2010.
Langit sore masih kalah indah dengan senyumnya, bukan sekedar kiasan hiperbola, namun sebuah hal yang nyata yang wajib orang lain tau tentang miliknya.
Di bawah pohon nan rindang, dengan banyaknya orang berlari bermain mengejar bola di hadapan Mereka, di tangan masing-masing ada beberapa butir kue cubit, Becky menikmatinya, bahkan gadis itu tidak pernah komplen dengan rasanya, bersih atau tidaknya, sedikit atau banyak porsinya.
Gadis itu adalah makhluk sederhana yang tau bagaimana cara bersyukur, kadang Freen berpikir dengan Becky yang terlahir dengan kaya raya kenapa tidak memiliki sifat sombong sama sekali pada dirinya.
"Kamu sering nongkrong di sini?"
"Iya, biasanya juga ada telur gulung, eh itu abangnya, ini masih ada duit Aku yang tadi, Aku beli dulu. "
Tidak pernah menuntut apapun, tapi juga tidak pernah menolak apapun, Becky menghargai apapun yang Freen lakukan dan berikan kepadanya, gadis baik hati dan paling mengerti.
"Tsk, Papa ganggu aja. "
Mematikan gawainya, memilih untuk fokus dengan suasana di hadapannya, ternyata duduk dengan alas plastik di rerumputan ini menyenangkan juga, pikirnya.
Sebagai anak dari seorang Susantheo, pebisnis dibidang kuliner dan perhotelan, Becky selalu diperlakukan layaknya princess, diatur cara makannya, berpakaiannya, menjadi sederhana dalam pilihannya itu sebuah hal yang sulit jika Dia bersama dengan keluarganya, namun saat dirinya bersama Freen, Becky menemukan dirinya sendiri.
"Nih, telur gulung terbaik sih di sekitar sini. "
"Kita bisa kayak gini terus gak ya Freen?"
"Bisa. "
"Kenapa?"
"Kata Ibu, jika Kamu berani memilih, Kamu harus mempertanggung jawabkan pilihanmu, Aku juga gak mau kayak Ayah, yang hancurin kebahagiaan orang lain demi egoku sendiri, semoga. "
Jika kata, itu akan ada masanya berubah, Becky percaya, namun biarlah seperti ini dulu, setidaknya Ia menikmati setiap emosi yang tercipta dalam kisahnya.
"Mau hujan, Aku anter pulang ya. "
"Oke. "
Freen tau, Ia menjemput ajalnya sendiri, siapa yang tidak tau susantheo dikalanangan kuliner, chef yang sangat tenar di social media, memiliki banyak sekali restoran, bahkan Becky tinggal di kawasan elit kota Bandung, namun gadisnya selalu meyakinkannya jika kasta hanya sebatas merek, di mata Tuhan semua manusia itu sama.
Angin sepoi-sepoi di jalanan padat kota kembang, bunyi angklung yang sesekali terdengar, banyak ragamnya, namun indah untuk dirasakan.
"Bandung indah ya. "
"Lebih indah Kamu Bec. "
"Boong banget. "
Cubitan tidak terlalu keras dan Freen menyukainya, mengarahkan spion kirinya tepat ke arah wajah Becky, menarik tangan gadis itu untuk memeluknya erat, menikmati perjalan pulang dengan mesra.
Suara yang bahkan tidak lebih merdu itu bergema, Becky mendengarnya gadis itu tertawa dengan puasnya, bagaimana cara Freen melengking, mengganti setiap lirik lagunya menjadi canda, berteriak di kata-kata yang gadis itu sukai, Becky menikmati semua kebiasaan aneh itu.
Hidup yang tidak banyak drama, Ia tidak harus repot-repot untuk untuk bersikap seperti yang bukan dirinya, Freen mengajarkannya banyak hal, rasa sabar, mengendalikan amarah, menghargai banyak hal.
"Udah sampe can...
"Becky, siapa Dia?"
Freen menunduk sejadi-jadinya, ini kali pertama gadis itu bertemu dengan orang tua Becky, tidak terlalu tau jika makhluk sepertinya pantas diterima atau tidak.
"Maaf Om, Saya temennya Bec...
"Pacar Aku Pa, namanya Freen. "
Susantheo, ya beliau berdiri dengan wajah angkuhnya, tangan yang Ia lipat di dada, sorot mata tajam seakan tidak bersahabat dengan siapapun.
"Becky masuk. " lelaki paruh baya itu sedikit menarik anak gadisnya, namun keningnya berkerut saat Becky dengan santainya juga menarik Freen dengannya.
"Yuk Freen, masuk dul..
"Kamu aja, Freen langsung pulang. "
"Papa. " gadis itu protes, selalu saja sang Ayah melihat siapapun dari tampilannya.
"Ah baik Om, Saya permisi dulu, mau hujan soalnya. "
"Iya. "
Tangan itu ditarik paksa, Ia bahkan tidak ingin bersentuhan langsung dengan Freen, lelaki itu jauh berbeda dari buah hatinya.
"Ya udah Bec, Aku balik ya. "
"Maaf ya, hati-hati ya Freen, jangan lupa kalau udah nyampe kabarin Aku. "
"Becky masuk, siapa yang suruh Kamu pulang pakai motor, motor butut lagi. " suara itu samar-samar terdengar karena Becky dan Ayahnya berjalan masuk ke dalam rumahnya, gerbang tinggi itu tertutup rapat, dan yang tinggal hanya senyum pahit milik Freen dan motor bututnya.
"Jangan sering-sering ajak Non Becky pulang naik motor Non, suka masuk angin anaknya, makanya Bapak tu marah, maklum ya Non, soalnya anak cewe satu-satunya kan. "
Freen tersenyum ke arah satpam rumah kekasihnya itu, Ia tidak ingin terlalu lama di sini, menyakitkan.
Ini alasan Freen tidak ingin mengantar Becky pulang atau mengajaknya main keluar, derajat Mereka bagaikan bumi dan langit, Becky terlalu tinggi untuk Ia gapai.
Hujan turun rintik-rintik, namun cukup mampu membuatnya basah, Freen menepi, memakai jas hujan dari plastik harga 10 ribuan miliknya, lalu kembali menertawakan nasipnya saat yang berteduh bersamanya menggunakan jas hujan mahal dan motor masa kini yang juga tak kalah kerennya.
Ia ingin berada di sana, di tempat di mana uang bisa membuatnya dipandang dengan baik dan mampu merubah segala macam hal yang ada di dalam hidupnya.
"Tuhan, tolong rubah semuanya, Aku lelah hidup miskin. "
Sementara di rumahnya Susantheo masih mengutarankan ketidak sukaannya terhadap Freen, dan yang Becky lakukan hanya memutar bola matanya malas, karena kenapa harus ada perbedaan?, harta bukan perihal yang harus diperdebatkan, kenapa semua orang malah menyukai masalah yang diakibatkan oleh hal itu?.
"Papa gak suka sama Freen, putusin. "
"Gak, Aku sama Dia udah 16 bulan, gak mungkin, lagian Aku cinta sama Dia. "
"Bec, nurut bisa gak sih?, trus mana berita tentang mahasiswi undangan?"
"Tsk, Aku mau kuliah bisnis aja kayak Bang Richie. "
"Ikut SN atau SB?"
"Hmm. "
"Universitas apa?"
"UGM, yang data SN udah Aku isi UGM kok, tinggal tunggu aja. "
"Gak jadi kedokteran? Itu kan mimpi Kamu?"
"Gak, Aku berubah pikiran, bisnis siapa selain Bang Richie siapa yang bakal urus kecuali Aku. "
"Oke, Papa ijinin, tapi putusin Freen, Papa gak suka ya sama Dia, motor butut, baju lusuh, Dia pasti miskin. "
"Pa, stop lihat standar hidup seseorang dengan kekayaan, Dia emang miskin, tapi setidaknya Ia hanya miskin hartanya, bukan attitude dan hatinya. "
Becky tidak menyukai pembicaraan ini, uang memang bisa membeli semuanya, tapi kadang uang mampu membunuh empati dan karakter seseorang.
.
.
.
.Yang abis nangisin "After Met You" Aku kasih buat ngobatin hati sedikit nih.