Suasana kampus seperti biasa bahkan tidak ada satu orang pun yang menyadari hilangnya Fitri, Reina menatap sekeliling merinding melihat semua mahasiswa menggunakan pakaian serba hitam polos bahkan para dosen yang berlalu lalang di koridor, Reina berjalan di koridor menuju kelas berhenti sejenak melihat di koridor seberang ada Windy dan Felix dkk, Reina mengangkat bahu acuh melanjutkan langkah.
Sejujurnya gadis itu benar-benar merasa aneh soal sosok mengerikan yang sama sekali tidak menampakan diri dari semalam, Reina duduk di bangku kosong setelah sampai di dalam kelas, seorang dosen masuk kedalam ruang kelas tentu raut wajah sedih dosen di depan membuat Reina menautkan alis bingung.
Windy menghembuskan nafas menatap keempat cowok yang masih berdiri di hadapannya, "jadi ?", tanyanya setelah mendengar penjelasan dari mereka.
"Lo mau bantuin kita kan", ujar Nicko penuh harap.
Windy memijit pelipis, "kalian salah minta bantuan, gue hanya bisa merasakan aura jahat, tapi gue ngak bisa melihat langsung, gue mau bantu kalian tapi Reina juga harus ikut", ujarnya.
"Ngak, Reina ngak perlu ikut__", ujar Felix langsung terpotong dengan perkataan Windy yang membuat keempat cowok itu terbelalak.
"Reina seorang indigo", ucap Windy.
"HAH"
Teriak Arez, Vito dan Nicko kompak, sedangkan Felix kembali menampilkan wajah datar, "gue duluan kalau kalian sepakat nanti malam langsung saja ke kamar kami", lanjut Windy bergegas pergi.
Windy menghembuskan nafas berhenti melihat Jenny, Windy mendekat, "lo ada masalah Jen ?", tanyanya bingung melirik kearah ruangan direktur kampus.
Jenny tersenyum tipis, "gue di panggil karena sekarang gue punya teman sekamar, gue di minta balik ke asrama nunggu teman sekamar gue", ujarnya membuat Windy membelalak tidak percaya.
"Hah kok bisa bukannya mahasiswi di sini pas ya", ujarnya bingung menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
Jenny tersenyum tipis, "katanya mahasiswi baru masuk, cadangan waktu penerimaan mahasiswa di sini", ujarnya.
Windy menipiskan bibir, tentu merasa aneh, bukannya cadangan masuk jika ada yang mundur saat pengumuman, "oh gitu, yaudah kalau gitu gue duluan ya mau ke perpustakaan", pamit Windy bergegas pergi meninggalkan Jenny yang masih berdiri di sana.
Reina keluar dari kelas dengan badan yang lemas entah kenapa energinya benar-benar terkuras saat ini, "Reina Amora", gadis itu tersentak menoleh menatap dosen yang tadi mengajar di kelas sudah berdiri di sampingnya tersenyum tipis.
"Eh kenapa pak ? Ada yang bisa saya bantu", ujarnya ramah.
Dosen itu mengeluarkan sebuah buku membuat Reina menautkan alis tinggi, "ini untuk kamu, hadiah dari bapak karena nilai kamu bagus di mata kuliah bapak, sekali lagi selamat", ujarnya.
"Makasih pak", ujar Reina menerima buku itu walaupun merasa sangat aneh.
Dosen itu pergi setelah Reina menerima pemberiannya, penasaran gadis itu mengintip, "wah ternyata novel", ujar gadis itu senang membaca judul di sana.
"Gadis pilihan", baca Reina di sampul buku.
Reina tersenyum kembali melangkah, gadis itu berhenti mengatur nafas merasa sangat lelah padahal baru beberapa langkah, "kok gue capek bangat ya", gumamnya bersandar di dinding menatap nanar tangga yang harus dia lewati
Reina menutup mata sejenak, tersentak merasakan tangan kanannya di genggam seseorang, spontan gadis itu membuka mata melihat tanganya sebelum mendongak menatap wajah datar milik Felix, "ayo", ujar Felix, Reina menganggukan kepala merasa energi mengalir di dalam dirinya, rasa lemas tidak terasa lagi.
Awalnya Reina bingung dengan apa yang terjadi namun mengingat perkataan Windy soal aura milik cowok itu gadis itu langsung paham, Reina tersenyum membalas menggengam tangan Felix yang terasa begitu pas di tangannya, cowok itu tersentak menatap ke arah bawah sebelum memalingkan pandangan kearah lain.
Sampai di asrama Felix melepas genggaman tangan berjalan beriringan menuju lantai dua, "makasih Lix atas bantuannya", ujar Reina tersenyum tipis membuka pintu kamar, Felix mengangguk masuk kamar, Reina belum masuk kedalam dua orang gadis mendekat salah satunya adalah Jenny.
"Re, kenalin ini teman sekamar baru gue namanya Erin", ujar Jenny.
Reina menautkan alis menatap wajah cantik di sebelah Jenny, "oh iya gue Reina", ujarnya mengukurkan tangan yang langsung di jawab dengan senyuman ramah.
"Erin", ujarnya menyambut uluran tangan gadis itu.
"Ayo masuk", ajak Reina.
Jenny dan Erin menggelengkan kepala kompak, "kita mau beres-beres kamar Re, gue sudah cerita sama dia soal kejadian semalam", ujar Jenny.
Reina menganggukan kepala menatap kedua gadis itu pergi menjauh, setelah punggung kedua gadis itu menghilang Reina baru masuk kedalam kamar, meletakan tas di atas meja belajar, mengunci pintu bergegas membersihkan tubuh yang terasa lengket, hanya beberapa menit gadis itu keluar dengan piyama berwarna coklat yang terlihat kebesaran di tubuh gadis itu berbaring mengambil novel 'gadis pilihan' membaca dengan serius.
¤¤¤¤¤
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Campus ⚡
HororReina Amora, gadis berparas ayu khas pribumi, salah satu yang beruntung diterima di Black Campus melalui jalur beasiswa, kehidupan damai berubah begitu saja setelah resmi menjadi mahasiswi. Tentang tiga peraturan tidak tertulis yang wajib di ikuti :...