6. Bagaimana?

2.6K 280 9
                                    

Jakarta gemuruh, dingin terasa ke tulang, tidak lagi rintik, air mulai menggenang karena derasnya hujan yang turun.

Freen sudah pergi dari satu jam yang lalu, mengantar buah hati Mereka yang menolak untuk libur sekolah, Tawat menyukai tempatnya menuntut ilmu itu, mendapat banyak teman, dan bisa bermain sepuasnya tampa harus menggangu kedua orang tuanya.

Bel berbunyi nyaring, jika itu Freen tidak mungkin wanitanya itu memencet bel untuk masuk.

"Iya, seben... Papa? Mama?"

Tatapan Mereka bertemu, namun kedua orang tuanya menyipit sempurna melihat bagaimana berubahnya penampilan Becky dari semenjak satu tahun yang lalu, jauh lebih kurus, tidak bergairah.

"Kamu sakit?" Kana menatap anak wanitanya dengan kening berkerut, anak yang Ia besarkan dengan penuh cinta, Ia penuhi kebutuhannya mendadak menjadi wanita menyedihkan dengan tubuh kurus dan mata cekung tidak terawat.

"Gak Ma, cuma kecapekan aja, Tawat lagi aktif-aktifnya. "

Theo tidak buta dengan aura suram yang terpancar dari sang anak, tidak bahagia? entahlah, ini agak sedikit abu-abu.

"Mana Dia?"

"Pa, udah Pa. "

Wajah itu memerah karena emosi, sedari dulu Theo tidak menyukai Freen, kalau bukan karena Becky yang mengancamnya mungkin Theo tidak akan pernah merestui pernikahan ini terjadi.

Becky begitu mencintai Freen, Ia bahkan rela mati demi restu yang Ia inginkan, Theo tidak akan pernah siap untuk kehilangan, dan membiarkan segala hal itu Becky dapatkan.

Lelaki 65 tahun itu tidak berhenti memperlakukan Freen dengan buruk, tentunya tanpa sepengetahuan Becky, bahkan proyek terakhir yang Freen garap, satu-satunya orang yang memiliki kuasa untuk menghancurkan hanya dirinya.

"Kamu gak mau kerja aja? dulu sama Papa hidup Kamu mewah, ini cuma rumah kecil kayak gini aja, Tawat itu bertumbuh, gak akan mungkin bisa hidup di rumah kecil ini Bec. "

"Pa, ini udah cukup. "

"Cukup gimana? uang sekolah Tawat aja mahal Bec, trus istri Kamu bisa apa? ada gak yang berhasil proyeknya?"

Becky benci jika orang tuanya ikut campur dengan semua masalah yang ada, memilih dengan Freen, itu artinya Becky siap dengan segala halnya, ataupun rasa sakit sekalipun, tidak semua pernikahan itu sesuai dengan isi kepala, tapi kadang dengan semua hal berantakan yang terjadi mampu membuat seseorang dewasa, menjalani hidup bukan perihal hari ini saja, masih ada besok, lusa, atau tahun-tahun berikutnya.

"Realistis Bec, lihat Abang Kamu sama Irin, hidupnya enak, walaupun Irin gak kerja, tapi Richie bisa penuhi semuanya, tapi coba lihat Kamu Becky, apa yang terjadi?"

"Udahlah Pa, biarin aja ini juga rumah tangga Becky, Kita gak harusnya ikut campur. "

"Ini alasan Papa gak bolehin Kamu nikah sama anak orang miskin kayak Freen, hidup gak terjamin, morat-marit. "

"Pa. " Becky tidak peduli dengan jalan hidupnya, yang hanya Becky peduli adalah perihal harga diri dari istrinya, tidak sepantasnya sang Ayah menghina Freen sebegitu nya.

Pintu terbuka mengejutkan, Freen berjalan dengan sedikit gugup, mertuanya tidak akan datang jika bukan Tawat yang meminta, tapi lihat hari ini, Mereka sepertinya dengan suka rela melangkah masuk ke rumah busuk miliknya ini.

"Pagi Pa, Ma. "

Freen ingin menjabat tangan Mereka, namun hanya Kana yang menyambutnya dengan baik, lelaki arogan itu malah tidak sudi bersentuhan langsung dengan menantunya itu.

Tangan malang itu turun perlahan, Freen mengangkat kepalanya, dan tersenyum seperti biasa, tidak ada yang berubah, hanya kebencian yang semakin bertambah.

"Becky harus kerja, perusahaan Papa yang di Jakarta harus ada yang urus. "

Kekuasaan, adalah hal yang tidak pernah sesuai dengan Mereka, Freen tidak terlalu suka urusannya dicampuri orang lain, terlebih Susantheo, laki-laki yang sudah menginjak harga dirinya, dan menyebabkan kepergian orang yang Dia sangat sayangi.

Tapi apa yang bisa Freen lakukan, Dia hanya gadis miskin yang memilih jatuh cinta kepada saudagar kaya, merendahkan harga diri demi sebuah perasaan semu, menurutnya kini begitu Ia memanggil hatinya.

"Freen masih bisa hidupin Becky, Papa gak usah khawatir. "

"Mana? anak Saya kurus kayak gitu, Kamu gak liat?, dulu pas sama Saya, Becky sehat gak kurang satu apapun, sekarang? liat, liat Freen, bahkan gak ada satupun perhiasan yang melekat di tubuhnya. "

"Pa. "

Becky menarik sang Ayah keluar, semakin lelaki itu memperlihatkan kebenciannya terhadap Freen, akan semakin banyak luka yang Becky dapatkan dari wanita itu nantinya, karena yang Becky yakini sampai hari ini kenapa Freen berubah, adalah sakit hati yang Ayahnya berikan secara bertubi-tubi.

"Apa sih Bec? Papa belum selesai ngomong. "

"Stop injek-injek harga diri istri Aku, Papa sadar gak sih omongan Papa udah nyakitin?, Freen bertanggung jawab kok sama Aku, cuma emang belum rejekinya aja, Kita masih bisa hidup sama sisa uang dari proyek yang lalu. "

Theo tertawa sinis, cinta memang membutakan banyak hal termasuk hati nurani, berulang kali Becky mengorbankan dirinya untuk Freen, berulang kali hatinya patah karena Freen, tapi lihatlah bagaimana gadis itu masih membelanya, melebihi dari kemampuannya sendiri.

"Mencintai bukan berarti Kamu harus menghilangkan akal sehatmu Becky. "

"Papa menghancurkannya lewat Ibunya, dan seharusnya Papa sadar, karma dari perlakuan Papa sedang mematahkan hati anak kesayangan Papa ini, seharusnya kata maaf yang Papa minta kepada Freen, bukan kembali menginjak harga dirinya. "

Langkah kaki itu menjauh, meninggalkan Theo dengan rasa kesal yang tak lagi berujung, kehilangan itu bukan salahnya, walaupun itu karenanya.

"Kita pulang Pa, " Kana menarik suaminya menjauh, masuk ke dalam mobil Mereka dan kembali pulang ke Bandung, Kana tau ini akan menjadi pertengkaran untuk kesekian kalinya, namun menolak Theo adalah suatu yang mustahil mampu Ia lakukan.

Becky terdiam, saat tatap matanya dan Freen bertemu, tangisan yang perlahan terdengar pilu, air mata yang mengalir tampa mampu Mereka hentikan, sudah kehabisan cara untuk menyelamatkan perasaan masing-masing, menyembukan luka yang teramat dalam ini membutuhkan waktu yang sangat lama.

Memeluknya, Freen tau Becky juga terluka, walaupum harga dirinya diinjak sedemikian rupa, Freen tidak terlalu sakit lagi, karena dirinya tau persis bagaimana mati-matiannya Becky membelanya di depan kedua orang tuanya.

"Aku gak apa-apa Sayang, berhenti menangis, jangan salahkan diri Kamu untuk hal yang terjadi hari ini. "

"Gimana Aku gak nyalahin diri Aku, Mereka orang tua Aku Freen. "

"Selagi hati Aku bisa menahannya, tidak masalah Bec. "

"Aku minta maaf Freen, sungguh. "

"Hey, its oke, bagaimanapun lukanya, selagi ada Kamu, Aku akan sembuh Bec. "

Karena sejatinya tidak hanya Freen yang terluka, tapi Becky juga, namun dengan cara yang berbeda.

Karena sejatinya tidak hanya Freen yang terluka, tapi Becky juga, namun dengan cara yang berbeda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
YOU! (FreenBecky)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang