Semilir angin yang terbawa mobil kencang berhasil membuat rambut Andrea bergerak. Ia mematut dirinya menghadap spion motor Seto yang hilang pemiliknya. Aneh sekali, ia merasa Seto dari tadi bersamanya, tetapi tidak. Sekarang laki-laki itu pergi entah ke mana.
"Dre!" panggil seseorang dari dalam ruangan itu.
"Tunggu bentar. Gue lagi nyari si seto," balasnya karena kehilangan Seto berarti kehilangan keberuntungan.
Ia menoleh ke sana-kemari hingga senyuman sumringah terlihat di wajahnya. Di seberang jalan Seto tampak menggoes sepeda ontel dengan sangat lambat. Setidaknya Andrea dapat merasa tenang karena Seto benar-benar tidak hilang ditelan wewe gombel.
"Buruan!" teriaknya membuat Seto berdecih malas.
"Tega lo sama gue," ketus Seto sembari memarkirkan sepeda itu di samping motornya.
"Lo punya sepeda?"
"Bukan punya gue."
"Terus?"
Seto berjalan mendekat dan menegadahkan tangan hingga kunci motornya ia dapat. "Gue rebut punya si Imas."
Andrea tertawa geli. "Cocok banget lo pake sepeda kayak gitu. Kayak tukang jamu."
Seto berdecih dan meninggalkan Andrea di sana. Ia segera masuk dan menyusul teman-teman yang sudah menunggunya.
Andrea menghentikan tawanya untuk segera masuk ke dalam. Perlahan dia melihat keadaan sekitar yang sepi. Tidak ada yang berani berbicara. Itu karena Andrea yang memegang peranan besar setelah pria yang menonjoknya pergi.
"Jadi, kita harus ngapain?" tanya seorang laki-laki yang mengenakan seragam dengan tidak baik. Kaos putih yang dipakainya diperlihatkan. Hanya menjadikan seragam putih sebagai pelengkap.
"Gue gak punya rencana apa-apa selain belok dari rencana si Rian." Ia tersenyum miring.
"Maksud lo, kita balikin rencana si Rian?" Siswa yang lain ikut bicara.
"Pinter.... Jadi kalian tau mana yang harus duluan?"
"Tapi, Dre," sela Kandabi. "Gue gak yakin ini berhasil."
Andrea memegang pundak Kandabi dengan tenang. "Lo cowok, harus yakin sama pilihan sendiri. Berhasil atau nggaknya, itu urusan nanti. Yang penting jalanin dulu proses saat ini."
"Tapi, gimana kalau di tengah jalan kita dihadang? Lo mau salah satu dari kita jadi korban?" timbal pria berkaos hitam. Seragam putihnya tidak dipakai.
Andrea melepas tangannya dari atas pundak Kandabi dan berjalan menghampiri Eko. "Lo paling belakang."
"Ogah," jawab Eko dengan wajah datar.
"Lo gak mau ikut?"
"Gue mau, asal di depan."
Andrea tersenyum simpul mendapat jawaban Eko
"Woi!" Seto berjalan mendekat, "Gimana nih rencananya? Gue gak tau apa-apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
MENITI SENJA
Teen FictionAnisa terlalu naif untuk menerima keadaan bahwa ia juga mencintai Andrea. Tetapi, larangan dari sang ayah membuatnya menjadi sangat sulit menerima kehadiran lelaki itu. Berulang kali Andrea berusaha mendapatkan hatinya sampai nyawanya nyaris hilang...