Ernst August Friedrich Ruska - Jerman || Penemu Mikroskop Elektron Pertama
Mentalitas korban adalah salah-satu cara terbaik untuk menjadi jahat tanpa terlihat jahat.
°°DC°°
Terkadang kita harus mengerti, posisi mana ketika harus bersikap tegas dan situasi mana yang dapat dimaklumi.
Setelah banyaknya perubahan yang saudara kembarnya ciptakan, Flo merasa toleransi yang ia berikan selama ini terlalu besar. Bahkan, Flo samasekali tak menebak bahwa saudaranya akan mengajukan perpindahan kamar dalam waktu cukup singkat dan lebih mengejutkan lagi, permintaan tersebut disetujui oleh kepala asrama.
Melihat bagaimana situasi yang dihadapi Ana ketika berada di rooftop. Seseorang yang beberapakali berusaha mencelakainya, bahkan terakhir Flo hampir tertimpa vas bunga jika saja Zio tak sigap menolong.
Bukan tak mungkin, hal serupa dapat terjadi kepada saudaranya. Flo tak ingin menyesal, jika telah terjadi maka tak ada yang bisa diperbaiki, lebih baik mencegahnya sejak awal.
Meski saudaranya terdengar memohon, Flo lebih memilih untuk keluar dari ruangan tersebut. Namun, betapa terkejutnya ketika pintu terbuka, seseorang berdiri tepat di depan pintu.
"Lo punya kembaran?"
Belum cukup keterkejutannya, ditambah lagi pertanyaan yang perempuan rambut blonde itu ajukan. Segera ia menutup pintu dengan cepat, kemudian memilih meninggalkan Ana tanpa jawaban.
Semua yang awalnya membingungkan kini terasa lebih realistis. Bagaimana tidak, Ana seringkali merasakan perubahan emosi yang cukup besar pada orang yang sama. Terkadang Flo bersikap bodo amat tetapi di lain kesempatan berubah keras dan tak kenal takut. Ternyata terjawab sudah kebingungannya, mereka orang yang berbeda.
"Lo sampai kapan sih bisanya cuma lari tanpa penjelasan?" Pertanyaan sarkas tersebut berhasil menghentikan langkah Flo.
"Sesuatu yang rusak itu harus diperbaiki alih-alih malah dibuang dan merusak yang baru." Ana berjalan mendekati perempuan yang berusaha mencerna kalimatnya.
"Untuk apa memperbaiki hal yang akan rusak lagi?" Flo menatap mata Ana dingin.
"Pernah nggak lo kasih kesempatan buat gue jelasin semuanya? Pernah nggak lo coba memahami situasi yang gue alami? Pernah nggak lo nanya, kenapa gue pergi waktu itu?"
Ana menghentikan langkahnya tepat di depan tubuh Flo menyisakan beberapa jengkal jarak, bohong kalau ia tak kecewa dengan sikap orang yang ia anggap berharga.
"Nggak pernah, Flo. Lo cuma bisa diam, lari dan melimpahkan semua penyesalan ke gue!" Pungkas Ana meninggikan suara.
Tidak ada kalimat yang Ana ucap yang merupakan kesalahan, semua memang benar adanya. Flo selalu lari, ia tak pernah mau mendengarkan, selalu menyalahkan tanpa berniat mendengar penjelasan. Semua kesalahan ia limpahkan pada Ana, kekesalan dan rasa benci ia pupuk menjadi subur dan tumbuh tak terkendali.
"Kalau lo dalam posisi gue, jatuh dan hampir mati, cuma satu orang yang terlihat di mata lo. Bahkan lo nggak sempat memikirkan apapun kecuali berharap pertolongan dari orang tersebut, apa lo akan tetap merasa waras saat orang tersebut memilih pergi daripada menolong lo yang berada di ambang kematian?"
Sekian tahun pertanyaan tersebut hanya bisa ia pendam dalam pikiran, entah energi dari mana yang merasukinya hingga mampu mengucapkan kalimat tersebut. Tiba-tiba sebuah suara membuyarkan lamunannya, saat itulah Flo sadar, ternyata ia masih pengecut seperti sebelumnya. Ia hanya mampu membayangkan dalam pikiran tanpa bisa mengatakan bagaimana perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIAMOND CLASS
Novela Juvenil∆ HATI-HATI KETULARAN AMBIS Tidak semua diam berarti tidak mengerti. Shennalight 2023 Menjadi yang terbaik dan sekolah di tempat terbaik adalah impian setiap orang tua terhadap anaknya. Selain masa depan yang cerah tentunya setiap tangga yang anakny...