6

80 3 0
                                    


"Kak Xavier" panggil seorang gadis bername tag Dilla, berjalan menghampiri Xavier yang kini sedang bersama Letta.

Dilla adik kelasnya sangat cantik, bahkan semua siswa di sekolah memujanya. Karena kecantikan yang dimiliki Dilla seperti dewi mitologi.

"Um aku hanya ingin menyampaikan bahwa aku menyukaimu kak" lantang Dilla tersenyum malu-malu.

Bahkan waktu kini berhenti dengan sekejap, semua siswa-siswi yang berlalu-lalang terhenti akibat perkataannya.

Apakah ini akan menjadi hari patah hati nasional di sekolah mereka? secara Dilla adalah gadis yang sangat di agungkan kecantikannya oleh seluruh siswa.

Kecuali Xavier tentunya. Letta mengunyah makanan dengan tidak penuh minat ia akui jika adik kelasnya ini sangatlah cantik bahkan jika dinilai 1/10 mungkin Letta akan memberi 1000/10.

"Aku tak menyukaimu" ucap Xavier dengan nada suara yang marah membuat Dilla menunduk seketika.

Tiga perkataan itu keluar dari mulut Xavier sangatlah sakit. Wajahnya saat ini tengah menahan air mata yang ingin keluar.

Xavier berjalan pergi tak peduli dengan semua siswa-siswi menatapnya dengan tatapan tak percaya.

Dasar tak berperasaan batin Letta.

Letta jadi serba salah ingin mengikuti Xavier namun mendengar isakan lirih Dilla membuatnya tidak setega itu.

Sapu tangan hitam miliknya, ia berikan pada Dilla "Hapus air matamu, kamu pasti akan mendapatkan yang lebih baik dari orang sinting itu" ucap Letta menenangkan.

Dilla pun mengangguk dan tersenyum lalu pergi dari hadapan Letta.

"Terimakasih" ucap Dilla.

Letta kemudian berjalan mencari keberadaan Xavier. Saat sedang asik melihat kiri kanan tangannya ditarik.

"Siap-

Perkataannya terhenti di ganti dengan tatapan kesal "Ada apa dengan tatapan mu padaku" ucap Xavier.

"Kejam" umpat Letta menatap Xavier.

Sedangkan sang empu yang mendengar itu hanya bisa membolakan mata tidak percaya "K-kejam" ulang Xavier.

"Ya sangat kejam, kamu bisa menolaknya dengan baik-baik tidak perlu menggunakan nada suara seperti sedang marah" jelas Letta melipatkan kedua tangan di depan dada.

Helaan napas keluar dari mulut Xavier, menarik Letta untuk dipeluk. "Aku tak marah, aku juga tak kejam, aku hanya menyampaikan apa yang menurut ku itu benar" ucap Xavier lalu memainkan ujung rambutnya.

"Kamu tidak kasihan dengan adik kelas tadi?" tanya Letta hati-hati.

Xavier menatap wajah Tuan Putri Kecil-Nya "Tidak, bahkan akan lebih sakit jika aku menerima nya dengan alasan rasa kasihan" jawab Xavier mengencangkan pelukannya.

"Lepaskan" pinta Letta merasa sesak.

"Tidak" balas Xavier menenggelamkan wajah pada perpotongan leher Letta.

"Leherku sakit jika terus menengadah ke atas" rengek Letta dan mulai mendorong tubuh Xavier.

"Akan ku obati" jawab Xavier tak mau melepaskan pelukannya.

"Vier~" rengek Letta kembali setelah beberapa menit.

Cukup.

Xavier tidak tahan jika bibir itu mengucapkan nama kecilnya. Itu akan sangat berakibat buruk untuk jantung dan sekitarnya.

Setelah itu keduanya berjalan menuju kelas untuk melanjutkan pembelajaran dijam ketiga.

"Pulang nanti bersamaku" ucap Xavier.

His Little Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang