOND CLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang