19 - INTIMIDATION

3K 96 4
                                    


Pelan-pelan sekali, Ceysa mengurai pelukan Rama di tubuhnya. Aneh banget dipeluk sekuat ini Ceysa masih sehat wal afiat. Oh God.., tidurnya malam tadi pasti nyenyak sekali sampai tidak menyadari pelukan erat cowok itu.

Ceysa ngorok gak ya tadi malem?

Kalau iya kan malu banget didenger Rama! Ceysa yakin pake banget jika itu akan jadi bahan olokan Rama selajutnya jika Rama sudah membuka mata nanti.

Tapi mudah-mudahan, itu tidak terjadi, ya? Mau ditaruh di mana muka Ceysa nanti kalau sampai Rama benar-benar mengatainya?

"Beneran masih tidur gak, ya?" Dari menatapi wajah Rama jarak dekat, Ceysa mencolek-colek pipi cowok itu. Tahu-tahu saja kan tiba-tiba matanya melotot!

Ternyata enggak gaes! "Syukurlah!"

Mata Ceysa teralih pada jam di tangannya yang menunjukkan pukul enam tepat. Dia harus segera berangkat ke sekolah tapi harus pulang ke rumah dulu untuk mengganti bajunya.

Gila saja kalau baju seragam yang seharian dipakai ini harus dipakai lagi. Yang ada orang-orang menjauh karena bau keringatnya. Dan anehnya Rama seolah tidak terusik dengan itu, dia malah tidur nyenyak semalaman tanpa mengeluh apa pun.

Padahal jelas Ceysa dekat sekali dengannya!!

Ceysa bergeming sebentar, dia harus meminta izin dulu pada Rama. Tapi tidak mungkin dia membangunkannya dulu sekarang ini. Jujur saja Ceysa tidak tega karena Rama pasti butuh istirahat yang cukup akibat kejadian kemarin.

"Oh, kertas!" Ada gunanya juga ternyata pulang sekolah langsung ke sini, Ceysa jadi bisa mengeluarkan buku dari kantongnya dan menyobek sedikit kertas, mulai menulis di sana.

Beberapa tanda pamit dan permintaan maaf sudah ditulis, Ceysa lalu meletakkannya di samping kiri brankar Rama. Menaikkan selimut ke tubuh cowok itu agar jangan sampai kedinginan, tidur nyenyaknya tidak boleh terganggu sampai mata Rama memang ingin terbuka nanti.

Sudut bibir Ceysa tertarik tipis, sebelum menyampirkan tali tasnya ke bahu. "Aku pergi. Sampai ketemu pulang sekolah nanti, Macan!"

------

Langkah tergesa Ceysa berubah memelan. Kebetulan yang tidak diinginkannya sama sekali —tepat ketika kakinya ingin berbelok di koridor menuju kelas, Ceysa bisa melihat Alva yang berjalan ke arah berlawanan.

Semangat antusiasnya hilang begitu saja. Sedikit memalingkan wajahnya, kehadiran Alva saat ini benar-benar memperburuk mood Ceysa.

Dia tahu pasti keduanya akan bertemu mau tidak mau. Tapi yang Ceysa harap bertemunya di kelas saja, tidak berpapasan seperti ini dan harus jadi canggung seperti ini.

Rasanya lebih baik tidak usah sekolah saja dan menunggu Rama di rumah sakit daripada harus bertemu dengan Alva dalam keadaan ini.

"Cey!" Ceysa tersentak, demi apa pun dicekal Alva bukan juga bagian dari harapannya sekarang.

Berusaha menormalkan gugup, harusnya Ceysa tidak perlu merasa gelisah dengan kenyataan, kalau keduanya memang seharusnya asing.

Alva sendiri yang mengatakannya, kan?  'Jangan kembali lagi padanya karena setelah Ceysa memutuskan untuk lebih memprioritaskan Rama, perasaannya benar-benar berakhir.'

"Gak ada waktu. Aku harus cepet ke kelas karena bel bunyi sebentar lagi."

Ceysa menghempas tangan Alva tapi ternyata Alva kembali menggenggam tangannya.  "Maaf, Cey."

RAMA: DANGEROUS BOY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang