27. Z⚡

4.7K 285 3
                                    

Reina dan Felix duduk bergabung, yang lain menghembuskan nafas lega menatap kearahnya, Felix meraih tangan Reina menggengam gadis itu, tentu hal itu membuat Reina merasa kaget namun enggan mempertanyakan membiarkan cowok itu menggengam tangannya, ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Reina dan Felix duduk bergabung, yang lain menghembuskan nafas lega menatap kearahnya, Felix meraih tangan Reina menggengam gadis itu, tentu hal itu membuat Reina merasa kaget namun enggan mempertanyakan membiarkan cowok itu menggengam tangannya, "oh iya pak sejak kapan pak Mamat kerja di sini ?", tanya Vito.

"Hm sudah 6 tahunan", ujarnya membuat yang lain melongo.

"Wah pantas bapak terlihat biasa saja dengan suara-suara yang sering terdengar di tambah suasana horor kampus", ujar Erin seperti biasa mengeluarkan perkataan spontan.

Jenny meringis menggelengkan kepala, "yang lain masih keliling pak ?", tanyanya mencoba mengalihkan.

Pak Mamat menganggukan kepala, "kita gantian keliling nanti setelah yang lain sampai, kita yang giliran keliling", ujar pak Mamat membuat mereka menganggukan kepala.

"Kalau boleh tahu pak Mamat tahu ngak awal munculnya suara-suara mengerikan menjelang magrib?", tanya Nicko.

Wajah pak Mamat langsung berubah Reina menaikan alis curiga tanpa sadar membalas genggaman Felix membuat cowok itu tersentak melirik, "saya ngak ingat tapi suara-suara itu mulai terdengar lima tahun terakhir tepat waktu saya setahun bekerja di sini", ujarnya kembali tersenyum.

"Kalau satpam yang paling lama berkerja di sini siapa kalau boleh tahu pak ?", tanya Windy penasaran membuat pak Mamat terkekeh.

"Oh tentu bapaknya Joni, pak Tejo 10 tahun kerja di sini, itu alasan Joni mengantikan ayahnya untuk sementara, tapi katanya Joni sudah di angkat sebagai satpam, pak Tejo sekarang di alihkan sebagai penjaga asrama tingkat satu lantai dua", jelas pak Mamat.

Semuanya menautkan alis bingung, "lah sekarang pak Tejonya kemana pak ?", tanya Vito bingung

Pak Mamat tersenyum, "kata Joni beliau izin pulang kampung istrinya sakit, sudah 8 bulan lamanya beliau belum kembali, pak Asuma tidak mencari pengganti, itu alasan Joni mengambil alih dua kerjaan sekaligus", ujarnya masih menampilkan senyuman.

Semuanya kembali diam saling pandang, "kalau gitu kita balik pak, jangan bosan ya pak kalau kita datang ke sini nongkrong", ujar Arez terkekeh membuat pak Mamat menganggukan kepala tersenyum.

Mereka sudah beranjak meninggalkan pos Reina yang berjalan paling belakang berhenti merasakan ujung tasnya di tarik, mata Reina membelalak spontan meraih tangan Felix yang tadi melepaskan genggaman, cowok itu menoleh menautkan alis melihat pak Mamat menahan tas Reina, "ada apa ya pak ?", tanya Felix menarik Reina mendekat yang lain berhenti dari kejauhan menunggu.

Pak Mamat mematap membasahi bibir bawah terlihat gelisah menatap ke arah Reina tersenyum tipis, "tolong anak saya", ujarnya.

Deg


"Maksud pak Mamat apa ?", tanya Reina berdiri di samping Felix bingung, genggaman di tangan cowok itu sudah terlepas.

"Suara tangisan setiap malam yang kalian dengar salah satu adalah tangisan anak saya", ujarnya lirih.


Ddduuuuaaarrrr


Reina dan Felix saling pandang, kompak menatap wajah kesedihkan pak Mamat, "orang yang pertama hilang secara misterius di kampus adalah anak saya", lanjutnya dengan suara bergetar.

Reina kembali terbelalak melihat sosok mengerikan muncul di samping pak Mamat, bola mata yang hampir keluar, wajah rusak sebagian darah mengalir membasahi tubuh sebagian, penampilannya masih sama mengerikan saat pertama dan sebelum-sebelumnya menampakan diri, Reina kini paham sosok yang sering muncul di hadapannya meminta tolong, anak dari satpam kampus, pak Mamat.

Reina tersenyum tipis memdekati pak Mamat mengusap punggung pria itu lembut, "doakan pak, kami sementara mencari tahu cara menyelamatkan semuanya", ujarnya pelan agar tidak ada yang bisa memdengarkan selain pak Mamat

Pria itu tersenyum menganggukan kepala meraih sebuah buku kecil dari dalam kantong seragam, "semoga ini bisa membantu", ujarnya menyodorkan buku kecil itu,Reina tersenyum menerima, pamit meninggalkan pos satpam berjalan beriringan menuju asrama.

Sampai di asrama mereka berkumpul di kamar Reina dan Windy penasaran dengan apa yang Reina bawa dari sana, terlihat Reina menghembuskan nafas membuka tas mengeluarkan boneka santet dan juga buku pemberian pak Mamat, semuanya melongo menatap ngeri, "pak Asuma", gumam Nicko membaca nama di belakang boneka itu.

"Jangan bilang ini alasan pak Asuma sakit", lanjutnya menatap yang lain.

"Lo bisa liat sendiri Nic", celetuk Jenny gemas sendiri menggelengkan kepala.

"Pertanyaannya siapa di antara mereka yang melakukan ini semua?", tanya Vito angkat bicara mencoba berfikir keras.

"Mana kita tahu Vito, kalau kita tahu tidak mungkin kita lakukan penyelidikan malam ini", ucap Erin seperti biasa mengeluarkan perkataan yang tidak pernah di fikir dulu.

Semua kembali terdiam dengan fikiran masing-masing, sebenarnya Reina sudah mencurigai seseorang namun enggan membicarakan dengan yang lainnya, yang harus dia lakukan terlebih dahulu memberikan boneka ini pada Amel agar bisa di simpan baik-baik menghindari kemungkinan yang akan terjadi kedepannya.

¤¤¤¤¤

Black Campus ⚡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang