05 - FAMI-LIAR

8.2K 219 5
                                    


"Oh... kamu, ada apa Rama?" Mengangkat kepalanya sekilas lalu terfokus lagi pada berkas-berkas di tangannya, Adhyaksa yang sibuk.

Sebelumnya sekali, Adhyaksa menyadari kehadiran sebab merasa seseorang tengah memperhatikannya. Begitu tahu jika itu Rama, Adhyaksa tenang. Matanya membuka lembar demi lembaran berkas dengan kacamata yang bertengger di hidung tegasnya.

Adhyaksa bergeming. Tidak ada jawaban sama sekali pada pertanyaannya, membuat Adhyaksa merasa diabaikan. Jam kerja yang tidak kenal waktu, beban-beban pekerjaannya sekarang ini, tolong jangan salahkan dirinya jika mudah tersinggung.

"Kalau kamu ke ruangan Papa cuma buat diam dan berdiri di situ, lebih baik kamu pergi."

Tenang namun tegas, begitu orang-orang mengklaim sosok Adhyaksa Wicaksana.

Rama tetap bertumpu di tempatnya berdiri. Lebih lama lagi dari satu detik, boleh? Dua atau tiga, kalau boleh Rama minta untuk Adhyaksa selesai dulu dengan pekerjaannya.

Keadaannya bisa dibilang kacau, tubuhnya saat ini butuh ditenangkan. Entah dari mana cowok itu sebelum tiba di rumah, di ruangan Papanya, siapa pun yang menatap kedua matanya detik itu pasti tahu.

Jika Rama itu menyedihkan.

Adhyaksa berusaha meredam keras emosinya karena Rama tidak kunjung beranjak dari ambang pintu. "Kamu tidak dengar Papa bilang apa? Saat ini Papa butuh fokus, jadi Papa mohon buat kamu jangan di sana, karena itu menganggu Papa."

Rupanya Rama tetap tidak mendengarkan, anak itu tetap dengan tatapan datarnya pada Adhyaksa.

Hingga menit berlalu cepat, pengabaian Adhyaksa pelan-pelan mengikis kesabarannya. Rama, muak. Kakinya bergerak ke meja mengambil lembar berkas tanpa tahu jika itu berkas penting milik Papanya.

"Rama!" Adhyaksa yang membulatkan mata segera berlari cepat, merebut kembali berkas miliknya sebelum berhasil dirobek Rama.

Napas tersengal pria itu berhembus terburu, tanpa perlu mengungkap jika ia benar-benar marah atau kecewa pada putranya ini, cukup dengan menatapnya. Adhyaksa kemudian melewati Rama tanpa berkata apa pun lagi.

Rama menertawakan diri, di mana letak kesalahannya?

Adhyaksa terhormat, punya segalanya dan terpandang di mata orang lain. Seorang bijaksana seperti namanya.

Rama yang naif, atau Adhyaksa yang memang tidak mengerti?

Napasnya berhembus kasar. Rama tak akan pernah tenang jika keinginannya belum terpenuhi. Bahkan bisa lebih frustasi oleh kesendiriannya ini. Hari ini atau pun sejak lama sama saja. Tidak ada yang memahami keadaannya dan tidak akan pernah.

Sejauh ini, walaupun dengan menatap penderitaannya, tidak ada yang benar-benar bisa Rama andalkan.

Rama memukul keras meja di ruangan Adhyaksa tanpa peduli lagi jika itu menimbulkan luka lain di tubuhnya. Perlahan-lahan, emosi Rama berhasil reda saat pikirannya tiba-tiba teringat sesuatu.

Membuka ponselnya, Rama tertawa gila. Kenapa tidak daritadi saja dan malah menunggunya frustasi dulu baru mengingatnya?

"Cey..." Rama mencium ponselnya brutal di mana ada foto gadis itu yang sangat manis terpampang di sana.

------

Ceysa cepat bergerak oleh ketukan tak santai di pintu depan, gak sabaran banget orangnya. Jika itu Mamanya tidak mungkin, Mama Ceysa adalah sosok yang lembut perangainya dan dia juga tetap tidak bisa kesal pada Ceysa kalau pun sedang marah. Beda sekali dengan orang ini, malah Ceysa yang dibuatnya jengkel tanpa sadar.

RAMA: DANGEROUS BOY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang