Eps.49🐹

477 48 1
                                    

Y/n: Jinsol. Ini Jisung.

Y/n: Aku harap hari ini kau datang lebih cepat ke tempat biasa kau bertemu dengan Y/n.

Y/n: Jangan balas pesan ini, akan segera aku hapus yang sudah aku kirim. Aku tidak ingin membuat istriku curiga.

Jinsol menyesap caramel machiatto pesanannya. Sudah habis hampir separuh. Dan jam sudah melewati 45 menit semenjak dirinya duduk di tempat yang sudah di janjikan oleh Jisung.

Berkali-kali dia mendengar lonceng penanda bahwa ada orang yang masuk ke café, namun setiap dia tengok yang matanya tangkap hanyalah orang asing yang tidak dia kenal.

Apa Jisung hanya mengerjainya saja?

Itu yang pertama kali terlintas dalam pikirannya. Padahal untuk menemui Jisung, dia berbohong kepada Lucas. Entah ke napa, rasanya bukan pilihan yang bagus jika Lucas tahu ini.

Ketika pikiran buruk itu terus memasuki benaknya, membuatnya goyah ingin meninggalkan tempat ini. Dia kembali mendengar lagi suara dentingan lonceng, dan kali ini iris hazelnya menemukan lelaki yang dulu pernah menyandang status sebagai orang yang paling dia cintai.

Saat pertama masuk, Jisung langsung menoleh ke arah Jinsol seolah lelaki itu tahu tempat mana yang akan Jinsol pilih.

Tanpa ada basa basi melambaikan tangannya dari jarak jauh atau sekadar memberikan senyum tipis sebagai bahasa verbal ketika bertemu kembali. Alih-alih itu semua, Jisung melangkah cepat menuju bangku di depan Jinsol, bangku yang satu-satunya kosong di café ini.

Pelanggan yang penuh. Tidak seperti biasanya.

Seakan tahu apa yang ada dipikiran Jinsol, Jisung pun memulai percakapan dengan berkata, "semua orang yang ada di ini, merupakan orang suruhanku semua. Aku menunggu mereka masuk ke sini satu-satu agar terkesan natural. Dan jika ada yang melihat kita, kemudian memberitahu Y/n mengenai kita yang duduk bersama di satu meja. Aku bisa beralasan bahwa hanya kursi ini yang tersisa."

Jinsol mendengus pelan. Pandangannya mengarah ke bawah, ke jari manis ditangan kiri Jisung yang menggunakan cincin pernikahan dengan warna silver.

Jinsol pun berceletuk, "dan salah satu alasan lainnya, pasti karena kau tidak ingin mendengar gossip miring tentang mu yang bertemu dengan mantan kekasih mu."

"Iya, aku tidak mau Y/n sampai tahu dan salah paham mengenai hubungan kita yang sudah berakhir. Namun kau masih terus mengusikku."

Bibir ranum milik gadis itu terkatup rapat. Dia memainkan kedua jari telunjuknya, menjelaskan sekali bahwa dirinya kini sedang gelisah. Perlahan dan ragu, iris hazel itu mulai bergulir menatap iris serupa samudera yang berada di depannya.

Iris sedalam lautan yang membuatnya tenggelam dalam perasaan emosional yang disebut cinta.

"Aku bahkan tidak menemui mu semenjak menginjakan kaki di sini. Kenapa kau merasa terusik olehku?"

Jinsol mengernyitkan dahinya. Merasa bingung.

"Bagaimana aku tidak terusik jika kau terus berhubungan dengan istri ku?"

Segelintir kalimat yang Jisung ucapkan membuat Jinsol tahu maksud dan tujuan Jisung ingin menemuinya dengan segara.

"Kau takut aku memberitahu Y/n tentang hubungan kita?" tanya Jinsol langsung pada intinya.

Dia bukan tipe perempuan yang membicarakan sesuatu dengan kode-kode bahasa yang sulit dimengerti oleh lawan jenis.

Tak kunjung mendapat jawaban dari Jisung, Jinsol pun mengeluarkan pernyataan, "kau tahu aku bukan gadis seperti itu. Yang senang sekali menghancurkan hidup orang seperti yang kau lakukan kepada orang yang tidak kau sukai."

Jisung bersidekap. Sorot yang biasanya menunjukan kehangatan ketika menatap Jinsol, kini berbalik menatap tajam gadis yang pernah dicintainya.

"Apa ini tantangan dari mu? Kau ingin aku menghancurkan mu? Kau tahukan itu sangat mudah untuk aku lakukan?"

Dengan rasa percaya diri. Jinsol pun menjawab, "kau tidak mungkin melakukan itu."

"Kenapa tidak mungkin? Kau bukan lagi gadis yang harus aku jaga baik diri ataupun perasaan mu. Kini, kau adalah orang diurutan nomor satu sebagai orang yang paling tidak aku sukai."

Mendengar itu, hatihnya terasa amat perih.

Begitu mudahnya orang yang tahun lalu selalu mengucapkan kata cinta dengan lantangnya meski di depan banyak orang. Saat ini malah mengucapkan kata yang menusuk hati bahwa dirinya adalah orang yang dibenci oleh orang yang tahun lalu itu menggaungkan ucapan penuh cinta.

"Walau kau bilang begitu, dari tatapan mu jelas sekali jika kau tidak membenci ku."

Bohong. Ucapannya semu sekali.

Jinsol tidak bisa menerka arti sebenarnya dari tatapan yang Jisung tunjukan. Ucapannya itu hanyalah harapan yang dia semogakan dapat terjadi.

"Kau terlalu banyak omong," ucap Jisung dengan suara rendah. Entah dia pura-pura muak atau memang benar-benar muak berada di satu meja dengan Jinsol.

Pembicaraan mereka hanya berjalan sebentar saja. Tapi Jisung sudah beranjak dari kursinya, dia melihat jam tangannya.

"Sebentar lagi Y/n akan datang. Aku tak mau dia berpikiran buruk tentang ku, jadi kita akhiri obrolan kita untuk sekarang."

"Tunggu, Jisung," Jinsol mencoba menahan Jisung, "pembicaraan kita belum benar-benar selesai. Kapan kita bisa bertemu kembali untuk benar-benar berbicara serius?"

"Aku tidak punya waktu untuk meladeni mu," jawab Jisung dengan sorot mata sinis, "oh iya aku sampai lupa. Tujuanku ingin bertemu dengan mu karena aku ingin memberitahu mu, jangan mendekati istriku lagi. Dan jangan sekali-kali kau mencoba merusa rumah tanggaku. Aku sulit mendapatkan Y/n, tidak seperti saat mendapatkan mu."

Jisung pun berbalik. Melangkah menjauhi Jinsol. Dan sebelum Jisung keluar dari café, Jinsol pun berteriak, "apa ini perlakuan mu pada gadis yang pernah membuatmu merasakan dicintai selama bertahun-tahun?"

Jinsol melihat, Jisung menghentikan langkahnya sesaat saat mendengar teriakan Jinsol. Tapi lelaki itu seolah mencoba tidak peduli pada Jinsol dan keluar dari café begitu saja tanpa mengucapkan apa-apa lagi.

Jinsol yang kebingungan, tidak tahu harus bagaimana dan melakukan apa, yang dia tahu saat ini adalah matanya mulai terasa memanas. Sekuat apa pun dia menahan, tak kuasa baginya untuk tidak mengalirkan air mata lewat pelupuk matanya.

Dia terisak, menutup wajah dengan kedua telapat tangannya. Tak peduli berkali-kali suara dentingan lonceng terdengar, mungkin orang suruhan Jisung sudah pergi semua dan digantikan oleh customer sesungguh. Dia pun tak peduli mungkin akan ada yang memandangannya aneh karena menangis di tempat umum padahal dirinya sudah dewasa.

Pasti pandangan orang-orang akan menganggap Jinsol adalah gadis yang sedang putus cinta.

Tak terkecuali dengan seseorang yang menepuk pundaknya.

"Kau tidak apa-apa?"

Pertanyaan dari suara lembut yang terdengar khawatir itu, Jinsol jadi menyingkirkan tangannya sendiri dari wajahnya untuk melihat si empunya suara itu walau dia yakin sekali suara itu adalah milik...

"Y/n," sapa Jinsol dengan suara serak.

Benar dugaannya, itu memang Y/n.

Perempuan itu membuka tasnya dan mengambil berlembar-lembar tissue untuk kemudian diberikan pada Jinsol. Setelah itu Y/n duduk di bangku yang sebelumnya diduduki oleh Jisung.

"Maaf ya jika aku tak sopan, maaf ya jika aku bertanya lagi. Tapi aku khawatir. Apa kau baik-baik saja, Jinsol?"

Pertanyaan sederhana itu. Jika ditanyakan pada seseorang yang kondisinya sedang tidak baik-baik saja. Pertanyaan itu bisa membuat orang itu menangis semakin keras.

Termasuk Jinsol sendiri.

"Aku tidak baik-baik saja. Orang yang pernah aku cintai dulu, sangat menyakiti ku."

Jinsol tak menyangka dirinya akan berada di posisi sebodoh ini. Menangis akibat mantan kekasihnya, namun yang mendengar curhatannya sekarang ada istri dari mantan kekasihnya sendiri.

Marriage Contract » Jisung X You✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang