20. S⚡

4.9K 288 2
                                    

Amel keluar dari kamar asrama sudah rapi dengan pakaian sopan hendak menuju kampus mengajar, langkahnya terhenti melihat beberapa dosen berdiri di depan satu kamar paling pojok penasaran wanita itu mendekat dengan alis terangkat tinggi, "pak Ari, ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Amel keluar dari kamar asrama sudah rapi dengan pakaian sopan hendak menuju kampus mengajar, langkahnya terhenti melihat beberapa dosen berdiri di depan satu kamar paling pojok penasaran wanita itu mendekat dengan alis terangkat tinggi, "pak Ari, ini ada apa ? Ngapain kumpul di sini?", tanyanya mengagetkan para dosen yang tengah berkumpul di sana.

"Itu bu Amel, pak Asuma kambuh lagi, sudah 8 bulan lamanya pak Asuma jatuh sakit, ngak bisa duduk seperti ini, setiap malam jumat beliau selalu merintih kesakitan", ujar pak Ari

Deg

Jantung Amel berdetak tidak karuan, 8 bulan, sebelum pendaftaran mahasiswa baru pak Asuma dalam kondisi seperti ini, jadi siapa yang ada di ruangan direktur menyambut kedatangannya dan Ben waktu itu, penasaran dengan kondiri pak Asuma, Amel menyeruak sedikit mengintip membelalak kaget terlihat pak Asuma berbaring di tempat tidur dengan tubuh kaku tidak bisa di gerakan.

Amel mundur berapa langkah begitu shok, fikirannya tertuju pada pak Asuma yang selalu ada di dalam ruangan direktur utama, wanita itu memijit pelipis yang terasa mau pecah sekarang, baru kali ini wanita itu menghadapi sesuatu yang begitu rumit, "Pak Ari, jadi siapa yang ada di ruangan direktur utama mirip sekali dengan pak Asuma ?", tanyanya membuat wajah pak Ari berubah pucat spontan menggelengkan kepala enggan memberi jawaban.

Amel mengatupkan bibir tentu tidak memaksa, firasatnya benar Reina tidak akan bisa menghadapi apa yang terjadi di kampus sendirian, bahkan wanita itu pun sekarang terlihat sangat grustasi, Ben datang mengusap punggung wanita itu menenangkan di sertai senyuman tipis yang terlihat di wajah.

Sedangkan di depan ruangan direktur utama Jenny dan Felix sudah berdiri di sana, di belakang mereka ada Windy, Reina, Erin dan ketiga sahabat Felix, spontan Jenny yang ketakutan meraih lengan Felix sebelum melangkah kedalam, cowok itu melirik menghembuskan nafas menggengam tangan gadis itu.

Reina membasahi bibir menunduk menatap sepatunya, rasa sesak tiba-tiba menyelimuti hati gadis itu sekarang, kenapa begitu sakit ? Padahal tidak ada kisah asmara di sini.

Ceklekk

Wuuuussssshhhhhh

Angin berhembus keluar dari ruangan membuat buku kuduk meremang, Reina membelalak kaget melihat di dalam ruangan pak Asuma terlihat mahluk gelap, tinggi, taring panjang dengan mata menyala, Reina mengepalkan tangan kuat energi di tubuhnya terasa tersedot begitu saja tidak sengaja bersitatap dengan mahluk itu.


"Pergi"


Satu kata yang keluar dari pak Asuma yang duduk membelakangi Jenny dan Felix, keduanya menautkan alis bergegas keluar dari ruangan menutup kembali pintu dengan perasaan bingung tidak mengerti.

"AAAAAARRRRGGGGGGHHHHH".

Bughhhh

Reina jatuh pingsan setelah mendengar raungan keras dari dalam ruangan pak Asuma di tambah energi miliknya terasa terkuras sekarang.

"REINA"

Felix membelalak kaget, Arez yang hendak mengangkat tubuh gadis itu berhenti begitu saja saat Felix langsung mengambil alih menggotong tubuh gadis itu membawa keruangan kesehatan terdekat, sampai di sana Felix membaringkan tubuh Reina pelan mengenggam tangan gadis itu yang terasa dingin, Felix menguatkan genggaman seakan menyalurkan energi yang dia miliki.

Windy sudah menangis ketakutan melihat kondisi Reina sekarang, begitu kalut, Nicko dan Vito berusaha menenangkan, Arez diam berkonsentrasi menatap sekeliling meminta Jenny dan Erin agar tidak melamun.

Beberapa menit perlahan tangan Reina kembali menghangat, mata gadis itu terbuka, Felix melepas genggaman, mata Reina meneliti ruangan meringis duduk menatap Windy, tersenyum tipis, "gue ngak apa-apa", ujarnya lembut seperti biasa, ekor mata melirik ke arah Felix yang sama sekali tidak memperhatikan kearahnya, Reina menghembuskan nafas membuang perasaan sesak di dalam hati.

"Kita kembali ke asrama yuk, hari ini kita membolos saja", ajak Windy, Reina menganggukan kepala mennyodorkan tangan meminta gadis itu memapah.

"Biar kita antar Re", ujar Arez yang berdiri di samping Felix, gadis itu mendongak malah menatap wajah Felix menggelengkan kepala, "kalian masuk kelas maaf merepotkan gue balik bareng Windy, Jenny dan Erin juga masuk kelas", ujarnya lembut namun terdengar begitu lirih.

Windy memapah Reina keluar dari ruang kesehatan melangkah pelan kembali ke kamar asrama, Felix dkk menatap punggung kedua gadis itu yang semakin lama semakin mengecil di koridor menuju asrama, "kekelas", ujar Felix terasa begitu dingin membuat yang lain menautkan alis bingung melihat perubahan mood cowok itu yang tiba-tiba.

Mengangkat bahu acuh mereka berjalan beriringan menuju kelas begitupun dengan Jenny dan Erin melangkah menuju kelas masing-masing, mereka tidak menyadari kepalan tangan Felix menguat sampai kuku terlihat memutih,  rahang mengeras, tatapan menajam ke depan seakan menembus semua yang ada di depan mata.

Tidak ada yang tahu dada cowok itu bergemuruh, berusaha menahan amarah yang tiba-tiba terpancing dari dalam sana.

¤¤¤¤¤

Black Campus ⚡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang