CHAPTER 21.

1.2K 66 0
                                    

Mata tertutup rapat, dengan bayangan yang menampilkan banyak skenario asing dalam pikiran. Kembali melayang bersama suara-suara aneh yang terdengar seperti dengungan.

Ia mulai berjalan, mengikuti setiap isi dari skenario asing yang mulai jelas menampilkan sebuah kejadian. Ia kembali dibawa, menuju masa lalu yang membuatnya kehilangan segalanya.

Meninggalkan kebencian hati seseorang yang begitu ia harapkan cintanya. Dulu, ia terus bertanya-tanya, mengapa ia yang harus menerimanya.

Sekarang, ia menyadari kesalahannya. Membuat kedua orang yang amat menyayanginya dengan tragis kehilangan nyawa, karena perbuatannya.

"Kamu mau apa, sayang?" pertanyaan terlontar dari bibir wanita paruh baya, menatap cucu kesayangan yang terlihat gembira.

"Emm ... Naka mau boneka. Boleh nggak, Oma?" tanya si kecil dengan binar di matanya.

Tersenyum simpul, sang nenek mengangguk. "Boleh dong, sayang ... nanti kita cari boneka yang Naka mau."

"Yeyy! Naka mau eskrim juga ya, Oma?"

"Boleh, sayang. Nanti kita beli eskrim, tapi jangan banyak-banyak, ya? Nanti cucu Oma sakit."

Mengangguk semangat, si kecil kembali duduk enteng di kursi penumpang.

"Mas, di depan sana ada toko kue, kita beli kue dulu, ya." Ujaran sang nenek, membuat kakek yang sedang mengemudi mengangguk patuh.

Seiring waktu mobil melaju, sang kakek mulai menyadari sesuatu. "Loh? Ini kenapa?" gumam kakek pelan, namun masih terdengar di telinga sang istri.

Menatap cemas ke arah lelaki paruh baya yang dengan susah payah mengatur kemudinya, Oma lantas ikut menyadarinya. "Kenapa, mas?!" tanyanya panik.

"Rem nya blong!" pekik sang kakek, membuat si kecil di kursi belakang ikut panik walaupun tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Mobil melaju kencang, dengan kakek yang berusaha tenang, walaupun ia tahu, mereka tidak mungkin tidak terluka karena mobil yang mereka kendarai pun mulai sulit dikendalikan.

"Astaga, terus ini gimana?!" wanita paruh baya itu tampak bingung, lantas dengan cepat ia lepas sabuk pengaman miliknya lalu berpindah ke kursi belakang.

Memeluk sang cucu yang sudah menangis hebat, membuat si wanita ikut menangis karena takut akan terjadi apa-apa.

"Gimana ini, mas?!" dengan hati berdegup kencang, ia semakin mengeratkan pelukannya.

"Cepat! Cepat telpon rekan bisnisku yang sempat kita temui tadi! Kita harus minta tolong dengannya!" dengan berusaha lelaki paruh baya itu mengendalikan kemudinya.

Dengan cepat wanita itu meraih ponselnya, menelpon seseorang di seberang sana. Panggilan dijawab, dengan tergesa ia menjelaskan semuanya.

"Tolong! Tolong datang ke sini, aku akan segera mengirimkan lokasinya padamu!"

"Oma ... Naka takut..."

"Sebentar, sayang..."

"Tolong ... jika aku dan suamiku tidak selamat, tolong selamatkan cucuku. Jaga dia dari keluarga itu, jangan sampai cucuku dilukai oleh mereka. Aku percaya kau bisa menjaganya, tolong selamatkan cucuku..." tangis wanita itu semakin pecah, memohon kepada seseorang di seberang sana untuk menjaga cucu kesayangannya.

"Pasti, saya berjanji akan terus menjaganya. Tunggu saya, saya pastikan kalian tidak akan kenapa-napa." Panggilan terputus setelah kata terakhir terucap oleh seseorang di seberang sana.

𝗖𝗼𝘃𝗲𝗿 𝘁𝗵𝗲 𝘄𝗼𝘂𝗻𝗱 || ɴᴏᴍɪɴ ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang