31. Andrea Hilang

157 16 1
                                    

     "Ngapain masih di sini?,"

     "Kasih saya kesempatan sekali aja buat ketemu Anisa. Tolong Om, saya kangen sama dia."

     "Gak ada kangen-kangenan sama anak saya. PERGI!"

     "Om, jangan galak-galak. Kalau, Om sakit kasihan Anisa."

     "Kamu doain saya?"

     "Cuma ngasih tau, Om. Takutnya darah tinggi."

     "Saya gak peduli."

     Anisa mengambil teko yang sudah diisi air dan menuangkannya pada gelas bening. Kedua matanya berdelik dan melihat dua orang yang masih sibuk berargumen.

     "Kasih saya kesempatan buat ketemu Anisa, tolong!"

     "GAK BISA."

     Anisa mendesah pelan dan menyimpan gelas yang ia pegang ke atas meja. Dengan cepat kedua kakinya melangkah menemui sosok Andrea.

     "ANISA! Duh, cantik banget jodohku."

     "Pergi sekarang atau saya..."

     "Pah," sela Anisa. Tangan kirinya naik memegang tangan Reymond. "Biar aku aja yang ngomong. Gak papa, kan?"

     Reymond diam sejenak sedangkan Andrea menengok ke sana-kemari untuk dapat melihat Anisa secara jelas. Tubuh gadis itu terlalu pendek jika harus disandingkan dengan Reymond.

     "Gak bisa."

     "Pah... Aku mohon. Sekali ini aja."

     "Diam Anisa, ini demi kebaikan kamu juga."

     Pintu itu ditutup dengan cepat. Kedua tanggannya dilipat di depan dada dan berdiri tegap menghadap Anisa.

     "Papah penasaran, sebenarnya kamu ada hubungan apa sama dia?"

      Mendengar itu sontak Anisa membuang mukanya ke arah lain. Jari telunjuknya menyelipkan beberapa helai rambut ke telinga.

     "Enggak ada apa-apa, kok. Cuma temen sekelas aja."

     "Besok Papah pindahin kamu supaya gak deket-deket lagi sama dia." Reymond beralih dan mengambil kunci mobil yang diletakan di atas meja makan. "Ayo berangkat! Buk, aku berangkat dulu ya." Ia mencium tangan wanita tua.

     "Iya, hati-hati!"

     Anisa ikut menyalami tangan wanita tua. Ia meraih tas dan berjalan bersama Reymond.

     "Baru juga dua hari, Pah. Jangan langsung dipindahin."

     "Gak ada alasan. Nurut aja sama Papah."

     "Ta-tapi..."

     "Papah lakuin ini semua buat kamu. Supaya kamu gak pernah ngerasain apa yang Papah rasain."

     Anisa diam mematung, membiarkan Reymond pergi terlebih dahulu. Pandangannya berubah nanar. Selalu saja kalimat itu yang Reymond gunakan untuk membuat percakapan terhenti. Ia membenci kalimat itu.

     "Anisa! Buruan. Papah udah keluarin mobilnya!"

     Gadis itu mengangguk pada angin kosong. Reymond berjalan lebih dulu karena harus membuka menghidupkan mesin mobil. Anisa melewati Andrea yang hendak menyalami tangannya.

     "Hai cantik!"

     "Hai buaya!"

     "Kok, buaya?"

     "Yang suka bilang gitu biasanya buaya. Matanya jelalatan, mantannya banyak lagi."

     "Aku gak git. Sekali lagi kamu bilang gitu aku..."

MENITI SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang