PROLOG

40.5K 787 18
                                    

Yash, ketemu lagi kita di cerita baru!!!

Karena kebetulan banget atau entah terinspirasi dari cerita sebelumnya, aku akhirnya ciptain cerita ini, tapi tenang guys, aku akan usahain jika cerita ini berbeda dari padanya, berbeda dalam artian, aku pengen coba untuk gak bikin ceritanya gak bad, gak terlalu sedih dan mengalir kala kalian membacanya_-

And then, semoga kamu menyukainya juga:')

Happy Reading<3

--------

"Sayang sini, ayo rayain ulang tahun bareng Abang."

Detik dibiarkan berlalu, tanpa jawaban yang pasti dari seseorang yang dipanggil sayang oleh wanita cantik itu. Yang anak laki-laki tahu, dia dengan adiknya memang tidak pernah akur. Dengan mendengar Mamanya memanggil dengan sebutan tadi pun, sudah mampu sekali membuat patahan di relungnya. Bukan karena dia sendiri tidak pernah dipanggil dengan lembut sama seperti adiknya, tapi merasa iri, lebih tepatnya, dia cemburu.

"Sayang, Abang nunggu kamu, lho. Ayo cepat ke deket Abang. Acaranya dimulai sebentar lagi."

Detik kembali dibuat berlalu tanpa jawaban, hening. Sampai wanita itu yang turun tangan sendiri, dia beranjak ke arah anak laki-laki yang umurnya lebih satu tahun -jarak antara Kakak dan Adik itu hanya terpaut satu tahun. Karena tidak kunjung mendapatkan apa yang diinginkan, wanita itu mengambil celah dengan menarik tangan sang Kakak untuk jadi yang lebih dulu mendekati adiknya.

Prank... Tanpa rela membiarkannya terjadi, semuanya di luar dugaan siapapun. Anak laki-laki yang umurnya mencapai lima tahun hari ini itu membuat pesta ulang tahunnya sendiri kacau oleh tangannya. Setelah dengan sengaja menjatuhkan kue ulang tahun, membuat genggaman tangan Mama di tangan Abangnya terlepas, terjadi keributan, lalu semuanya berakhir setelah tangan kasarnya tanpa disadari membuat punggung Abangnya terbentur sudut meja yang tajam hingga nyeri yang hebat menjalar perlahan ke seluruh tubuhnya.

"Sshhh..."

Meringkuk sendirian, memeluk tubuh erat yang ia rasa, hanya itu satu-satunya cara paling tepat meredam suara berisik di kepalanya.

Tanpa merasa terusik oleh tempatnya berlindung yang bahkan tidak layak, karena tidak ada yang lebih menakutkan dari suara petir yang mulai menggelegar menjelang malam ini.

Anak itu terus gemetar dengan napas tak tenang, ia ingin lari, tapi ada pikiran yang menahannya untuk tetap di sana seakan-akan dengan keluar, hal buruk akan terjadi lagi.

Namun jika pun pada akhirnya bertahan tetap di sana, tidak lebih buruk karena langit akan gelap sebentar lagi. Dan bahaya-bahaya di luar sana, mungkin akan lebih berpotensi mengancam jika tidak segera pergi.

"Tolong... takut..."

"Siapapun tolong..."

Menit demi menit berlalu tanpa ada suara, anak itu masih gemetar di dalam sana. "Mama..."

Dan selanjutnya, suara yang muncul menyambut lembut pendengarannya seperti menariknya keluar dari bayangan-bayangan buruk. "Kamu ngapain di situ?"

Anak perempuan yang seusia dengannya, mungkin tidak, mungkin saja sebenarnya di bawah usianya. Tapi anak yang masih senantiasa meringkuk ketakutan itu masih di sana, masih takut akan hujan meskipun suara petir tidak lagi mendominasi. "Ayo keluar!"

Ia menggeleng kuat. "Hujan, petir, gelap, aku takut semua itu."

Lalu anak perempuan yang menghampirinya itu tersenyum simpul setelahnya. "Genggam tanganku, jangan takut. Kamu gak sendirian sekarang."

Perlahan-lahan, bersama hangat yang perlahan juga menyentuh relungnya, mungkin anak perempuan ini tidak akan pernah tahu, jika perhatian kecilnya begitu berpengaruh besar bagi anak laki-laki itu.

"Hujan gak semenakutkan yang ada di bayangan kamu, kok. Meski pun aku juga takut sama petirnya, dia gak bakalan nyakitin kamu."

Ia mengangguk, membawa tangan yang kecil tapi lebih kecil darinya itu untuk digenggamnya dengan lebih erat. Canggung, tapi rasa takutnya pun belum sepenuhnya hilang, rasa takutnya masih jadi pemenang malam ini.

Mata hitamnya lalu mendongak melihat ketulusan di mata anak perempuan yang bahkan masih tetap tersenyum, sampai hujan seolah dibuat berhenti oleh senyumannya. "Mama selalu genggam tanganku kalau aku lagi ngerasa ketakutan kayak gini."

"Dan..."

Anak perempuan yang sangat manis dengan kuncir kuda itu menoleh lagi tanpa melunturkan sedikit lengkungan di bibirnya. "Dan apa?"

Menunduk. "Lupain!"

"Ayo cerita!!" Tangannya tiba-tiba diguncang ribut oleh nada tak sabaran yang keluar dari bibir kecil anak perempuan di hadapannya.

"Peluk, dan dia juga cium aku." Memalingkan wajahnya malu, terpaksa terus terang mau tidak mau. "Anggap kamu gak pernah dengar, ya?"

Tanpa diduganya, anak perempuan itu memeluk tubuhnya dari samping. Lalu mencium bibirnya lembut setelah ia memberikan seluruh atensinya untuk anak itu.

--------

This my prologue_'

RAMA: DANGEROUS BOY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang