Motor itu melaju seperti kilat di jalanan. Warna motor yang didominasi merah semakin menambah kesan elegan dan menyeramkan. Hatinya masih berkecamuk dengan napas yang menderu.
Anisa sudah saya jodohkan. Paham!?
Kalimat itu selalu berhasil menguasai emosinya. Dadanya terasa sesak. Jantungnya berdebar-debar memacu pompa darah yang naik ke tingkat tinggi.
Ia berhenti di depan pagar rumahnya. Membunyikan klakson hingga gerbang dibuka. Motor itu diparkiran di samping mobil sedan. Ia berjalan penuh tekanan ke dalam rumah.
"Andrea?"
Baru saja hendak beristirahat, ia harus kembali meladeni percakapan yanng tidak pernah usai.
"Baru pulang jam segini?" tanya wanita itu sekali lagi. Dia orang tua gadis yang akan dijodohkan dengan Andrea.
Erni tersenyum sumringah. "Biar dis ganti baju dulu, Jeng. Maklum anak muda jam segini baru pulang." Ia menukar tawa dengan wanita di hadapannya.
Andrea mendengus pelan. Ia menaiki tangga dan menutup pintu dengan keras.
"Andre! Jangan dibanting pintunya!" teriak Deni dari luar ruangan.
Andrea memejamkan matanya. Berusaha tenggelam dalam bayangan sepi untuk memenangkan diri. Sulit diterima akal sehat tentang kejadian hari ini. Terlalu menyakitkan untuk bisa diterima dengan lapang dada.
"Argh!"
Ia tidak dapat tenang. Tas sekolahnya dilempar ke sembarang arah. Berusaha menenggelamkan diri dalam pikiran kosong nyatanya malah membuat semuanya semakin memburuk.
"Andre!" seru seorang gadis dari luar pintu. "Aku boleh masuk?"
Andrea tidak menjawab. Ia hanya diam sambil menetralkan diri.
"Aku masuk, nih!?"
Gadis itu menyerobot masuk. Ia tidur di samping Andrea dan menatap wajahnya.
"Kamu kenapa?"
"Bukan urusan lo!" Andrea menarik bantal dan menutup wajahnya. "Pergi dari kamar gue sekarang!"
"Nggak mau!" Ia merebut bantal Andrea. "Kamu kenapa, sih?"
"Gue lagi gak mau diganggu."
"Itu ada Mamah sama Papah aku di bawah. Kamu gak mau ketemu mereka?"
Andrea berdiri, beranjak mendekati lemari dan mengambil pakaian santai dari dalam sana.
"Andre, kamu denger aku, kan?"
"Pergi dari kamar gue! Gue mau ganti baju."
Gadis itu duduk di tepian ranjang. Napasnya terbuang kasar. "Aku capek Andre. Sekali aja tolong peduli sama aku. Bisa, kan?"
Andrea menatapnya. Ia gemetar setengah mati. "Lo mau gue peduliin?" Andrea berjalan mendekat sambil membawa baju ganti. Wajahnya di dekatkan dengan si gadis. "Lo udah tau gue gak suka sama lo, tapi lo maksa gue peduli?"
"Andre, ih!" Gadis itu mendorong Andrea agar menjauh. "Seenggaknya kamu hargain kehadiran Mamah sama Papah aku."
Andrea kembali mendekat. Keduanya kembali melakukan kontak mata langsung. Hanya tersisa beberapa inci. Gadis itu gemetar. Napas Andrea yang berat membuatnya semakin panik.
"N-A-J-I-S!" Andrea beralih mengeluarkan isi di dalam tas.
"Kamu mau ke mana Andre?" Gadis itu berdiri, siap menahan Andrea jika laki-laki itu akan pergi. "Jangan bilang kamu mau kabur!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MENITI SENJA
Teen FictionAnisa terlalu naif untuk menerima keadaan bahwa ia juga mencintai Andrea. Tetapi, larangan dari sang ayah membuatnya menjadi sangat sulit menerima kehadiran lelaki itu. Berulang kali Andrea berusaha mendapatkan hatinya sampai nyawanya nyaris hilang...