Gadis itu mematut diri di depan cermin. Ia tersenyum sambil menaikan sehelai rambut ke atas daun telinga. Seragam yang diberikan Reymond itu sudah ia pakai. Masih bersih, hanya sedikit kusut pada bagian lengan.
"Bagus," pujinya sambil mengenakan jas almamater berlogo kecil di dada kiri.
Dengan bangga ia menarik langkah menuju sebuah kamar yang bernuansa monoton. Tas sekolah berwarna putih sudah memeluknya dari belakang.
"Pah, bangun! Aku udah siap lho." teriaknya tapi tidak mendapatkan jawaban.
Ia mendekatkan tangannya ke depan pintu. Baru saja hendak mengetuk, pintu sudah dibuka. Nampak seorang pria sedang menahan kantuk.
"Bawa mobilnya!" ucap Reymond dengan wajah malas. Tidak ada senyum di wajahnya pagi ini.
"Papah kenapa sih? Kan, aku gak bisa bawa mobil."
"Oh, Papah lupa." Reymond berjalan meninggalkan Anisa. Gadis itu hanya melohok tidak mengerti.
"Jangan buru-buru, masih pagi," tahan wanita tua yang sedang berjalan membawa dua gelas susu jahe. "Minum dulu, biar nanti pas di sekolah fokus belajarnya." Ia menyodorkan segelas susu jahe pada Anisa lalu pergi menghampiri Reymond.
Perlahan Anisa meminumnya. Aroma jahe yang terlalu menyengat membuatnya tidak terlalu banyak minum. Ia segera bergegas memakai sepatu sambil memerhatikan detik di jam tangannya.
"Minum dulu, bagus buat tenggorokan," titah wanita tua sambil menyodorkan segelas susu jahe pada Reymond.
Laki-laki itu berdiri setelah selesai memasang sepatu. "Nanti aja..."
"Rey, jangan menolak perintah Ibu!"
Reymond mengeluh. Dengan terpaksa ia meminumnya walau hanya beberapa teguk. "Terimakasih," ucapnya lalu mencium tangan wanita tua. "Anisa, cepat! Sudah lima menit kamu di situ."
Anisa mendesah kesal. Ia segera berlari menghampiri wanita tua dan mencium tangannya. Lekas masuk ke dalam mobil dan duduk. Ia menatap Reymond yang sepertinya sedang tidak baik-baik saja.
"Kenapa kamu lihatin Papah?"
Anisa terkekeh, "kita kapan jalannya, Pah?"
Reymond bergeming tapi pandangannya kosong ke depan. "Bukain!" katanya terdengar sangat ambigu.
"Apanya yang dibukain, Pah?"
"Gerbang."
"Kenapa gak pake kunci otomatis aja sih? Kan, Papah jago soal teknologi."
"Mau berangkat atau nggak?"
"Baik Tuan, akan saya bukakan gerbangnya," ucap Anisa sambil memberikan salam penghormatan lalu turun.
Sekarang Anisa berumur 17 tahun. Karena peristiwa menyedihkan kala itu, ia terpaksa memutuskan jenjang pendidikan di saat ia masih kelas 2 SMA—semester ganjil.Ia menunduk, menunggu hingga perjalanan menuju sekolahnya selesai. Sesekali memalingkan wajah untuk melihat gunung-gunung yang tinggi dan masih asri. Tetapi akhirnya kembali pada posisi semula.
"Pah," ucapnya berusaha membuat perjalanan itu terasa nyaman.
"Hm?"
"Aku mau nanya."
"Hm."
"Kenapa Papah gak mau nikah lagi? Kan, lumayan kalau ada Mamah cadangan."
Reymond hanya membalas dengan tatapan tajam. Ia kembali fokus berkendara.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENITI SENJA
Teen FictionAnisa terlalu naif untuk menerima keadaan bahwa ia juga mencintai Andrea. Tetapi, larangan dari sang ayah membuatnya menjadi sangat sulit menerima kehadiran lelaki itu. Berulang kali Andrea berusaha mendapatkan hatinya sampai nyawanya nyaris hilang...