Jeno menarik pergelangan tangan Jaemin disepanjang koridor, membuat semua tatapan mata tertuju kepada mereka berdua.
Jaemin hanya bisa pasrah, ia tidak tahu kemana lelaki tampan di depannya ini akan membawanya pergi.
Setelah cukup lama mereka berjalan di koridor, kini Jeno menghentikan langkahnya tepat dibelakang sekolah yang terlihat sangat sepi, hanya ada mereka berdua disana.
Jeno dengan perlahan melepaskan pergelangan tangan Jaemin yang sedari tadi ia genggam dengan erat, namun ia enggan untuk menatap si kecil yang terdiam di belakangnya.
Jaemin masih diam mematung, ia mundur beberapa langkah dan sudah menyandarkan tubuhnya pada tembok. Bahunya merosot lemah, ia kembali terisak pelan, sangat pelan, sampai Jeno tidak menyadari hal itu sebelum ia membalikkan tubuhnya.
Napas Jeno seakan tercekat saat melihat tubuh kecil itu bergetar hebat, melihat Jaemin yang sangat kacau membuat hatinya ikut tersayat.
Jeno mendekatkan dirinya perlahan, meraih bahu yang lebih kecil. Lantas tanpa pikir panjang Jeno langsung mendekap tubuh kecil itu, berusaha menenangkan lewat usapan-usapan lembut yang ia berikan.
"Hei... Na. Lo udah aman sekarang, jangan takut..." Jeno mengusap pelan surai si manis dengan lembut.
Jaemin menenggelamkan kepalanya pada dada bidang yang lebih besar, ia erat 'kan pelukan ditubuh lelaki itu, berusaha mencari kenyamanan disetiap usapan lembut yang Jeno berikan.
"M-maaf, Jeno..." lirihnya pelan.
"Kenapa minta maaf, hm? Lo nggak salah..." Jeno meletakkan dagunya diatas kepala si manis, sambil terus mengusap surai itu dengan lembut.
Jaemin menggeleng. "A-aku... aku nggak seharusnya peluk kamu gini... a-aku nggak seharusnya nangis dipelukan kamu kayak gini... maafin aku, ya, Jeno... aku pinjem pelukan kamu sekali ini aja... aku nggak tau harus gimana..."
Jeno mengangguk pelan. "Nggak apa-apa, Na. Sekarang lo tenangin diri lo dulu, nanti gue anter lo pulang."
Jaemin hanya terdiam tanpa membalas perkataan Jeno, ia erat 'kan pelukan itu dan semakin menenggelamkan kepalanya ke dada bidang yang lebih besar. Jaemin tak pernah merasakan pelukan senyaman ini, ia hanya mencoba menikmatinya sebelum sosok di depannya ini berubah menjadi iblis kasar seperti biasanya.
Setelah beberapa menit berlalu, Jaemin memundurkan dirinya perlahan, melepaskan pelukan walau enggan. Ia merasa cukup untuk saat ini karena ini masih di area sekolah, tidak ingin mengambil resiko jika ada yang melihat mereka berdua nantinya.
"Nggak perlu, Jeno... aku udah nggak apa-apa, kok," ujar Jaemin seraya menghapus sisa air mata yang membasahi kedua pipi bulat itu, kemudian menatap Jeno seraya tersenyum manis.
"Makasih, ya, Jeno... kamu udah mau pinjemin pelukan kamu buat aku... aku bisa pulang sendiri kok, nggak apa-apa."
Jeno menatap kedua netra cantik itu dalam, ia bisa melihat betapa indahnya netra bulat itu saat berkedip lucu, ia tak pernah merasa senyaman ini saat berada didekat seseorang.
"Nggak. Biar gue anter." Jeno masih terpukau dengan netra cantik itu, ia seakan tak bisa berpaling.
Jaemin yang semula tersenyum manis pun, kini memasang wajah murung seraya masih menatap netra gelap milik sang lawan bicara. Ia tersenyum, namun bukan senyum keceriaan, melainkan senyum sendu yang ia perlihatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗖𝗼𝘃𝗲𝗿 𝘁𝗵𝗲 𝘄𝗼𝘂𝗻𝗱 || ɴᴏᴍɪɴ ||
Teen FictionKisah seorang pemuda manis yang selalu ceria dan selalu menunjukkan kebahagiaannya kepada semua orang. Namun, dibalik wajah ceria tersebut ternyata menyimpan banyak luka dan penderitaan yang selalu ia rasakan. Ayahnya yang selalu membeda bedakan dir...