Reina berlari kecil di koridor menuju ruang kelas, mengatur detak jantung yang sudah tidak karuan, Reina yakin dengan apa yang dia dengarkan tadi suara jeritan memilukan dari area terlarang tadi.
Brugh
"Auhhhhh", jerit Reina merasakan sakit tepat di pantat jatuh di koridor, gadis itu berdiri membersihkan pakaian menatap gadis yang dia tabrak tengah menatap Reina dengan tatapan kosong.
"Maaf", ujar Reina menautkan alis melihat gadis itu.
Gadis itu menganggukan kepala tanpa ekpresi pergi begitu saja, Reina menatap mengikuti langkah gadis itu membelalak melihat jelas mahluk besar dengan taring panjang mata menyala tengah terlihat merengkuh tubuh gadis itu, Reina terperanjat menyadari jika gadis tadi sudah belok, penasaran Reina berlari mencari namun tidak ada tanda-tanda kehadiran gadis itu.
"Ngapain ?", tanya Felix.
Reina hampir menjerit melirik ke arah cowok itu, "ngagetin lo, kalau muncul jangan tiba-tiba, tadi gue li__ eh ngak ada", ujarnya hampir keceplosan menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
Felix hanya diam menganggukan kepala bergegas pergi, Reina mengikut dari belakang tanpa sadar cowok yang berjalan di depannya terlihat tersenyum tipis memperlambat langkah kaki.
Reina masuk kedalam kelas duduk di kursi kosong membuka buku menautkan alis melihat kertas terselip di sana, gadis itu membuka menahan nafas melihat tulisan merah darah di sana.
"Tolongg, hanya kau yang bisa menolong kami"
"Gue ? Kenapa gue ?", gumamnya bertanya pada diri sendiri mengangkat bahu acuh menatap kedepan memperhatikan dosen yang baru saja masuk kedalam kelas, anehnya dosen di depan tengah memperhatikan Reina dengan pandangan sulit di artikan dari arah pintu sampai di meja dosen.
Windy keluar dari kelas menghembuskan nafas memijit pelipis merasakan sakit di kepala, melangkah pelan menuju kantin umum kampus, langkah kakinya berhenti tepat di tangga, bulu kuduk meremang, pergelangan kaki terasa dingin seperti ada yang tengah memegang, Windy mencoba menguasai diri menarik kakinya paksa berlari ke bawah ketakutan terpeleset di anak tangga ke tujuh
"Aaaaaaaaaaa"
Mata Windy tertutup pasrah, sebelum tubuhnya menghantam lantai seorang cowok muncul menarik gadis itu kedalam pelukan, perlahan gadis itu membuka mata membelalak melepaskan pelukan melihat siapa cowok di sana, "Arez", gumamnya.
"Lo ngak apa-apa ?", tanya Arez.
Windy menghembuskan nafas menganggukan kepala mencoba tersenyum tipis, "makasih, ayok ke kantin biar gue yang traktir", ajak gadis itu meraik lengan cowok itu menarik menuju ke arah kantin.
Felix, Vito, dan Chiko melihat dari jauh, "Cik, lo aman ?", tanya Vito meringis melihat wajah masam cowok itu.
"Gue ngak masalah, siapapun yang bersama Windy kedepannya ngak ada masalah bagi gue, yang penting gadis itu bisa terima maaf gue dan tidak menghindari kehadiran gue itu sudah cukup", lirihnya.
"Lo nyerah gitu saja ?", tanya Felix tiba-tiba membuat kedua cowok itu menoleh menatap, Chiko terdiam tidak membalas termenung
Vito meringis pelan, Felix hanya menatap dengan wajah datar beranjak menuju kantin umum mengisi perut yang terasa keroncongan.
***
Amel mengusap peluh keringat di wajahnya, mengatur nafas, menangis pelan, tenggorokan terasa kering mematap jam dinding sudah menunjukan pukul 10.00 siang, mimpi itu terasa begitu nyata, wanita itu meraih ponsel di atas nakas mencoba menghubungi Reina dengan perasaan cemas tidak karuan.
"Nomor yang anda tuju tidak bisa di hubungi cobalah beberapa saat lagi"
"Reina, semoga kamu ngak apa-apa di sana, mahluk di mimpi tante terlihat sangat nyata Rei, kamu baik-baik di sana, semoga kamu berhasil Rei, maafin tante kali ini tidak bisa membantu kamu menyelesaikan masalah gaib", gumamnya beranjak turun dari tempat tidur mengambil minuman di meja rias meneguk sampai habis.
Setelah selesai wanita itu meraih ponsel membuka mencari menghubungi orang di seberang sana yang sejak dari awal Reina masuk kampus Amel selalu berkomunimasi dengannya
"Halo tante"
"Halo, tante minta tolong jaga Reina baik-baik, tante semakin cemas sekarang, tante mimpi soal mahluk di kampus kalian, kamu juga hati-hati di sana", ujar Amel memperingati.
"Baik tante".
"Yaudah sudah dulu ya, tante mau siap-siap ke kantor, sekali lagi makasih sudah mau menjaga keponakan tante", lanjut Amel mematikan panggilan sepihak.
Amel mengambil handuk masuk kedalam kamar mandi membersihkan tubuh, tidak menyadari bahwa mahluk yang telah muncul di dalam mimpi wanita itu terlihat memantul di kaca beberapa detik sebelum kembali menghilang, firasat Amel tidak pernah melenceng dari dulu, bahkan kecelakaan yang di alami mama Reina sudah di prediksi wanita itu hanya saja mama Reina waktu itu berkata kematian sudah di atur sebelum lahir ke bumi, sekuat tenaga berusaha menghidar, kematian akan tetap mendatangi kita di waktu yang sudah di tentukan.
¤¤¤¤¤
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Campus ⚡
HororReina Amora, gadis berparas ayu khas pribumi, salah satu yang beruntung diterima di Black Campus melalui jalur beasiswa, kehidupan damai berubah begitu saja setelah resmi menjadi mahasiswi. Tentang tiga peraturan tidak tertulis yang wajib di ikuti :...