Moon

58 8 0
                                    

Bulan Purnama malam itu bersinar sangat terang menerangi bumi. Namun, tidak dengan bumi yang sedang Yudha pijak. Bagi Yudha, buminya terlihat sangat gelap sejak awal ia lahir ke dunia. Dunia gelap itu hanya menimbulkan rasa sakit yang tiada terkira dari dulu hingga sekarang.

Eunike dan Yudha kini berada di taman dekat kos milik Eunike. Mereka berdua duduk di ayunan dan memandang ke arah Bulan Purnama. Sedari tadi, Yudha masih setia diam tak berbicara pada Eunike. Matanya menerawang jauh menembus pikirannya. Sedangkan Eunike, ia tidak ingin melewati batas dan hanya menunggu sampai pria itu mau membuka suaranya. Setidaknya, di saat pikiran Yudha sedang kacau ada seseorang yang menemaninya.

"Eunike" panggil Yudha pelan

"Ya, Dha" jawab Eunike sambil mengalihkan pandang ke arahnya

"Kalau saya cerita, kamu mau dengerin saya?" Tanya Yudha tanpa menatap Eunike

Eunike mengangguk mantap. "Pasti. Mungkin saya gak bisa kasih solusi tapi saya bisa jadi tempat sampah buat semua uneg-uneg kamu, Dha" jawab Eunike dengan sedikit senyuman yang Yudha tak lihat

Yudha menimbang-nimbang dalam pikirannya, apakah tepat untuk bercerita pada Eunike. Ia tidak ingin di cap over sharing karena berbagi hal-hal yang sifatnya sangat sensitif baginya. Namun, ia merasa sangat lelah dengan perasaan yang membuncah dalam dadanya. Benar kata Eunike, mungkin ia bisa menjadikan Eunike tempat sampah untuk membuang segala uneg-uneg nya.

"Saya lagi lelah banget, Nike" kata Yudha memulai ceritanya. "Ceritanya panjang tapi" tambah Yudha sambil tertawa kecil masih menatap sang Bulan yang berada di langit sana

"Saya dengerin, Dha" jawab Eunike meyakinkan Yudha untuk memulai ceritanya

Yudha menarik nafas pelan. Mungkin memang ia harus berbagi bebannya pada orang lain. Yudha menatap Eunike sebentar dan tersenyum padanya sebelum kembali menatap rembulan di atas langit sana.

"Saya tadi bertengkar sama adik saya" kata Yudha pelan

"Pak Juna?" tanya Eunike balik

"Bukan, adik saya yang terakhir, namanya Julian. Saya sama dia memang kurang dekat" jawab Yudha

Eunike mengangguk pelan pada Yudha. Setelahnya, Yudha kembali terdiam beberapa saat. Ia bingung harus memulai ceritanya dari mana. Masalahnya begitu pelik dan rumit hingga ia bingung apa yang harus ia bagi terlebih dahulu.

"Saya bingung mau cerita dari mana" kata Yudha pelan sambil tertawa kecil

"Hmm....Kalau boleh tahu kenapa kalian kurang dekat?" Tanya Eunike dengan hati-hati takut terlalu mengusik pribadi Yudha.

Yudha tersenyum kecil pada Eunike. "Orang tua saya sudah bercerai. Adik saya Juna dan Julian diurus oleh mama saya di Surabaya sedangkan saya diurus oleh Papa saya di Yogyakarta, tempat kita menginap waktu itu. Setelah mama saya meninggal kami baru tinggal bersama di Jakarta"

Eunike kembali mengangguk setelah memahami posisi Yudha dan adik-adiknya saat ini. "Lalu kenapa kalian bertengkar?" tanya Eunike lagi

Yudha menatap langit malam itu dengan nanar mengingat kejadian tadi pagi. Sedangkan Eunike meraih tangan Yudha untuk meyakinkan ia untuk mencurahkan isi hatinya. Mata Yudha menatap Eunike sebentar sebelum kembali menatap rembulan yang berpendar di atas sana.

"Dia benci sama saya karena saya tidak ada di saat-saat terakhir Papa saya" jawab Yudha pelan

"Papa kamu sudah meninggal juga?" tanya Eunike lagi

"Iya. 3 tahun lalu" jawab Yudha sambil menganggukkan kepalanya

Ingatan Eunike kembali pada saat malam pertama mereka di Yogyakarta. Saat di mana untuk pertama kalinya Yudha menunjukkan sisi rapuhnya pada Eunike. Masih terdengar jelas kata-kata yang keluar dari mulut Yudha, yakni permintaan maaf pada papanya. Kini, Eunike mengerti kenapa Yudha seperti itu malam itu. Rumah lamanya di Yogyakarta membangkitkan ingatannya pada Papa nya yang telah meninggal 3 tahun lalu.

Pit Stop (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang