CHAPTER 20.

1.2K 72 5
                                    

Terungkapnya sebuah fakta yang membuat ingatan serta pikirannya kembali berputar ke masa yang lama, ketika seorang anak yang baru berusia remaja menangis kencang dengan kepala yang berlumuran darah.

Hari ulang tahunnya sendiri, menjadi hari yang paling menyakitkan setelah seseorang yang begitu berarti harus pergi membawa cinta kasih yang selama ini ia cari.

Mereka pergi untuk selamanya, karena dirinya.

— — — — — — — — — — — — — — — — — — — — —

^Welcome to Chapter 20^


Lelaki manis itu berjalan tergesa, mencari-cari tempat yang sudah diberi tahu kembarannya untuk berbicara dengannya.

Tak lama ia mencari-cari, netranya sudah mendapati seorang lelaki mungil yang sedang duduk termenung di tengah-tengah taman kota, ditemani lampu-lampu jalanan yang menyinari sekitarnya.

Berjalan cepat menuju lelaki itu, si manis sampai di hadapannya dengan wajah bertanya-tanya. Ia membulatkan matanya, begitu terkejut saat melihat wajah saudara kembarnya begitu banyak lebam bahkan luka yang terlihat sangat baru.

"Njun, muka lo kenapa?!" Jaemin mendudukkan diri di samping saudaranya dengan sebelah tangan memegang bahu sempit itu.

Renjun tersenyum kecut, lalu menepis pelan tangan Jaemin. "Nggak, cuma dikasih pelajaran aja dikit."

Jaemin menatap khawatir ke arah Renjun. Lantas, satu orang terlintas begitu saja dalam pikirannya. "Njun, jangan bilang..."

"Bener. Ayah yang udah buat gue kayak gini." Renjun angkat wajahnya ke atas, menatap lampu jalanan yang begitu terang menusuk indra penglihatannya.

"Kenapa?" tanya Jaemin pelan.

Renjun menoleh, menatap setiap inci wajah saudara kembarnya yang terlihat begitu sempurna jika dilihat dari jarak sedekat ini. "Ayah ... tau kalo gue ada hubungan sama Guan, Ayah nggak suka gue pacaran sama orang yang derajatnya lebih rendah dari Ayah."

"Tadi sebelum gue ke sini, Ayah paksa gue buat putusin hubungan gue sama Guan, gue nggak mau, jadi gue lawan semua ucapan Ayah dan berakhir gue dipukulin sampe babak belur kayak gini." Lanjutnya.

"Terus lo mau pulang kemana?" Jaemin tatap lamat-lamat wajah itu dengan sesekali meringis kecil, membayangkan betapa nyerinya luka-luka itu.

"Gue tinggal pulang ke Apart, emangnya lo? Nggak punya tempat tinggal." Renjun terkekeh pelan saat melihat Jaemin mendengus kesal.

"Sorry, I'm just kidding." Lanjut Renjun.

Jaemin menatap ke jalanan luas di depan sana, lalu tertawa pelan. "Nggak apa-apa, gue udah nyaman sama kehidupan gue yang sekarang. Bebas, tanpa omelan dari Ayah."

Renjun hanya menggeleng pelan. Hingga sekarang kedua saudara itu hanya hening tanpa ada yang memulai percakapan, ditemani angin malam yang begitu dingin saat menerpa kulit wajah mereka.

𝗖𝗼𝘃𝗲𝗿 𝘁𝗵𝗲 𝘄𝗼𝘂𝗻𝗱 || ɴᴏᴍɪɴ ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang