15. O⚡

5.1K 320 2
                                    

Semua saling pandang merasa bingung dengan dua pertanyaan dari direktur utama tentang hari lahir sesuai kalender jawa dan mempertanyakan kesucian dengan terang-terangan, bukankah itu adalah hal yang aneh untuk di pertanyakan, soal kehidupan sosial...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua saling pandang merasa bingung dengan dua pertanyaan dari direktur utama tentang hari lahir sesuai kalender jawa dan mempertanyakan kesucian dengan terang-terangan, bukankah itu adalah hal yang aneh untuk di pertanyakan, soal kehidupan sosial mungkin itu hal yang wajar di pertanyakan untuk para mahasiswa agar bisa mencari siapa yang benar-benar layak mendapatkan beasiswa kampus.

"Kita akan cari tahu semuanya, kalau gitu kita pamit ke kamar, sudah larut, pak Joni bisa kembali datang menegur kalau kita masih di sini", ujar Felix akhirnya.

Arez, Vito dan Nicko menganggukan kepala bergegas keluar dari kamar kembali ke kamar mereka, Reina mengunci pintu masuk ke dalam kemar mandi mencuci kaki sebelum keluar, "kaliam satu ranjang ngak masalah kan?", tanya Reina menatap Jenny dan Erin bergantian.

"Ngak masalah Re, santai saja, kita yang merasa ngak enak numpang di kamar kalian", ujar Erin menggaruk tengkuk yang tidak gatal.

"Santai saja, kalian lihat sendiri luasnya kamar, bahkan bisa menampung enam orang", ujar Windy terkekeh.

Kedua gadis itu menganggukan kepala merebahkan tubuh, Reina mematikan lampu menyisakan lampu belajar saja, beberapa menit bergaring keempatnya sudah masuk kealam mimpi.

Amel yang sudah terlelap di kamar gelisah di dalam tidur, keringat dingin membasahi tubuh, nafas tersenggal-senggal, semakin lama kegelisahan wanita itu semakin menjadi-jadi.


"REIINAAA"



Teriaknya terbangun menghembuskan nafas menyeka keringat, tubuh bergetar menggelengkan kepala terisak diam-diam, "ngak, Reina ngak akan mampu melawan mahluk di kampus sendirian, mahluk itu__", nafas wanita itu terasa tercekat tidak sanggup melanjutkan ucapannya mengambil gelas berisi air putih yang ada di nakas meneguk sampai habis.

Amel terlihat berfikir sekarang, "aku ngak akan biarin mahluk itu mengambil Reina, di mimpiku Reina adalah santapan spesial yang akan di sajikan paling terakhir, Reina tidak akan mungkin bisa menghadapi sendirian, aku harus menyelinap masuk kedalam kampus, harus", ujarnya penuh keyakinan meraih ponsel di samping gelas, mencari nomor menekan telephone.

"Halo?"

"Ben, kamu atur permintaan aku di kantor tadi, aku harus menyelinap masuk ke Black Campus sebagai dosen, keponakanku tidak bisa menghadapi sendirian di sana, Ben", ujar Amel terdengar begitu cemas.

Ben di seberang sana terdiam sejenak, "baik Mel, aku akan mengaturnya, lusa aku jamin kamu sudah bisa masuk kesana sebagai dosen tapi ada satu syarat Mel", ujar Ben.

Amel menaikan alis bingung, "apa syaratnya Ben ?", tanyanya terdengar penasaran.

Ben mengulum bibir di seberang menahan senyuman, "aku ikut bersama kamu menyelinap masuk kesana sebagai dosen", ujarnya.

Amel membelalak mendengar syarat dari pria itu, "baik Ben, lakukan sesuka kamu, asal aku bisa menyelinap masuk ke kampus itu", ujarnya menyetujui persyaratan pria di seberang sana sebelum mematikan panggilan sepihak, Amel menautkan alis bingung mendapat pesan dari Ben.

Ben : siap - siap besok kita berangkat ke Black Campus.

Amel : bukannya lusa ?

Ben : aku sudah mengurus semuanya tadi pagi, setelah mendengar keinginan kamu, aku tahu cepat atau lambat kamu akan memintaku untuk mengurus semuanya

Amel : makasih banyak Ben atas bantuan kamu

Ben : santai Mel, apapun untuk kamu.


Amel terdiam membaca pesan Ben, menghembuskan nafas, Ben salah satu pria yang menyukai Amel, hanya saja pria itu berbeda dia tidak melakukan sesuatu yang berlebihan yang biasa pria lain lakukan untuk menarik perhatian Amel.

Wanita itu menggelengkan kepala mengusir fikiran-fikiran tentang Ben, menyiapkan keperluan besok, Amel mendekati lemari membuka perlahan, membuka laci kecil yang ada di sana, mengambil sebuah kalung dengan liontin berbentuk bunga yang indah.

"Aku akan menjaga amanat kamu kak, Reina akan aku anggap sebagai anak kandungku sendiri, makasih sudah mempercayakan anak cantik kakak padaku, aku akan melindunginya seperti kakak melindunginya dulu, sekarang giliran Amel yang maju, tidak ada satupun makhluk tak kasat mata yang berani mengambil Reina kak, aku akan menjamil hal itu", gumamnya mengenggam kalung di tangannya, ingatan Amel tertuju dimana kecelakaan itu terjadi.

"Kak, jangan pergi kak, Firasat amel ngak bagus", ujar Amel mencoba menahan kakaknya, Anisa.

"Dek, jangan khawatir kematian sudah di atur sebelum kita lahir kebumi, bagaimanapun kita menghidanr kematian akan mendatangi sesuai dengan ketentuan dari_Nya", ujar Anisa lembut mengusap pundak Amel.

Amel terdiam sejenak, "tapi kak__", ucapan Amel berhenti melihat senyuman damai dari Anisa, nafas Amel tercekat menggelengkan kepala.

"Jangan bilang kakak___", ujarnya lagi tidak sanggup melanjutkan.

Anisa masih tersenyum menganggukan kepala, "kakak akan melakukan apapun agar Reina tetap selamat, kamu tahu bagaimana berharganya Reina bagi kakak, dia alasan kakak masih bertahan sampai sekarang, dek, apapun akan kakak lakukan bahkan melawan mahluk yang menginginkan Reina", jelas Anisa.

Amel tentu tidak bisa mengatakan apa-apa waktu itu, pengorbanan Anisa menyelamatkan kehidupan Reina.

¤¤¤¤¤

Black Campus ⚡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang