Suasana kamar Reina begitu tidak kondusif terlihat kemarahan terpancar di wajah Arez menatap kedua gadis yang kini duduk di tepi tempat tidur mencoba menguasai diri setelah apa yang terjadi di depan area terlarang tadi, "berhenti bertingkah seenaknya, kalian berdua bisa celaka, bawa salah satu dari kami kalau mau menyelidiki area terlarang itu, jangan sok jagoan kalian", ujarnya dengan nada marah.
Reina berdecih moodnya benar-benar hancur melihat sendiri apa yang membawa gadis tadi, mahluk besar bertaring itu, namun kali ini wajah mahluk itu menampilkan wajah direktur utama kampus, Asuma, kini gadis itu paham ada yang main-main menggunakan mahluk tak kasat mata melalui pak Asuma, kini gadis itu tahu jika apa yang di katakan Amel padanya tidak benar soal pak Asuma yang mempunyai peliharaan tapi ada satu orang yang menggunakan pak Asuma untuk menggapai keinginannya
Tapi siapa ?
"Berhenti menyalahkan kami Arez, lo ngak tahu penderitaan gue sama Windy setelah masuk kedalam kampus ini", ujar Reina terdengar marah, Windy sampai terbelalak melihat baru kali ini gadis itu terdengar mengeluarkan amarah.
"Itu resiko jadi indigo", celetuk Felix membuat Reina menoleh terkekeh sinis.
"Berhenti sok tahu Lix, lo ngak tahu apa-apa soal apa yang gue rasain sama Windy", balasnya tidak terima.
Felix menipiskan bibir, "berhenti bertingkah seperti anak kecil Reina Amora, berhenti nyusahin orang lain", ujarnya, suara terdengar naik satu oktaf.
Arez, Vito dan Nicko sampai melotot menatap Felix, "oke", ujar Reina singkat padat tersenyum tipis terlihat dari mata gadis itu terpancar rasa sakit.
"Gue dan Windy mau istirahat, sudah jam 10.35", ujar Reina tanpa menatap wajah keempat cowok itu bertepatan saat Jenny dan Erin datang.
"Kalian sudah datang, yuk masuk", ajak Windy, Jenny dan Erin menautkan alis merasakan ada sesuatu yang tidak beres di antara mereka, Felix dkk keluar kamar tanpa mengatakan apa-apa, Reina masuk kedalam kamar mandi membersihkan wajah keluar tersenyum manis seperti biasa.
"Ayok istirahat malam semakin larut", ujar Reina, ketiga gadis itu menganggukan kepala.
Felix mengusap wajah kasar, menatap kaca, tatapan Reina terbayang di dalam fikirannya, cowok itu menggelengkan kepala bergegas keluar dari kamar mandi berbaring di atas tempat tidur miliknya, "lo ngak perlu kasar seperti itu Lix, Reina itu perempuan", celetuk Nicko langsung.
"Baru kali ini gue liat lo sampai ngak bisa nahan emosi Lix, lo ada masalah ?", tanya Vito.
Felix mendengus akhirnya duduk bersandar mengunakan bantal guling, "gue ngak tahu juga, emosi gua langsung terpancing tadi", ujarnya menunduk.
"Yaudah lo minta maaf sama Reina, sekarang waktunya tidur udah larut", ujar Arez, semuanya mengangguk berbaring di tempat tidur, Arez mendekati saklar lampu mematikan meninggalkan cahaya dari lampu meja belajar.
***
Amel mengusap wajah, merinding mengingat kejadian tadi terdengar jelas rintihan-rintihan kesakitan yang memilukan, wanita itu sampai menutup telinga dengan bantal mengurangi suara yang terdengar begitu jelas.
Wwwuuuussshhhh
Wangi mawar hitam menyeruak kedalam indra penciuman wanita itu, penasaran Amel keluar kamar mencoba mengikuti sumber suara yang begitu semerbak, berjalan pelan di koridor asrama khusus dosen, alis wanita itu terangkat tinggi melihat pos penjanga kosong, Amel mengangkat bahu acuh bergegas kembali mengikuti wangi semerbak yang semakin terasa.
"Tunggu, ini jalanan kecil menuju kemana sih", ujarnya menatap lorong kecil yang hanya diterangi lampu redup
"Amel, kamu ngapain ?", tanya Ben tiba-tiba membuat Amel meloncat kecil begitu kaget.
Amel melotot meminju punggung Ben kesal, "sekali lagi kamu ngagetin, aku ngak segan untuk cium kamu Ben", ancamnya.
Ben terkekeh mendekat, Amel menahan nafas melihat wajah Ben yang terlihat begitu dekat, "aku ihklas lahir batin Mel", ujarnya menjauh mengacak rambut wanita itu gemas.
"Yukk aku antar", ajak Ben mengulurkan tangan, Amel meraih, membalas genggaman pria itu, berjalan menelusuri lorong kecil yang terasa begitu panjang.
Sampai di ujung lorong keduanya membelalak kaget melihat taman yang begitu luas di penuhi mawar hitam, genggaman Amel menguat melihat jelas aura yang begitu pekat menyelimuti taman indah di depan mereka, "kita pergi dari sini Mel, perasaan aku ngak tenang", ajak Ben menarik Amel kembali keluar
Tap
Tap
Tap
Suara langkah dari seberang koridor terdengar, Ben bergegas menarik Amel bersembunyi di balik tembok, posisi keduanya terlihat intim sekarang, hidung Amel sampai menyentuh leher Ben yang tengah mengintip penjaga yang baru mengelilingi kampus setelah kejadian mengerikan tadi berhenti.
Ben menyadari posisi mereka, salah tingkah menjauhkan tubuh sedikit menatap wajah Amel yang masih terlihat begitu cantik tangan Ben terangkat mengusap wajah wanita itu, "sampai sekarang aku masih menunggu Mel", ujarnya membuat nafas Amel tercekat.
Amel tersenyum tipis tangan meraih tangan Ben yang berada di pipi mengusap, "kamu berhasil Ben", ujarnya lembut membuat pria itu membelalak kaget perlahan senyuman lebar muncul di wajah pria itu
¤¤¤¤¤
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Campus ⚡
HorrorReina Amora, gadis berparas ayu khas pribumi, salah satu yang beruntung diterima di Black Campus melalui jalur beasiswa, kehidupan damai berubah begitu saja setelah resmi menjadi mahasiswi. Tentang tiga peraturan tidak tertulis yang wajib di ikuti :...