HOLLA!
TELAT LAGI NIH, UPDATENYA.
MAAF YA!ENJOY GUYS
***
Sang surya mulai tenggelam di ujung barat, langit pun mulai menggelap. Daffa dan Adiva akhirnya tiba di resort yang mereka sewa.
Resort mewah di tebing yang langsung berhadapan dengan pantai itu memiliki kesan mewah dan romantis. Melihat pemandangan seindah itu, rasa lelah yang mereka rasakan menghilang seketika.
Daffa dan Adiva segera membersihkan diri mereka setelah sampai di kamar. Sambil menunggu suaminya mandi, Adiva beristirahat sambil memainkan ponselnya.
Banyak pesan yang Zea kirimkan pada Adiva. Tanpa pikir panjang Adiva membuka pesannya.
"Boro-boro punya ponakan, Ze. Gw aja masih perawan." Gumam Adiva tanpa berniat membalas pesan dari sahabatnya.
Bersamaan dengan itu Daffa keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk sebatas pinggangnya. Adiva tersenyum melihat ketampanan suaminya yang semakin bertambah dengan rambutnya yang basah dan acak-acakan.
Jika saja mereka tidak ada acara untuk makan malam, mungkin Adiva akan menerkamnya saat itu juga. Apalagi saat melihat bulir-bulir air yang berjatuhan membasahi pipi Daffa, hal itu memberikan kesan sexy di mata Adiva.
Berulang kali Adiva meneguk salivanya dengan susah payah. Matanya sampai tidak berkedip melihat perut suaminya yang penuh dengan roti sobek. Tapi, lamunan Adiva buyar saat mendengar suara Daffa.
"Baju mas mana, sayang?" Tanyanya sambil mengusap rambutnya sampai percikan air dirambutnya mengenai wajah Adiva.
"Ah, i-itu mas, Adiva udah pilihin." Jawab Adiva gugup sambil menunjuk satu stel baju yang dia letakkan di atas ranjang. Daffa mengambil baju itu dan kembali ke kamar mandi.
Setelah pintu kamar mandi kembali tertutup, Adiva menggelengkan kepalanya berkali-kali untuk menghilangkan pikiran liarnya.
***
"Selesai makan kita jalan-jalan di tepi pantai yuk, mas!" Ajak Adiva penuh semangat.
"Udah malem sayang, dingin. Kalo masuk angin gimana?" Tolak Daffa dengan lembut.
Adiva mencebikkan bibirnya setelah mendengar jawaban dari Daffa. Tapi dia tidak menyerah begitu saja.
"Enggak kok, mas. Mau ya! Plis, plis, pliss!" Mohon Adiva menampilkan puppy eyes nya.
Daffa menghela nafas panjang melihat istrinya yang sangat kekeuh dengan keinginannya. Tidak ada pilihan lain, Daffa pun mengangguki permintaan istrinya.
"Yaudah, tapi jangan lama-lama. Mas gamau kamu sakit."
"Yeay!" Adiva bersorak gembira sambil mengangkat pisau dan garpu yang ada di tangannya.
Tidak peduli dengan pengunjung lain yang menatapnya aneh, Adiva kembali memotong steak di hadapannya, dan melahapnya sampai tak tersisa. Senyum tipis terukir di bibir Daffa saat melihat kebahagiaan istrinya.
Setelah selesai makan, Daffa menepati ucapannya dengan membawa Adiva jalan-jalan di tepi pantai. Angin laut yang tidak terlalu kencang menyapu lengan Adiva dan membuatnya sedikit kedinginan.
Sejak lima menit berjalan, tak henti-hentinya Adiva mengusap kedua lengannya yang tak tertutupi apapun.
Peka dengan hal itu, Daffa melepas jaketnya dan memakaikannya pada istrinya. Tidak ada penolakan dari Adiva.
"Kedinginan, kan? Dibilangin bandel, sih!" Ucap Daffa yang dibalas cengiran oleh Adiva.
"Hehe, maaf sayang! Aku peluk mas deh, biar ga kedinginan juga." Ucap Adiva lalu memeluk suaminya dari samping sambil melanjutkan langkah mereka.
Dengan senang hati Daffa membalas pelukan istrinya. Dia merasa bahagia bisa menghabiskan waktu berdua bersama Adiva. Bayangannya menatap jauh kedepan saat mereka nanti memiliki anak. Pasti akan susah untuk memiliki waktu berdua.
"Kita duduk di sana, yuk!" Ajak Daffa pada Adiva saat melihat sebuah bangku.
Adiva mengangguki ucapan suaminya dan melangkah duduk di sana. Dia menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya sambil menatap hamparan laut yang luas.
Tangan Daffa terulur untuk mengusap surai Adiva dengan sayang. Sesekali dia juga mencium puncak kepala Adiva.
"Kalo nanti kita punya anak, pasti mereka lucu-lucu." Ucap Adiva tiba-tiba yang membuat Daffa menghentikan tangannya.
"Mas pengen punya anak berapa?" Tanya Adiva sambil menatap suaminya dengan tersenyum.
"Emm, mas tergantung kamunya aja." Jawab Daffa dengan senyum manisnya.
"Gimana kalo sebelas? Nanti kita bisa buat club bola, mas." Ucap Adiva asal yang membuatnya mendapatkan sentilan di dahinya.
Tuk!
"Emangnya kamu sanggup, hm?" Tanya Daffa sambil terkekeh. Adiva mencebikkan bibirnya sambil mengusap dahinya.
"Adiva sanggup kok. Kita mulai sekarang aja!" Daffa terdiam dan terus menatap istrinya yang masih sibuk mengusap dahinya. Adiva mengucapkan hal itu seperti tidak ada beban.
Merasa terus ditatap oleh suaminya, Adiva ikut menatap suaminya dengan diam. Adiva terus mengerjap berkali-kali melihat suaminya yang hanya diam.
Cup!
Tanpa aba-aba, Daffa menyerang bibir Adiva yang membuat sang empu membelalakkan matanya. Daffa mencium Adiva menuntut, membuat Adiva sedikit kualah dibuatnya.
"M-mash!" Adiva berusaha mendorong bahu suaminya agar menjauh.
Sangat tidak elok jika ada orang yang memergoki mereka tengah melakukan hal yang tidak seharusnya di tempat umum. Meskipun saat ini tidak ada satu orang pun, tetap saja Adiva malu.
Daffa tidak memperdulikan istrinya yang terus mendorong bahunya. Dirinya sudah dikuasai oleh nafsunya dan semakin memperdalam ciumannya dengan menekan tengkuk Adiva.
Sebagai lelaki yang normal, mana mungkin Daffa bisa menahan godaan jika selalu bersama. Lagipula bibir Adiva begitu menggoda di mata Daffa. Mubazir jika didiamkan saja. Adiva yang mulai terbuai dengan ciuman Daffa, membalasnya tak kalah menuntut.
Udara di sekitar mereka terasa semakin memanas. Daffa melepaskan pagutan keduanya. Tatapan Daffa berkabut, begitupun Adiva. Dengan gerakan cepat, Daffa menggendong Adiva seperti koala menuju kamar.
MAKASIH UDAH BACA SAMPAI PART INI 🤗
SEE U NEXT PART?
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Marriage
JugendliteraturFOLLOW DULU SEBELUM BACA ❗❗❗ [Update setiap hari] Jangan lupa vote ya! Kasih tau kalo ada typo ya! Cerita ini tentang seorang gadis SMA yang memutuskan untuk menikah dengan kekasihnya setelah lulus sekolah. Dia rela mengorbankan masa muda dan cita...