Bab 34 Fritz Pfleumer

340 41 7
                                    

Fritz Pfleumer - Jerman || Penemun Tape Audio/Pita Rekam

Terkadang sesuatu memang terlihat salah, tapi kita tak akan tahu faktanya, jika sejak awal mengabaikan kejanggalan yang ada.

°°DC°°

Langit cerah dengan mentari bersinar hangat, menemani pagi sibuk Briniac House. Terlihat siswa siswi mulai memenuhi lantai dasar, ada yang memilih sarapan di cafetaria, ada juga yang memilih berangkat lebih awal agar sarapan di kantin Briniac Education.

"KARA ... TUNGGU!" pekik seorang siswa berlari kemudian berdiri di antara Kara dan Fanya.

"Alan nggak bawa larutan aneh lagi kan?" tanya Kara menyipit curiga.

Tentu saja ia curiga, bahkan hampir semua warga Briniac paling menghindari lelaki itu. Setiap hari ada-ada saja racikan yang ia bawa, hal itu tentu bukan sesuatu yang mereka harapkan di pagi yang cerah ini.

Lelaki itu melengkungkan kurva lebar di bibirnya, bahkan terlihat sudut matanya mulai menyipit menemani senyum manisnya. Mendengar pertanyaan yang Kara ajukan, ia jadi semakin bersemangat menunjukkan botol kaca yang telah ia isi dengan racikan kimia hasil terjaga semalam suntuk.

"Tentu ada ... Kali ini gue buat parfum yang nggak akan hilang sampai tujuh turunan!" Sebuah botol langsung ia arahkan pada Kara dan Fanya secara bergantian.

"Gue nggak ikut-ikutan," tolak Fanya melambaikan tangan sembari berjalan menjauh.

Alan tak ingin melewatkan kesempatan baik hari ini, segera ia tarik kerah almamater milik Fanya dan menyemprotkan cairan yang ia sebut parfum tersebut. Kara langsung tertawa terpingkal-pingkal melihat reaksi Fanya, menutup hidung dan saat itu juga Kara mulai menghitung, satu ... dua ... tig--Fanya telah memuntahkan isi perutnya pada rumput halaman asrama.

Melihat kesempatan terbuka lebar, Alan kembali melancarkan aksinya. Tiga semprotan cairan, langsung membuat gadis yang hari ini mengenakan bandana kuning itu menghentikan gelak tawanya. Di sela gejolak dalam perutnya, Fanya masih sempat menertawakan wajah polos sahabatnya yang mulai memerah.

"ALANN!"

Dan kedua gadis itu saling bertukar pandang, satu anggukan dari masing-masing kepala menjadi isyarat bahwa mereka memiliki pandangan yang sama. Mereka langsung mengejar remaja lelaki itu dan merebut botol kaca kemudian menyemprotkan hingga tak tersisa satu tetes pun ke pakaian lelaki itu. Alan hendak melarikan diri, sayangnya ia terlebih dahulu tertangkap.

"Senjata makan tuan," ujar Kara puas menyemprotkan cairan tersebut.

Setelah yakin tak tersisa sedikitpun dari botol tersebut, Fanya melepas cengkeraman tangannya yang berhasil melumpuhkan remaja jahil itu. Raut wajah keduanya terlihat sangat puas, bahkan mereka langsung melakukan selebrasi dan melarikan diri dari lelaki itu.

Mereka berlari melewati gerbang asrama, melupakan bau menyengat akibat cairan yang telah berbaur dengan serat pakaian mereka.

"Rasain, jahil sih!" pekik Kara sesekali menengok ke belakang.

"Itulah makanya dilarang mengusik gue," imbuh Fanya kembali tertawa puas.

Semakin mereka berlari, semakin lenyap bau menyengat yang sebelumnya hampir membuat indera penciuman mereka mati rasa. Keduanya saling berpandangan, tampaknya mereka terkoneksi satu sama lain. Keduanya menyadari wangi yang mulai tercium menggantikan bau menyengat di pakaian mereka.

"Lo tau apa yang gue pikirkan?" Tanya Fanya yang langsung dijawab anggukan oleh Kara.

"Hampir gue kira hidung gue udah beradaptasi dengan bau kotoran," tutur Fanya menghentikan langkahnya.

DIAMOND CLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang