_Vote dulu sebelum membaca_
* * * * *
_Happy Reading_
•
•
•
Seorang pemuda manis sedang tergesa gesa bangun dari tempat tidurnya, dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 6.30 pagi, ia terlambat, pikirnya.
"Astaga ... udah telat, gue harus cepet, nanti dimarahin lagi," ucap pemuda manis yang bernama Nakamoto Jaemin.
Jaemin segera bergegas mandi dan memakai seragam sekolahnya. Setelah siap, ia segera turun dari kamarnya yang berada di lantai dua dan langsung berlari menuju dapur.
"Lama banget sih lo?! Gue hampir telat gara-gara lo tau nggak!" bentak Xiaojun, anak sulung keluarga Nakamoto yang sedang menunggu di meja makan.
"Maaf, Kak ... tadi Nana bangun kesiangan."
"Ck! Cepet sana buat sarapan, nanti yang lain keburu turun, lo juga yang kena marah sama Ayah."
Jaemin mengangguk dan segera membuat sarapan untuk keluarganya.
• • •
Keluarga Nakamoto sedang sarapan di ruang makan mereka, semuanya hening, tak ada perbincangan sedikit pun. Mereka hanya sedang fokus dengan makanan masing-masing, sampai kepala keluarga membuka suara.
"Dejun, kamu berangkat kuliah sama siapa?" tanya Yuta kepada anak sulungnya.
"Sama Hendery, yah. Emangnya kenapa Ayah nanya gitu? 'Kan biasanya juga Dejun sama dia." Ucap si sulung.
"Tidak apa-apa, memangnya Ayah tidak boleh bertanya dengan anak Ayah?" Yuta terkekeh pelan.
"Boleh lah, yah. 'Kan udah Dejun jawab tadi." Sahut Dejun ikut terkekeh.
"Kalau Renjun sama Taro berangkat sama siapa, sayang?" tanya Bunda mereka, Nakamoto Winwin.
"Taro sama Kak Injun kok, Bun. Sama Kak Nana juga." Jawab si bungsu, Nakamoto Shotaro.
"Ngapain dia ikut kita? Naik bus aja sana, males banget nanti mobil gue kotor karena ada dia." Sungut Renjun, menatap sinis ke arah Jaemin.
"Kenapa? 'Kan sekolah kita sama, Kak. Kenapa Kak Nana nggak boleh ikut?" tanya Shotaro polos.
Renjun berdecak mendengar pertanyaan adiknya. "Udah gue bilang, 'kan? Nanti mobil gue kotor kalau ada sampah kayak dia."
"Kak Injun kok gitu sih ngomongnya? Kak Nana bukan sampah!" Shotaro menatap Renjun kesal.
Yuta yang mendengar perdebatan anak-anaknya pun lantas menengahi. "Sudah, cukup! Kalian tidak perlu meributkan anak sialan ini. Dan kamu, Taro, jangan terlalu membelanya, biarkan dia naik bus saja."
Jaemin yang mendengar itu pun lantas tersenyum lalu mengangguk. "Iya ... nggak apa-apa, Taro. Nanti Kak Nana biar naik bus aja berangkat sekolahnya."
"Yasudah, setelah ini bereskan semuanya lalu berangkat." Winwin menatap Jaemin sekilas.
"Iya, Bunda...." jawab Jaemin tersenyum sendu.
Jaemin juga ingin seperti saudaranya yang disayang oleh orang tua mereka. Jaemin iri, iri ketika melihat kebahagiaan keluarganya tanpa dirinya. Ia lelah, ia lelah ketika terus dibedakan dengan saudaranya, baik fisik maupun nilai.
Bahkan ... Jaemin sering berpikir, apakah dirinya memang anak kandung mereka? Mengapa mereka sangat tidak perduli terhadapnya.
• • •
Kini di Koridor sekolah sedang ada dua orang remaja yang berjalan dengan cepat, remaja yang berada di depan terlihat sedang menyeret remaja yang berada di belakangnya.
Jeno menyeret Jaemin dengan mencekal pergelangan tangannya erat, bahkan Jaemin terus meringis karena cekalan tangan Jeno yang terlalu kuat.
Setelah tepat berada di lorong yang tampak sepi, Jeno lantas menghempaskan tubuh si manis hingga terbentur dinding. Jeno maju beberapa langkah, mengikis jarak di antara keduanya, ia letakkan tangannya disisi kepala Jaemin.
Jarak keduanya kini sangat dekat, bahkan Jaemin bisa merasakan napas Jeno yang sudah menggebu gebu, lelaki tinggi itu tampak sedang menahan amarah.
"Udah berapa kali gue bilang sama lo, gue nggak suka sama lo, Jaemin!" Jeno melemparkan tatapan tajamnya tepat pada netra si manis yang kini berada di bawah kukungannya.
Jaemin sebenarnya takut, tetapi ia memberanikan diri untuk membalas tatapan Jeno. "Tapi aku suka sama kamu, Jen. Aku nggak akan nyerah sampai kamu mau buka hati buat aku."
"Keras kepala." Jeno muak. Sungguh, ia sangat muak.
"Kenapa, Jen? Kenapa kamu nggak mau buka hati kamu buat aku? Aku sayang sama kamu, emang nggak ada kesempatan ya buat aku masuk ke hati kamu?" tanya Jaemin lirih.
"Nggak akan pernah. Karena gue nggak sudi buka hati buat orang bodoh kayak lo!" Jeno dengan sengaja menekankan kata bodoh kepada Jaemin. Ia berharap, setelah ini lelaki manis di hadapannya sekarang tidak akan pernah berpikir untuk mendekatinya lagi.
Hati Jaemin terasa sakit saat mendengar hinaan itu dilontarkan oleh seseorang yang sangat ia cintai. "Aku emang nggak sepintar kamu, Jen ... tapi, aku nggak akan pernah mundur, aku nggak akan nyerah deketin kamu."
Jeno sangat muak, rasanya ia ingin sekali menghajar orang yang berada di hadapannya ini. Tetapi Jeno masih bisa berpikir, ia tidak setega itu untuk menyakiti Jaemin.
"Terserah." Jeno berlalu pergi setelah mengucapkan satu kata tersebut, meninggalkan lelaki manis yang kini terus menatapnya dengan tatapan nanar.
Jaemin memandang punggung Jeno sampai lelaki tinggi itu benar-benar menghilang dari pandangannya.
'Aku nggak akan nyerah buat dapetin hati kamu, Jeno. Aku pastiin ... kamu bakalan suka sama aku.' Batin Jaemin.
• • •
T.B.C
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗖𝗼𝘃𝗲𝗿 𝘁𝗵𝗲 𝘄𝗼𝘂𝗻𝗱 || ɴᴏᴍɪɴ ||
Teen FictionKisah seorang pemuda manis yang selalu ceria dan selalu menunjukkan kebahagiaannya kepada semua orang. Namun, dibalik wajah ceria tersebut ternyata menyimpan banyak luka dan penderitaan yang selalu ia rasakan. Ayahnya yang selalu membeda bedakan dir...