20. Selalu Bersamaku

93 14 1
                                    

     Andrea menatap ke arah gerbang, ternyata masih ramai murid yang berlarian. Ia mengkhawatirkan gadis itu. Bagaimana jika dia telat? Bagaimana jika dia terjebak macet? Andrea sangat ingin segera bertemu dengannya.

     Dari ujung jalan, Anisa terlihat berlari dengan sangat susah payah. Tas yang digendongnya bergoyang ke kiri dan kanan tanpa henti. Rambutnya yang diikat menampar-nampar telinga dan pipi.

     "CEPETAN, NIS!" teriak Andrea ketika menyadari gerbang akan ditutup.

     "Pak, jangan tutup dulu gerbangnya!"

     Satpam itu mengabaikan Andrea. Ia sudah sangat kenal dengan laki-laki itu.

     "Yah…." keluh Andrea.

      Tepat pada saat Anisa telah mencapai gerbang dengan napas tersengal-sengal, gerbang itu sudah ditutup. Kedua tangannya terlulur dan memegang gerbangnya, seperti sedang di dalam penjara.

     "Buka gerbangnya, Pak!" pintanya dengan nada memelas.

     "Kamu gak bisa masuk, udah telat!"

     "Tolong, Pak, buka gerbangnya!"

     Satpam itu melinting kumisnya yang panjang kemudian pergi dengan memutar-mutar tongkat pemukul. Anisa mendesah penuh penyesalan. Jika saja ia diantarkan Reymond, pasti tidak akan telat.

     "Mau masuk, kan? Ikutin cara aku aja." Andrea tersenyum manis.

     "Ikut gimana? Kan, aku gak bisa masuk."

     "Tunggu dulu." Andrea menaiki gerbang itu.

     "Eh, kamu mau ngapain!?"

     "Mau nemenin kamu." Andrea tetap melanjutkan niatnya.

     "Gak usah!"

     Andrea tidak menjawab pertanyaan Anisa dan naik ke atas kemudian melompat. Akhirnya bisa berdiri di dekat Anisa.

     "Kamu ngapain, sih! Mau ikut-ikutan telat?"

     "Aku gak mau kamu menderita sendirian," katanya sambil tersenyum menggoda lalu cekikikan.

     "Cowok gila!" Anisa menarik kedua tali tasnya dan pergi meninggalkan Andrea.

     Laki-laki itu mengejar Anisa. Menyejajarkan posisi kakinya. Ia mengikuti gaya Anisa.

     "Kita pulang aja, yuk!" ajak Andrea.

     "Gak mau." Anisa berhenti dan melepas kedua tangannya, Andrea pun begitu. "Kamu ngapain, sih, ikutin aku terus! Aku gak mau ikut-ikutan bandel kayak kamu."

     "Ya udah, ikut aku!"

     "Ke mana?"

     "Udah, jangan banyak tanya." Andrea menarik tangan Anisa dan mereka berdua berlari menuju halaman belakang sekolah.

     "Kamu duluan! Aku gendong ya." Andrea membungkuk menyuruh Anisa naik ke atas punggungnya.

     "Gak mau. Nanti kalau jatuh gimana?"

MENITI SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang