CHAPTER 23.

916 54 0
                                    

"Can I?" suara berat Jeno menusuk indra pendengaran Jaemin.

Dengan gugup Jaemin mengangguk. Merasa sudah mendapatkan lampu hijau, Jeno dengan perlahan mendekatkan kepalanya, memindahkan tangan yang sedari tadi bertengger di pipi si manis ke belakang tengkuknya.

Jaemin pejamkan matanya saat merasakan hembusan napas Jeno yang semakin dekat serta kepalanya yang sudah dimiringkan.

Hingga beberapa detik setelahnya, ia merasakan benda kenyal menyentuh permukaan bibirnya. Mata keduanya terpejam, menikmati sensasi menempelnya kedua labium untuk kedua kalinya.

Awalnya hanya sekedar kecupan biasa, sebelum Jeno memberanikan diri untuk melumat pelan belah bibir si manis, membuat Jaemin reflek meletakkan tangannya ke dada bidang si lelaki.

Lumatan-lumatan lembut yang semakin lama semakin terasa panas. Tangan Jeno sudah bertengger manis di pinggang ramping milik Jaemin serta tangan satunya yang terus menekan tengkuk itu agar ciuman keduanya semakin dalam.

Tangan Jaemin sudah melingkar sempurna di leher Jeno. Jeno sesap terus bibir si manis yang sedang beradu lawan dengan bibirnya serta kepalanya yang terus bergerak ke kanan dan ke kiri.

Jeno gigit kecil bibir bawah Jaemin hingga reflek terbuka, tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, lantas Jeno masukkan lidahnya untuk mengobrak abrik mulut si kecil, mengabsen tiap inci deretan gigi Jaemin, tak lupa menggelitik langit-langit mulut si manis hingga lenguhan halus terdengar.

Mengelus pinggang ramping Jaemin secara sensual, Jeno seakan tak ingin ciuman ini berakhir. Rasa manis dari bibir Jaemin benar-benar membuat Jeno terbuai.

Keduanya mabuk, mabuk akan ciuman manis yang baru pertama kali mereka lakukan, mabuk akan cinta yang mereka rasakan. Ciuman panas dengan perut yang terasa menggelitik, seperti kupu-kupu sedang berterbangan di dalam sana seakan mendukung kegiatan mereka.

Keduanya terbuai, terbuai akan lumatan serta sesapan dari kedua labium yang tengah bertubrukan.

Sekitar tiga puluh menit mereka saling bertukar saliva, hingga satu lagi lenguhan keluar dari celah bibir Jaemin.

"Nghhh ..."

Di iringi tepukan beberapa kali pada dada bidang Jeno, seakan memberitahunya jika si manis sudah kehabisan napas.

Dengan terpaksa Jeno memundurkan diri, menatap manik bulat lelaki manisnya yang sedang menatapnya sayu, memberi satu kecupan singkat pada bibir Jaemin sebagai penutup serta mengusap sisa saliva di dagu si manis yang entah milik siapa.

Jeno tatap kembali netra yang kini menatapnya sayu, lalu menekan lembut bibir Jaemin yang terlihat membengkak. "Mulai sekarang ... this is mine, only Jung Jeno's."

Jaemin hanya diam, menyusuri setiap pahatan wajah Jeno dari ekor matanya, mengagumi setiap inci irisan wajah tampan yang terlihat bak seorang pangeran.

"Maaf, ya? Aku kelepasan," sesal Jeno.

Jaemin tersenyum. "Nggak apa-apa, lagian aku juga nikmatin, kok."

"Kalo gitu, mau lagi boleh?" goda Jeno dengan senyuman jahil.

Jaemin membulatkan matanya saat Jeno kembali mendekat. "Ish! Capek tau," ia dorong pelan tubuh Jeno agar menjauh.

Jeno tertawa lalu mengusap lembut surai legam Jaemin. "Bercanda, lagian ini udah malem banget. Ayo pulang."

Wajah si manis berubah murung. "Yahh ... pulang nih?"

"Iya, sayang. Ayo pulang, kapan-kapan kita kesini lagi." Ucap Jeno lembut.

𝗖𝗼𝘃𝗲𝗿 𝘁𝗵𝗲 𝘄𝗼𝘂𝗻𝗱 || ɴᴏᴍɪɴ ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang