Andrea membenarkan posisi rambutnya. Ia dengan cepat memasuki kelas. Beberapa orang yang tidak biasa melihat Andrea seperti itu hanya menatap, menyelidik dan diam untuk melihat apa yang mungkin terjadi.
Kini laki-laki itu berdiri di hadapan Anisa yang tampak cemberut. Kedua pipinya yang tertekan senyuman gusar membuat gadis itu terlihat sangat menggemaskan.
"Kamu cantik," ucapnya.
Anisa tidak peduli. Kini arah pandangannya berubah dan menatap Yuli yang suka heboh sendiri. Sejenak ia berpikir untuk pergi dari hadapan laki-laki itu. Lebih baik menyaksikan Yuli yang heboh dan menghibur daripada Andrea yang hanya bisa membuat masalah.
"Cantik..." Andrea berusaha membuat Anisa meladeninya tapi itu sia-sia.
Kedua matanya terarah pada Lusi. Gadis itu mengerti, segera beranjak dan berganti posisi dengan Andrea. Melihat itu, Anisa ikut berdiri. Namun, Andrea menahannya sehingga mereka kembali duduk dalam bangku yang sama.
"Masih marah ya?" Andrea memegang tangan Anisa tapi ditepis begitu saja.
"Iya."
"Katanya udah maafin aku, tapi kok, masih marah?"
"Siapa juga yang mau maafin kamu."
"Kata lusi..."
"Enggak. Sampai kapanpun aku gak mau maafin kamu."
Andrea sedang menatapnya dengan wajah kucing yang kelaparan. Anisa ingin tertawa melihatnya. Rambut yang dirapihkan terlihat semakin acak-acakan.
"Kamu tuh ya... Punya rambut jangan digini-giniin." Anisa menggerakkan kedua tangannya untuk merapihkan rambut Andrea.
Laki-laki itu hanya tersenyum melihat Anisa memberikan harapan padanya. Ia sukses membuat laki-laki itu jatuh cinta. Tetapi, akankah Anisa juga memiliki perasaan yang sama?
"Ehem!"
"Hem.... Cihuy!"
"Pacaran tuh tau tempat dong! Dasar manusia." Ucapan jomlowers itu menghentikan keramaian di kelasnya.
"Syirik aja lu tompel Yotento!"
"Iya, huh....!"
"Jomlo abadi bisa apa, nembak juga ditolak terus." Semua orang tertawa mendengarnya. Apalagi dengan wajah pria itu, suasana terasa semakin menggembirakan.
"Nis!" Andrea memegang kedua tangan Anisa. "Kamu mau gak, jadi pacar aku?"
Anisa melepaskan genggaman tangan Andrea yang kian menguat. Tetapi ia kesusahan dan Andrea hanya cengengesan melihatnya.
"Aku gak akan lepasin sampai kamu mau jadi pacar aku."
"Ih... Kok maksa!"
"Itu syaratnya."
"Lepasin!"
"Nggak. Aku bahkan bisa lebih dari ini kalau kamu mau." Andrea mendekatkan wajahnya ke depan Anisa. Matanya terpejam dan terus maju hingga jarak antara keduanya sangat dekat.
"Aku mau cium kamu."
"IH ENGGAK!" Anisa menarik rok SMA-nya dengan tangan yang satunya lagi. Kakinya sedikit naik ke atas dan menendang Andrea.
Satu tendangan keras berhasil mengenai dada Andrea tetapi tidak lekas membuat cengkeramannya lepas. Andrea semakin dekat saja dengan Anisa. Gadis itu panik, jantungnya berdebar kencang saat melihat Andrea semakin nekat saja ingin menciumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENITI SENJA
Ficção AdolescenteAnisa terlalu naif untuk menerima keadaan bahwa ia juga mencintai Andrea. Tetapi, larangan dari sang ayah membuatnya menjadi sangat sulit menerima kehadiran lelaki itu. Berulang kali Andrea berusaha mendapatkan hatinya sampai nyawanya nyaris hilang...