"NA JAEMIN!"
Seseorang tiba-tiba saja berteriak dari arah luar, semua orang yang berada di kantin tentu saja terkejut dan langsung melihat siapa yang berteriak tadi, orang tersebut langsung menghampiri Jaemin dan Haechan yang sedang makan siang.
Kini ia sudah berada dihadapan Jaemin dan Haechan, segera menarik Jaemin untuk dibawa bersamanya.
"Ikut gue," pintanya.
"Lo apaan sih, Njun! Udah teriak-teriak nggak jelas, eh dateng-dateng main narik aja. Nggak sopan banget lo!" Haechan lantas menepis tangan Renjun yang menarik narik tangan Jaemin.
"Eh! Lo nggak usah ikut campur, ya! Ini urusan gue sama dia!" ucap Renjun dengan meninggikan suaranya.
"Urusan apa gue tanya?!" balas Haechan dengan suara meninggi.
Renjun berdecih. "Gue udah bilang, kan? Nggak usah ikut campur anjing!" Renjun mendorong pundak Haechan sehingga yang didorong mundur beberapa langkah. Haechan ingin mendorong balik Renjun tetapi sudah dihalangi oleh Jaemin.
"Udah, Chan... Nggak enak diliatin orang. Lo tunggu disini, ya? Gue mau ikut Injun dulu, sebentar aja kok." Jaemin menahan lengan sahabatnya agar tidak membuat kegaduhan.
Haechan mendengus kesal. "Yaudah. Tapi kalo lo di apa apain sama ni anak, bilang aja sama gue, nanti gue pites pala nya." Haechan menunjuk tepat di depan wajah Renjun.
Renjun berdecak mendengar perkataan Haechan. "Ck. Lama banget sih, cepet lo ikut gue." Lantas ia segera menarik tangan Jaemin untuk ikut bersamanya.
Jaemin hanya menurut dan mengikuti pemuda mungil yang merupakan saudara kembarnya ini.
Renjun membawanya ke taman belakang sekolah, ia lantas mengeluarkan beberapa buku yang bisa dilihat bahwa itu adalah buku-buku tugasnya.
"Kerjain semua tugas gue, jangan sampe ada yang salah, besok pagi udah harus selesai," ucapnya menyerahkan buku-buku itu kepada Jaemin.
Jaemin mengernyitkan dahinya bingung, bukan kah saudaranya ini tahu bahwa mereka berada di kelas yang berbeda, Renjun itu satu kelas dengan Jeno, tetapi kenapa menyerahkan tugas yang sudah dipastikan kalau Jaemin tidak mengerti pelajaran dikelas mereka.
"Kita beda kelas, Njun. Gue nggak paham, gimana mau ngerjainnya?"
"Lo nggak mau? Atau... mau gue aduin ke Ayah biar lo dimarahin?" Renjun tersenyum kecil saat melihat raut wajah Jaemin yang berubah drastis. Renjun tahu, kelemahan Jaemin hanya ada pada orang tua mereka dan... Jeno? Mungkin.
Mendengar perkataan saudaranya, Jaemin lantas mmenggelen. "Nggak gitu... tapi, gue beneran nggak paham, Njun. Gue juga nggak mungkin ngerjain tugas lo, karena... gue aja nggak terlalu pinter soal ginian."
"Gue nggak peduli. Pokoknya lo harus ngerjain semuanya, awas aja kalo ada yang salah!" ancam Renjun.
Jaemin menghela napas pelan, ia mengangguk dan menerima buku tersebut.
"Gue pergi dulu." Renjun segera pergi menuju kelasnya, meninggalkan Jaemin sendiri dengan wajah kesalnya.
Jaemin mendengus melihat kelakuan Renjun. "Ngeselin banget sih!"
Ia lantas pergi menuju kantin dengan langkah kesal, terlihat dari wajahnya yang nampak ditekuk masam.
• • •
Jeno sekarang sedang berada di kantin bersama teman-temannya, jam istirahat kedua telah tiba sedari 5 menit yang lalu.
Mereka sedang asik bercanda ria, tertawa dengan gurauan masing-masing sembari menunggu makanan mereka datang, terkecuali Jeno yang hanya diam sedari tadi sambil memainkan ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗖𝗼𝘃𝗲𝗿 𝘁𝗵𝗲 𝘄𝗼𝘂𝗻𝗱 || ɴᴏᴍɪɴ ||
Teen FictionKisah seorang pemuda manis yang selalu ceria dan selalu menunjukkan kebahagiaannya kepada semua orang. Namun, dibalik wajah ceria tersebut ternyata menyimpan banyak luka dan penderitaan yang selalu ia rasakan. Ayahnya yang selalu membeda bedakan dir...