Windy membuka mata setelah beberapa menit tidak ada sautan dari Reina, gadis itu menipiskan bibir menatap Reina tersenyum tipis, tatapan Windy menyendu begitu saja mengira Reina sama saja dengan yang lain tidak percaya dengan omongannya mengatakan dia hanya orang gila dan aneh, gadis yang tidak pantas hidup di dunia, Windy beranjak menarik koper mendekati salah satu lemari tepat di samping tempat tidur sebelah kiri.
"Gue percaya dengan apa yang lo katakan Win, gue diam bukan karena menghina, gue diam dan tersenyum karena sekarang gue bertemu orang yang sama menderitanya sama gue", ujarnya lirih membuat Windy berhenti merapikan baju spontan menoleh dengan mata membelalak.
Reina masih tersenyum mengambil semua pakaian di dalam koper dan menyusun kedalam lemari, "gue bisa melihat mahluk tak kasat mata Win, sejak gue berumur 14 tahun, gue beranggapan kecelakaan yang mengambil nyawa mama memicu munculnya kemampuan aneh yang gue miliki tapi ternyata bukan, kemampuan yang gue miliki sudah turun temurun akan terbuka saat umur memasuki 14 tahun", ujarnya begitu lirih masih merapikan pakaian di dalam lemari.
Windy masih terdiam mencerna pengakuan gadis itu kembali merinding menoleh kesana kemari merasakan aura yang berbeda tiba-tiba terasa di dalam kamar, tentu Reina yang bisa melihat terbelalak spontan melompat ke arah ranjang yang Windy tempati menatap sosok perempuan yang tadi muncul di lapangan kini menampakan wujud, Reina menahan nafas menatap bertapa mengerikan sosok di sana, bola mata terlihat keluar, wajah hancur sebelah, darah mengalir membasahi sebagian dari tubuh sosok itu, mulut yang telihat robek sampai ke telinga.
"Tolonggg"
"AAAAAAAAAAA"
Reina spontan teriak menutup mata melihat bola mata sosok di sana terjatuh kelantai, Windy ikut berteriak ketakutan memeluk tubuh yang terasa mati rasa sekarang apa lagi sangat jelas terdengar suara lirih dari sosok yang Reina lihat, baru kali ini Windy mendengar suara dari mahluk tak kasat mata, biasanya gadis itu hanya mampu merasakan.
Tok
Tok
Tok
Kedua gadis itu saling pandang, Reina diam-diam melirik kearah sosok tadi menghembuskan nafas lega melihat sosok tadi sudah menghilang, Reina beranjak mempuka pintu manautkan alis melihat tiga cowok tampan berdiri di depan kamar.
"Ada apa ya ?", tanya Reina bingung.
Ketiga cowok tampan itu saling pandang, "maaf kita mendengar orang minta tolong dari arah kamar kalian, kita bertiga penghuni kamar tepat di hadapan kalian", ujar salah satunya merasa bingung, Windy ikut keluar membelalak melihat ketiga cowok itu, aura kuat terlihat memancar dari ketiga cowok di depan kamar.
"Oh mungkin kalian salah dengar", ujar Reina kikuk
"Mungkin saja, oh iya kenalin gue Vito, ini sahabat gue Arez dan yang wajahnya datar kek tembok namanya Felix, kita bertiga jurusan teknik elektro", ujarnya Vito ramah.
"Reina"
"Windy".
Ujar keduanya memperkenalkan diri bergantian menjabat tangan ketiga cowok itu, "kok tangan lo dingin bangat", celetuk Arez yang terlihat bingung dengan hawa dingin dari tangan Windy.
"Eh gue habis megang air tadi di dalam", ujarnya berbohong, Felix menautkan alis bingung tahu jika gadis itu tengah berbohong.
"Yaudah kalau begitu gue dan yang lainnya mau ke kelas dulu sudah jam 11, kita ada mata kuliah", ujar Vito pamit bergegas pergi.
Reina dan Windy menghembuskan nafas, "ketiga cowok tadi punya aura berbeda Rein, aura ketiganya begitu kuat sampai rasa dingin di tubuh gue menghilang begitu saja setelah dekat dan berjabat tangan dengan mereka", ujar Windy.
Reina menoleh menyeritkan kening, "kok bisa ada aura yang begitu ?", tanyanya penasaran, Windy menghembuskan nafas tersenyum tipis, "yang gue lihat aura kuat itu berasal dari cowok yang ngak punya ekpresi, kayaknya aura turun dari kakek buyutnya, kedua cowok lainnya hanya terikat dengan aura cowok tanpa ekpresi tadi sehingga aura kedua cowok tadi ikut menguat", jelasnya.
"Terikat ? Maksud lo ?", tanya Reina benar-benar bingung membuat kekehan Windy terdengar memperlihatkan wajah cantiknya.
"Aura menyebar dari cowok tanpa ekpresi tadi karena ketiga cowok itu sudah bersama sejak lama, saling sayang layaknya saudara sendiri, lo paham kan", ujar Windy.
Reina menganggukan kepala akhirnya mengerti, selesai membereskan barang, keduanya keluar dari kamar menuju ruang kelas masing-masing setelah waktunya tiba, pihak kampus memang sengaja mengatur jadwal mahasiswa baru di waktu siang agar ada waktu untuk membereskan barang masing-masing yang baru di ambil dari rumah pagi harinya oleh pihak kampus juga yang tinggal di kosan.
Sosok mengerikan itu kembali muncul menatap kosong ke arah depan dengan tatapan penuh amarah, benci dan dendam menjadi satu.
¤¤¤¤¤
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Campus ⚡
HorrorReina Amora, gadis berparas ayu khas pribumi, salah satu yang beruntung diterima di Black Campus melalui jalur beasiswa, kehidupan damai berubah begitu saja setelah resmi menjadi mahasiswi. Tentang tiga peraturan tidak tertulis yang wajib di ikuti :...