"Letta bisakah kamu membantuku memeriksa laporan ini" ucap Reana, staff pemasaran."Memangnya kenapa?" bingung Letta.
Seingatnya laporan ini sudah ia periksa beberapa hari yang lalu, lantas mengapa harus diperiksa lagi.
"Katanya ada kesalahan" ucap Reana.
Kening Letta mengkerut, "Baiklah sini kuperika ulang" pasrah Letta ia harus merelakan jam makan siangnya.
"Maaf" cicit Reana merasa bersalah.
""Ini bukan salahmu" ujar Letta.
Kurang lebih dari 10 menit Letta selesai memeriksa laporan tersebut.
Bersandar pada kursi kantornya mulai merenggang seluruh tubuhnya.
"Apakah aku sudah tua, huh" gumam Letta ketika berdiri dari duduknya seluruh tulangnya berbunyi cukup nyaring.
"Sepertinya aku harus memakai geliga? balsem? obat pereda nyeri otot? salon pas?" ucap Letta meratapi tubuhnya yang sudah menua.
Intercom Letta berbunyi.
"Halo, dengan Letta ada yang bisa dibantu" ucap Letta.
"Datang ke ruanganku" perintah Xavier.
"Belum sempat menjawab, panggilan intercom sudah ditutup sepihak.
"Sialan, kau pikir dirimu siapa menyuruhku seperti budak" geram Letta berjalan menuju kantin.
Dirinya tidak peduli akan kemarahan Xavier, siapa itu Xavier posisi dan jabatannya apa. Yang paling penting saat ini adalah mengisi perutnya yang sudah keroncongan.
"Hai" sapa Nio.
"Halo" balas Letta.
"Tumben kesini" ucap Nio heran karena Letta memang jarang sekali ke kantin karyawan kecuali ia sedang dalam keadaan genting.
"Kau tahu? Uangku sudah mulai menipis dan itu sangat menyebalkan" keluh Letta sembari mengambil lauk pauk.
"Terdengar menyedihkan" canda Nio terkekeh.
"Memang menyedihkan" akui Letta duduk semeja bersama Nio lalu mulai melahap makanannya.
"Kupikir keadaan kita sama" kata Nio.
"Dalam hal?" tanya Letta.
"Krisis keuangan" jawab Nio.
"Hal yang paling menakutkan ketika diakhir bulan adalah mengalami krisis keuangan disaat kebutuhan mu sudah mulai menumpuk" jelas Letta lesuh.
"Banyak daftar belanjaan bulanan, belum lagi kebutuhan mu sendiri lagi untuk orang tua" setuju Nio.
"Itulah mengapa akhir bulan bagi para pegawai sungguh mengerikan" ujar Letta selesai makan.
"Kupikir kita akan sama jika membicarakan banyak hal mengenai uang" canda Nio lagi.
"Aku setuju, mulai hari ini kau dan aku resmi berteman" ujar Letta memberi tangannya sebagai tanda mereka resmi berteman hari ini.
"Cih" decak Xavier memandangi cctv memperlihatkan keduanya yang sedang berbincang.
Dengan segera Xavier menyuruh sekretarisnya untuk pergi memanggil Letta tanpa bantahan apapun.
Sial.
"Permisi" sopan Letta lalu masuk.
Berjalan menuju meja kerja Xavier.
"Ada apa pak?" tanya Letta bingung.
Xavier meremat mouse komputernya setelah mendengar suara Letta.
Ia berdiri sejenak memasukkan kedua tangan kedalam sakunya.
"Aku memanggilmu sedari tadi" ucap Xavier.
Letta mengangguk "Maaf, saya tadi sangat lapar pak" ujar Letta.
"Aku tidak peduli, makan saja harus berbincang dengan orang itu?" geram Xavier urat tangan hingga lehernya terlihat jelas.
Menyadari hal itu Letta hanya bisa menelan ludahnya dengan gugup.
"Kan bagus, setidaknya saya ada teman" bantah Letta mengabaikan perasaan gugupnya.
Kedua langkah kaki itu berjalan padanya diikuti tangan Xavier menarik lengan Letta.
Pinggangnya ia rengkuh disertai cengkeraman yang cukup kuat.
Jantung Letta serasa ingin lompat dari tempatnya. "Bu-bukankah terlalu dekat?" ujar Letta sedikit memberi jeda.
Lelaki itu tidak peduli, malah ia semakin mengikis jarak antara keduanya.
"Sekali lagi aku melihatmu dengan pria lain, jangan salahkan aku jika akan membuatmu hamil" ancam Xavier.
Bola mata Letta membulat "Jangan mengancamku sialan. Kau pikir kau siapa?" marah Letta berusaha melepaskan diri.
Melihat ada perlawanan Xavier mengunci pergerakan Letta hingga membuat sang empu lelah sendiri.
"Aku tidak main-main" bisik Xavier lalu menarik rambut Letta ke belakang telinga.
Cup
Cup
Cup
Cup
Cup
Xavier mengecup bibir manis itu beberapa kali sebelum membawa Letta kedalam ciuman yang sangat intens.
"Nghh" suara serta desahan tipis milik Letta terdengar merdu.
Berhenti sejenak dirinya menatap jika lipstik yang dipakai Letta mulai pudar akibat ciumannya.
Letta menatap bingung pada pria dihadapannya ini.
Segera Xavier mengangkat Letta kedalam gendongan ala koala dan mendudukan Letta di pangkuannya.
Suhu di ruangan tersebut entah mengapa terasa panas sekali. "Tatap mataku" suara serak basah Xavier.
Wajah Letta memerah. Sebencinya ia, tetap saja pria dihadapannya ini adalah orang yang pernah mengisi hatinya.
Asik melamun Xavier kembali mencium Letta namun agak lebih beringas tidak seperti yang tadi.
Kepala Xavier, ia palingkan ke kanan dan ke kiri sebegitu tidak puasnya hingga dengan perlahan ia menidurkan Letta pada sofa panjang di ruangan itu.
Letta sudah terlarut dalam ciuman itu hingga tak sadar bahwa kemeja berwarna crem yang dipakainya telah terbuka 3 kancing.
Ciuman itu turun dari bibir, dagu, dan leher sekarang turun ke tulang selangka.
Menjilatnya sebentar sebelum membuat tanda disana "Vierhh" Letta merasakan geli sekaligus nikmat.
"Berhenti" parau Letta mencoba mengambil alih kewarasannya.
Xavier terus melanjutkan kegiatannya hingga pintu ruangan tersebut diketuk dari luar.
Tok
Tok
Tok
Dalam hati Letta berterima kasih pada orang yang telah menolongnya.
Xavier mengangkat kepalanya, menatap wajah manis miliknya kemudian tersenyum sejenak, Letta termangu menatap Xavier.
Dengan satu tangannya Xavier mengancingkan kembali kemeja Letta dan kembali mencium bibir manis itu.
"Pulang denganku" telak Xavier.
Letta berdiri merapikan rambutnya jujur saja jantungnya masih berdetak kencang ia masih tak menyangka akan melakukan hal seperti tadi.
Kemudian berdiri membuka pintu. "Sel—
Perkataan staff itu terjeda setelah melihat Letta yang keluar dari sana melalui keduanya.
apa yang terjadi? bingungnya.
Xavier hanya menatap punggung sempit itu sambil tersenyum tipis.
TBC.
©hiyyih9
KAMU SEDANG MEMBACA
His Little Princess
Teen Fiction• • • Tentang pertemanan kemudian menjadi sepasang kekasih antara Letta dan Xavier, Xavier si manusia paling cuek dalam segala hal tapi tidak jika itu dengan Tuan Putri Kecil-Nya, Letta.