34: ABC

332 24 11
                                    

"Best tak UK, yah?" Tanyaku di meja makan. Ayah menambah lauk di pinggan dengan berselera. Ayam masak kari air tangan ibu memang menjadi kesukaan ayah dari dulu lagi.

"Memang best, tapi asal tempat kita lahir tak leh lawan." Ayah berseloroh sambil melirik ke arah ibu.

"Ibu pula macam mana?" aku alihkan perhatian pada ibu.

"Kalau boleh nak tinggal kat sini seminggu lagi. Ada beberapa tempat yang ibu nak pergi." Ibu melirik ke arah ayah dengan sebuah mesej yang mereka sahaja yang mengerti.

"Nanti ibu datanglah sini lagi. Tunggu kita graduate," cadang Hana teruja.

"Tak payahlah. Tiket mahal. Tunggu lepas ni kita pergi makan angin di negara Asia, okei? Dihar, ajak Hana pergi jalan- jalan lepas habis exam," balas ibu.

Aku mengangguk kecil. Aku belum lagi terfikir ke arah itu. Berbaik- baik pun susah, apa lagi hendak bawa dia ke hulu ke hilir.

"Betul tu. Nanti kalau dah beranak- pinak, susah nak jalan jauh," kata ayah.

Aku terkedu. Nasi di tekak tersangkut. Hana juga begitu. Namun, kami hanya mendiamkan diri.

"Rasanya kalau tahun depan nak ada anak, okei juga. Berapa bulan je lagi tinggal nak tamat semester, kan?" tambah ibu.

"Bukan apa. Ibu ni dah nak masuk 50 tahun. Teringin sangat nak jadi nenek-nenek selagi masih kuat." Sebuah keluhan kecil dilepaskan. Wajah ibu tampak agak sedih. Aku pula rasa serba- salah. Tiba- tiba aku rasa pilu. Mampukah aku tunaikan permintaan ibu? Hana bukan seorang perempuan yang mudah untuk diketuk pintu hatinya, apatah lagi untuk komited dalam hubungan pernikahan.

-------

Tatkala aku memulas tombol pintu bilik tidur Hana, aku melihat Hana sedang mendengar lagu dari komputer ribanya dan kedengaran suaranya turut bernyanyi kecil.

"Aku tak perasan kau pandai nyanyi," sapaku lantas mematikan persembahan nyanyiannya.

"Mana ada. Saja- saja je buang boring," balasnya. Lagu Cinta Karena Cinta dari Judika dari komputer riba diperlahankan.

"That's my absolute favorite song. Kejap, aku pergi ambil gitar." Dengan terujanya aku meluru keluar dan mengambil gitarku di bilik tidurku. Tiba saja di bilik Hana, aku mengambil tempat duduk di birai katil.

"I'm back. Aku main gitar, kau nyanyi okei?" Jariku mulai memetik gitar dengan perlahan.

"Tak naklah."

"Nyanyi jelah. 1, 2, 3," ucapku namun tiada respon dari Hana.

"Aku hanyalah manusia biasa, bisa merasakan sakit dan bahagia..." Aku mulai menyanyi dengan harapan Hana akan turut serta.

Bagai terkejut mendengar aku menyanyi, Hana melihat aku tanpa berkedip.

"Izinkan kubicara, agar kau juga dapat mengerti," sambungku lagi. Aku mengangguk memberi Hana isyarat menyuruhnya menyambung lagu itu.

"Kamu yang buat hatiku bergetar, rasa yang telah kulupa kurasakan. Tanpa tahu mengapa, yang kutahu inilah cinta." Hana menyambung lagu itu sambil aku memainkan gitar. Aku tersenyum lebar mendengar kelunakan suaranya.

"Cinta karena cinta, tak perlu kau tanyakan. Tanpa alasan cinta datang dan bertahta. Cinta karena cinta, jangan tanyakan mengapa. Tak bisa jelaskan karena hati ini telah bicara." Dan korus lagu tersebut dinyanyikan kami berdua.

"That was amazing!" Ucapku setelah selesai. Aku bertepuk tangan untuk Hana.

"Biasa je. Suara kau lagi sedap. Husky and sexy," puji Hana.

I Hate That I Love YouWhere stories live. Discover now