18. Cinta Militer

86 17 1
                                    

     "Kenapa ngeselin banget sih!" Anisa memukul sofa yang didudukinya.

     Ia segera berdiri dan berjalan ke sana-kemari. Tangannya dilipat di depan dada. Sesekali ia menggerakan tangan kiri untuk memangku dagu.

     "Heuh! Awas aja."

     Kedua kakinya melangkah dan membawanya berhenti di depan pintu. Gorden berwarna putih yang menutupi jendela ia bukakan sedikit dan melihat keadaan di luar.

     "Kamu lagi liatin aku ya?" Andrea muncul begitu saja dengan senyuman sumringah.

     Anisa yang terkejut hanya dapat mengelus dada ketika Andrea berhasil membuatnya seperti melihat hantu. Ia berdecak kesal kemudian membuka pintu.

     "Kamu ngapain sih masih di sini!?"

     "Aku gak bisa jauh-jauh dari kamu."

     "Kan udah ketemu. Cepetan pulang ihhhh, kalau Papah liat gimana?"

     "Bagus dong. Jadi aku bisa bilang langsung kalau aku suka sama putrinya."

      Anisa menepuk jidatnya. "Kamu gak tau Papah aku itu kayak gimana orangnya. Dia paling gak suka kalau aku dideketin cowok."

     Ekspresi Andrea mendadak berubah menjadi serius. "Papah kamu cemburu?"

      "Nggaklah. Dia itu cuman mau aku tumbuh dewasa dengan baik."

     "Aku bisa kok bantu kamu jadi baik."

     "Gak usah. Udah sana! Sana! Pulang. Keburu Papah datang."

     "Aku diusir?"

     "Bu-bukan gitu. Tapi gak baik cewek malem-malem di rumah berduaan sama cowok. Nanti kalau tetangga bilang yang nggak-nggak gimana?"

     "Kita gak berdua loh. Ada Mbak Kunti yang ngawasin."

      "Aku gak takut. Udah sana pulang atau kamu mau tungguin Papah gak papa sih. Tapi nanti pasti disuruh push up 500 kali terus banding 700 kali." Anisa menutup pintu dan gorden agar tidak lagi menunjukkan wajah Andrea.

      Ia segera beralih mengambil kripik yang disimpan di dalam toples kaca dan duduk di sofa sambil menonton TV.

     Andrea menelan ludah kasar. Ia memutar tubuhnya dan menatap sepeda ontel yang sedang diparkir di luar gerbang. Push up 500 dan banding 700 itu rasanya sangat menakutkan. Ia tidak mau melakukan hal seperti itu.

     "Nis! Aku tunggu di sini aja. Aku mau push up 500 sama banding 700 asal buat kamu."

     Anisa menggedikan bahunya tidak peduli. Kini kedua matanya tertuju pada layar televisi meskipun sesekali melihat ke arah bayangan yang berada di gorden kaca. Ia meragukan keputusan Andrea. Tidak ada orang yang mau melakukan push up 500 kali dan banding 700 kali tanpa jeda. Ia pikir Andrea hanya bercanda dan sebentar lagi pasti akan menarik ucapannya.

     Namun, sampai jam delapan malam pun ia tidak dapat mendengar apa-apa. Bayangan Andrea masih terlihat di gorden. Anisa tidak habis pikir. Andrea memang berbeda. Sangat aneh dan sok kuat.

MENITI SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang