45. LOVE AND APPROVAL

752 39 28
                                    


Zio pada akhirnya memutuskan bercerita. Dia mengerti jika dipendam hanya lebih menyakiti dirinya. Zio butuh pendengar, Zio butuh didengar. Mungkin itu akan membuatnya merasa lebih baik karena tidak perlu ada yang Zio sembunyikan lagi dari kedua temannya. Begitu juga dengan Juan dan Leo, keduanya pasti akan terus menerornya dengan rentetan pertanyaan jika Zio tidak mengungkapkannya.

Dan dugaan Zio sudah pasti benar. Baik Juan, atau pun Leo. Raut wajah keduanya sudah tentu menyirat keterkejutan pun rasa tidak percaya terhadap apa yang baru saja didengar. Zio yakin keduanya tidak menyangka. Orang yang tidak pernah ada dalam pikiran untuk mengkhianati, siapa sangka justru malah berpotensi?

Zio pernah percaya jika itu mustahil jika bukan tadi pagi yang benar-benar mematahkan kepercayaannya.

"Gue masih benar-benar gak nyangka." Zio menggeleng. Menertawakan kebodohannya, raut wajahnya kentara akan kecewa. Zio menarik napas panjang. "Gue pikir dia bener-bener jatuh cinta sama gue."

"Itu artinya ... Tuhan tuh pengen lo jadi jomblo kayak kita-kita." Juan menceletuk spontan.

"Anjir lo," umpat Zio keras. Bukannya menenangkan atau apa saja, setidaknya tidak semakin memancing amarahnya. Juan malah membuatnya semakin kesal dengan menempatkan lelucon di tempat yang tidak seharusnya terselip lelucon di sana.

"Juan gak salah, kok," timpal Leo. Zio yang semula hilang selera untuk mengobrol tertarik lagi karena Leo, karena ucapannya yang jujur saja membuat Zio berada dalam rasa penasaran akan jawaban dan apa alasan cowok itu mengucapkannya. "Maksudnya, Tuhan tuh gak mau lo terjebak sama orang yang salah. Tuhan gak mau lo semakin tersakiti seandainya fakta itu gak lo ketahui lebih awal. Lo bisa ngebayangin, kan, seandainya kebusukan itu terjaga, sementara lo sama dia ada dalam hubungan yang sama sekali gak menguntungkan karena di dalamnya cuma diisi kebohongan?"

Zio tertohok berkali-kali saat Leo melanjutkan.

"Kemunafikan itu yang gak akan bikin lo bahagia nantinya."

Menundukkan kepala, Leo benar. Andai semua itu benar-benar terjadi, Zio mungkin akan terjerat dalam sebuah hubungan di mana hanya dia yang mencintai sepihak, tidak dengan Moody dan semua kebusukannya.

Zio juga akan lebih tersiksa andai dia berbahagia, sementara dengan Moody, gadis itu hanya menjalankan rencana semaunya, menomor satukannya hanya karena sesuatu, atau mendekati hanya karena butuh, berbuat semaunya.

Zio tidak ingin itu terjadi, Zio hanya menginginkan hubungan yang murni di mana dua pihak bisa saling mencintai tanpa adanya yang tersakiti. Zio tidak ingin hubungan penuh kemunafikan.

Leo menepuk bahu yang lantas membuat Zio memandangnya. "Gue yakin Tuhan punya rencana di balik semua ini. Ya..., sebut aja ini pahit buat lo. Tapi bukannya kita butuh rasa pahit itu buat sembuh?"

Juan ikut menepuk bahunya tidak lupa merangkul. "Tenang aja... lo belum kehabisan stok cewek, kok. Masih banyak kok cewek di luaran sana yang gue yakin murni dan bersih hatinya. Kita cuma tinggal tunggu waktu dan tempat yang tepat aja."

Zio pelan-pelan menarik sudut bibir, tapi sial, sumpah menggelikan. Mengenaskan memang jika dipikir-pikir mereka ini. Mungkin tidak—dirinya lebih. Zio cukup menertawakan nasib sama yang didapati ketiganya. Dirinya, Juan juga Leo, lelaki versi galau  memang nyata. Jari tengah untuk itu. Paling tidak, Zio pernah ada di masa-masa merasa pacaran daripada tidak sama sekali. Meski cintanya tidak berbalas, siapa peduli? Jari tengah sekali lagi.

"Buktiin balik ke dia kalau lo juga bisa," tukas Juan penuh makna.

------

RAMA: DANGEROUS BOY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang