Bab 21 Dennis Gabor

418 59 1
                                    

Dennis Gabor - Hongaria || Penemu Holografi

Note :
Terdapat adegan yang terkategori sadis dan tidak untuk ditiru.

Ketidakpedulian adalah kematian yang bernapas

°°DC°°

Langit gelap terlihat dari dinding kaca membuat netra perempuan rambut blonde itu menerawang jauh, gulita itu seolah memancing otaknya bekerja keras menghasilkan berbagai pertanyaan.

Ada banyak hal yang tak ia mengerti, ada banyak hal yang terlihat aneh, ada banyak hal yang entah mengapa seperti sebuah alur drama--yang telah dirancang oleh seorang penulis. Tentu saja ia tak mengerti bahkan sampai sekeras apapun ia berpikir tetap ia tak bisa menarik kesimpulan, tetapi semakin meningkat frekuensi terjadi suatu peristiwa semakin ia tersadar bahwa terdapat banyak kejadian yang tertarik sebuah benang merah. 

"Hei, lagi mikirin apa!" Suara cempreng di balik punggungnya muncul tiba-tiba.

"Kebiasaan," cibir Ana kemudian tersenyum sekilas.

Siapa lagi yang akan muncul tiba-tiba dengan suara cemprengnya, satu-satunya dan tidak ada replika nya. Perempuan rambut bergelombang yang merupakan kakak kelas, dikenalnya melalui kelompok belajar yang ia ikuti beberapa bulan lalu, Sera.

"Gimana udah siap tempur untuk besok?" Tanya perempuan itu menaik turunkan alisnya.

"Berhubung lo mengingatkan gue kalo besok ujian, gue balik dulu mau belajar. Btw, kak, makanannya belum gue bayar," pungkas Ana bergegas meninggalkan cafetaria.

"Woah! Bener-bener ni adek kelas!" Sera mencibir dengan nada keras.

Setelah Ana menghilang di balik pintu lift, perempuan itu tertawa. Sayangnya, bukan tawa ramah yang biasa Ana lihat, bibir perempuan itu sedikit tertarik ke atas dengan alis yang bergerak naik.

"Gue nggak yakin lo bisa nyiapin ujian besok dengan baik," gumamnya tersenyum penuh kemenangan.

Ada banyak hal yang tak bisa dilihat, ada banyak hal yang sulit diterka dan ada banyak hal yang membuat kita salah mengira. Begitulah Ana, perempuan itu tanpa sadar memelihara duri dalam lingkaran hidupnya, di sisi lain ia malah mencampakkan tunas yang tidak ada pengaruh terhadap kerusakan pada dirinya.

°°DC°°

Ketika pintu lift terbuka, perempuan itu melangkah melewati gadis yang tertunduk tak berani menatapnya. Entah apa yang sedang perempuan itu lakukan, jelasnya Ana melihat gadis itu ber bolak-balik bak setrikaan panas di lorong sejarah, sembari menggenggam buku hitam di tangannya.

Ana tak ingin bertanya, lagipula bukan urusannya. Meski buku hitam itu selalu berhasil mencuri pandangannya, Ana tak akan mengamuk dan meneriaki perempuan penakut itu seperti yang biasa ia lakukan. Ana harus lebih berhati-hati.

Setelah menekan jari pada pemindai, pintu terbuka. Untuk menghadapi ujian yang akan dilaksanakan besok, Ana harus berjuang mati-matian. Ujian tengah semester memiliki poin yang lebih besar untuk menunjang nilai akhir semester. Tentu saja karena nilai assessment miliknya seringkali bermasalah, Ana harus menebusnya dengan nilai lebih baik pada ujian tengah semester.

Sayangnya, belum sempat ia membuka buku pelajaran miliknya, meja penuh coretan serta buku robek yang berserakan di lantai membuat perempuan itu berlari panik masuk kamar.

"Apa-apaan ini!" Teriaknya.

Ana menghimpun lembaran yang sudah tak bisa terbaca kemudian mengambil tissue basah yang tergeletak di lantai dan membersihkan mejanya.

DIAMOND CLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang