11. K ⚡

5.3K 325 0
                                    

Semua masih terdiam, terlonjak melihat Felix tiba-tiba berdiri dari pinggir tempat tidur menatap kearah Arez, cowok itu langsung paham menganggukan kepala menatap kearah Vito dan Nicko, "kalian berdua jaga mereka bertiga, Nick genggam tangan Windy...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua masih terdiam, terlonjak melihat Felix tiba-tiba berdiri dari pinggir tempat tidur menatap kearah Arez, cowok itu langsung paham menganggukan kepala menatap kearah Vito dan Nicko, "kalian berdua jaga mereka bertiga, Nick genggam tangan Windy terus menerus", perintah Arez.

Tentu hal itu membuat ketiga gadis itu merasa bingung, Felix menatap sejenak kearah Reina yang masih menenangkan Jenny, keluar kamar, Vito kembali mengunci pintu, Felix dan Arez menuruni tangga menuju lantai satu merasa heran penjaga asrama lantai dua tidak ada di tempat atau penjaga ada di dalam ruangan pos, bahkan penjaga di lantai satu dan juga kantin terlihat tutup kedua cowok itu saling pandang menyusuri asrama.

"Gimana Lix ?", tanya Arez menghembuskan nafas lelah keliking.

Felix menggelengkan kepala dengan tatapan tajam penuh intimidasi mematap bangunan asrama, "kita gagal", ujarnya singkat mengepalakan tangan, mendengar ucapan Felix terdengar helaan nafas dari Arez kembali berjalan beriringan menuju lantai dua, kedua cowok itu tidak menyadari mahluk besar, hitam, taring panjang dengan mata merah darah mengintai dari jauh.

"Gimana ?", tanya Vito langsung setelah membuka pintu.

Kedua cowok itu menggelengkan kepala menandakan jika gadis yang bernama Fitri tidak bisa di selamatkan, "gadis yang bernama Fitri itu sudah menghilang", ucapan datar dari Felix mampu membuat yang lain merinding.

"Maksud lo gimana ?", tanya Reina masih mencoba mencerna ucapan cowok itu, Felix melirik dengan tatapan tajam membuat nyali Reina menciut begitu saja.

Arez menggelengkan kepala, "gini Fitri sudah menghilang dalam artian tidak bisa di temukan lagi, kalaupun Fitri di temukan kemungkinan besar yang kita dapatkan tinggal mayat saja".


Deg

"Hikss"


Jenny kembali terisak, "ini salah gue", ujarnya menyalahkan diri sendiri.

"Berhenti nyalahin diri sendiri Jen", ucap Nicko merasa iba.

Reina menghembuskan nafas melirim kearah Windy yang sudah tidak terlihat pucat lagi, "lo bisa tidur di sini Jen, untuk malam ini", ujar Reina lembut, Jenny menganggukan kepala masih di penuhi rasa takut.

"Yaudah ayok balik ke kamar", ajak Arez, yang lain menganggukan kepala beranjak.

"Tunggu"

Keempatnya berhenti mendengar suara Windy yang baru terdengar, "sebenarnya kalian siapa ?", tanyanya membuat ke empat cowok itu saling pandang

"Bukannya kita sudah saling kenal Win, dari remaja", celetuk Nicko menatap mata gadis itu dengan pandangan sulit di artikan.

Windy menipiskan bibir, "bukan itu maksud gue, Nick", ujarnya.

Nicko tertegun merasa sangat bahagia hanya karena gadis itu menyebut namanya, "kalian ngak perlu tahu", ujar Felix memberi kode agar mereka keluar dari kamar, Reina memutar bola mata malas jengah sendiri dengan sifat cowok itu setelah Felix dkk, Reina mengunci pintu kamar.

"Lo tidur di situ saja Jen, biar gue tidur di bawah", ujar Reina

Jenny menggelengkan kepala, "biar gue saja di bawah, gue numpang di sini", ujarnya menahan Reina.

"Kita sama-sama menumpang Jen, lo Re tidur sama gue, tempat tidur luas bisa untuk dua orang", ujar Windy.

Reina mematikan lampu meninggalkan penerangan lampu belajar saja, Reina berbaring di samping Windy menyadari sesuatu, sosok menyeramkan itu tidak muncul malam ini, bukannya sosok itu selalu muncul di mana dan kapan pun tapi kenapa malam ini sosok itu tidak menampakan sosoknya.

"Gue sampai ngak bisa tidur, gue baru pertama ngalamin hal yang mengerikan seperti ini, gimana gue tidur di kamar nantinya", ujar Jenny masih merasa ketakutan.

"Lo bisa tidur di sini Jen", ujar Windy yang sudah menutup mata namun ternyata belum tidur.

Reina menoleh ke arah Jenny, "benar, sekarang lo istirahat, lupain apa yang lo alami malam ini", ujarnya lembut menenangkan.

Ketiganya menutup mata, terlalu lelah mereka terlelap begitu saja.

Berbeda dengan keempat cowok yang sudah berada di kamar melingkar duduk di lantai menggunakan karpet sebagai alasan, "apa kita akan diam saja tanpa mengatakan apapun pada Reina dan Windy?", tanya Nicko mengeluarkan suara.

Felix menoleh dengan tatapan tajam, "ngak usah, mereka ngak perlu tahu", ujarnya.

"Menurut gue kita perlu bantuan mereka, seperti yang Nicko jelaskan malam itu Windy bisa merasakan aura jahat", ujar Vito angkat suara.

Felix menghembuskan nafas, "tapi tante Amel menyuruh gue melindungi Reina, kalau kita memberi tahu sama saja menyeret dia dalam bahayac", ujarnya.

"Gini, kita minta bantuan Windy saja, ngak usah Reina, dengan begitu kita juga lebih mudah melindungi Reina jika kita kerja sama dengan Windy", usul Nicko.

Yang lain terdiam mencoba berfikir menganggukan kepala sepakat, mereka tidak tahu, Reina punya kemampuan yang paling mereka butuhkan untuk memecah misteri di dalam kampus, kemampuan yang mampu melihat makhluk tak kasar mata.

¤¤¤¤¤

Black Campus ⚡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang