"Kenapa?" tanya Reymond saat bertemu dengan pria bertopi di bawah pohon mangga.
Pria itu membuka topinya. Ia mendekat, memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Kemeja kotak-kotak dan celana jeans membuatnya tampil seperti anak muda.
"Besok kita berangkat, jadi persiapkan semua barang-barangnya." Bicaranya sangat pelan dan sedikit berbisik.
"Saya tau itu, tapi saat ini saya harus mengurus putri saya dulu."
"Baiklah, tapi jangan sampai telat ya!"
Pria bertopi itu pergi dan menghilang di balik mobil yang terparkir. Reymond menghela napas panjang. Ia kembali berjalan menuju rumah sakit. Langkahnya yang menderap berhasil membuat lorong menjadi menggema.
Lorong yang berkelok terlalu mengerikan di suasana malam yang sepi. Ia segera masuk ke dalam ruangan tempat Anisa di rawat.
"Kalian mau ke mana?" tanyanya begitu melihat Anisa sedang menurunkan kaki hendak pergi.
"Anisa maksa mau pulang. Padahal Ibu udah larang dia berapa kali."
Reymond mengecap bibirnya. Ia membelai rambut Anisa. Menatap lekat-lekat wajah putrinya.
"Anisa, Papah tau kamu gak betah. Tapi jangan maksa buat pulang sekarang, ya."
"Pah, aku mau pulang. Di sini sepi, bosan."
"Anisa, kamu gak mau Nenek sama Papah kamu khawatir, kan?"
"Nek... aku mau pulang." Anisa menatap Reymond dengan wajah memelas. Tangannya memegang Reymond, terasa gemetar. "Pah, aku mau pulang."
Reymond yang tidak bisa melihat putrinya bersikap seperti itu segera berhenti. Lengan putrinya dilepas, berganti dengan sikapnya yang mondar-mandir.
Selain karena dipaksa menentukan keputusan dengan cepat, ia juga khawatir jika Anisa tidak akan mendapat perawan yang tepat jika dibawa pulang.
Bunyi pintu yang didorong membuat perhatian ketiganya teralihkan. Dokter dan seorang perawat masuk ke dalam ruangan. Stetoskop yang dibawa dokter ditekan-tekan ke dada Anisa.
"Dok, saya mau pulang," ucap Anisa. Terdengar gemetar, efek kecelakaannya masih melekat.
"Mau pulang, ya?" tanya dokter itu sedikit bercanda. "Besok baru boleh pulang."
Anisa menatap Reymond. "Pah, aku mau pulang sekarang."
"Anisa, kamu dengar? Dokter aja bilangnya kamu baru bisa pulang besok."
Anisa menatap wanita tua. Tetapi, si wanita tua malah menggeleng sebelum Anisa berkata-kata lagi.
"Dok, saya udah sehat. Cuma luka kecil, gini saya kuat."
"Anisa, kamu jangan ngeyel," ketus Reymond.
"Pah, aku gak betah."
Wanita tua menyahut, "Jangan buru-buru, ya. Tunggu benar-benar baikan."
Anisa tidak menggubris. Ia sengaja hendak turun tapi ditahan. "Aku mau pulang, Pah, Nek!"
Reymond mendesah pelan. Napasnya tertarik dan dibuang penuh penekanan. Ia menatap dokter dan perawat bergantian.
"Bisa dipercepat jadwal pulangnya?"
Dokter itu tersenyum. "Tidak bisa."
"Dok, saya mohon...." Anisa menyeru.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENITI SENJA
Teen FictionAnisa terlalu naif untuk menerima keadaan bahwa ia juga mencintai Andrea. Tetapi, larangan dari sang ayah membuatnya menjadi sangat sulit menerima kehadiran lelaki itu. Berulang kali Andrea berusaha mendapatkan hatinya sampai nyawanya nyaris hilang...