33 - STUCK WITH THE DEVIL

2.5K 76 5
                                    



Alva terkejut, ketika membuka pintu, dirinya disuguhkan dengan Ceysa yang langsung memeluk tubuhnya tanpa permisi. Alva masih ingat jika jam menunjukkan pukul sepuluh malam tadi. Jika bukan karena firasatnya yang mengatakan untuk pergi saja, Alva mungkin tidak akan pernah sampai di sini dengan membukakan pintunya lebar-lebar untuk siapa pun itu.

Termasuk Ceysa.

Ceysa terisak hebat, masih memeluk Alva erat, Ceysa benar-benar butuh pengertiannya.

"Aku ke sini masih dengan niat awal aku, Va. Aku mohon, maafin aku. Aku gak mau, Va, aku gak mau kalau aku harus kehilangan kamu. Aku yakin kalau kita bisa selesain permasalahan ini tanpa harus ngorbanin hubungan kita."

Kepala Ceysa menggeleng kuat, tanda benar-benar memohon. "Aku gak mau pisah dari kamu, Va."

Alva beranjak, Ceysa harus mengurai pelukan untuk menatapnya. Menatap masih adakah maaf itu untuknya? Atau justru ekspresi lainnya seperti kecewa yang justru diperlihatkan Alva.

Ceysa tidak bisa membaca ekspresinya kali ini.

Alva menumpu tangan di bahunya, Ceysa bisa merasakan sesuatu yang hendak Alva sampaikan di balik tatapan seriusnya. "Kalau emang kamu serius dengan omongan kamu, untuk perbaikin hubungan kita, apa yang bisa kamu kasih ke aku sebagai jaminan kalau semua yang kamu bilang itu bener dan bukan kebohongan?"

Ceysa tertegun. "Aku udah bilang ke kamu kalau aku akan jauhin Kak Rama, aku akan lakuin itu. Bahkan kalau kamu mau untuk aku ngehindarin apapun bentuk interaksi dengan dia, akan aku lakuin. Tapi aku mohon bantuannya, Va. Kamu lebih tau dia dan harusnya kamu bisa ngerti aku kalau gak semudah itu buat bener-bener lepas dari dia."

Ceysa menggenggam tangan Alva. "Tolong perhatiannya, Va. Aku juga gak mau terus-terusan terjebak sama Kak Rama."

Alva bergeming, seolah-olah enggan untuk lagi menerima kekecewaan, Alva telah muak selama ini dengan tidak dipercayai, tapi dia pun sesungguhnya masih belum bisa melepaskan perasaan itu sepenuhnya. "Aku maafin dengan satu syarat."

Ceysa berhenti menangis, ketenangan hampir sekali jadi miliknya dengan mendapat maaf Alva. Namun dengan satu syarat yang Alva sisipkan di sana, entah kenapa Ceysa tiba-tiba merasakan gelisah yang tidak berkesudahan.

"Lukain Rama!" Ceysa menggeleng, firasatnya tidak pernah salah.

"Gak, Va. Aku gak bisa."

Alva kecewa, kecewa sekali. "Ini udah lebih daripada cukup buat buktiin kalau omongan kamu gak serius."

Ceysa terisak lagi, mencoba mengulur waktu dan terus menahan Alva agar tetap mendengarkannya, tuduhan Alva itu sungguh tidak benar. "Kak Rama udah lebih daripada ngerasain rasa sakit kemarin, aku gak mungkin ngelakuin itu, Va!"

"Apa yang kamu tau, Cey?!" bentak Alva. "Aku udah pernah bilang ke kamu kalau semua itu cuma manipulasinya Rama. Biar kamu tetap simpati ke dia, biar kamu terus-terusan ngerasa bersalah dan terjebak di dia!"

Ceysa makin terisak, rasanya tidak mungkin dengan memastikan sendiri bagaimana keadaan Rama kemarin.

"Kamu yang minta aku untuk ngertiin kamu, sementara kamu sendiri gak bisa untuk ngertiin aku."

Alva menatap Ceysa dalam, memastikan sekali lagi jika niatnya bukan hanya omong kosong semata. "Jadi gimana, Cey? Semuanya terserah di kamu."

Ceysa tetap menggeleng, suaranya berubah parau. "Aku gak mau."

"Sedikit pun? Walau pun aku minta ke kamu untuk bikin dia jatuh?"

"Gak, Va. Aku gak bisa."

Bibir Alva menipis, dia hampir kehabisan akal tentang Ceysa. "Kamu udah tau kebenarannya, Cey, dan kamu sendiri hampir beberapa kali celaka karena dia tapi kenapa kamu masih buta buat mandang siapa Rama?! Kenapa kamu masih harus ngerasa iba sama orang yang gak punya perasaan kayak dia? Sama manusia sampah kayak dia?!"

RAMA: DANGEROUS BOY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang