Part 18

516 12 0
                                    

"Gigi lo udah sembuh, Div?" Tanya Zea pada Adiva yang tengah sibuk memakan cokelat di tangannya.

"Udah mendingan sih." Jawabnya sambil menganggukkan kepalanya.

Hari ini adalah hari pertama mereka masuk kuliah. Seperti mahasiswa baru pada umumnya, mereka tengah melaksanakan ospek hari pertama.

"Perhatian! Untuk seluruh maba, silahkan berkumpul di lapangan, sekarang!" Ucap seseorang bertubuh kurus dan berkacamata menggunakan toa.

Seluruh mahasiswan pun berlarian dan segera membentuk barisan sesuai dengan fakultas masing-masing. Setelah semua berkumpul, mereka diminta untuk duduk dan mendengar arahan dari senior mereka.

Adiva dan Zea berada dibarisan tengah dan duduk bersampingan. Mereka duduk dengan tenang sampai pengarahan selesai.

"Untuk mengerjakan tugas, kalian saya beri waktu satu jam. Setelah itu kembali kesini untuk mengumpulkan tugas ke kating masing-masing. Bisa dimengerti?" Jelas Nando sebagai pemimpin acara.

"Bisa!" Teriak seluruh maba secara serentak.

Mereka mulai membubarkan diri dan mngerjakan tugas masing masing. Adiva dan Zea memutuskan untuk berkeliling fakultas mereka agar lebih mudah untuk membuat denah, sesuai tugas yang diberikan.

"Lo yang catat ya, Div!" Pinta Zea pada Adiva sambil melihat dan mengingat nama-nama ruangan di fakultas mereka.

"Oke, tapi nanti lo gambarin punya gw, ya! Kan lo tau sendiri gw gabisa gambar." Ucap Adiva menatap Zea dengan puppy eyes nya.

"Ogah! Gambar sendiri, lah! Nanti gw contekin gambar gw." Tolak Adiva yang membuat Adiva menghela nafas kecewa.

Mereka memulai dari laboratorium yang berada di paling ujung. Adiva mulai mencatat nama-nama ruangan seperti yang Zea inginkan. Dia terlalu sibuk mencatat sampai tidak sengaja menabrak seseorang.

Bruk!

"Awh!" Pekik Adiva saat tubuhnya sedikit terpental dan buku yang ada di tangannya kini jatuh di lantai.

"Sorry, sorry! Lo gapapa?" Tanya pria itu merasa bersalah, lalu menyimpan ponselnya dan mengutip buku Adiva yang jatuh.

"Gapapa, kak. Maaf ya!" Ucap Adiva sambil menerima bukunya. Pria itu tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Adiva.

"Gw Niko!" Adiva menjabat tangannya dan tersenyum ramah.

"Adiva, kak."

"Hm? G-gw Zea." Ucap Zea sedikit terkejut saat Niko mengulurkan tangannya pada Zea.

"Kalian anak kedokteran?" Tanya Niko basa-basi.

"Iya, kak."

"Wah! Semangat ya!" Ucap Niko dan berlalu meninggalkan Adiva dan Zea.

Adiva pun kembali melanjutkan aktivitasnya. Berbeda dengan Zea yang diam mematung.

"Ze!" Panggil Adiva, tapi Zea masih saja terdiam.

"Zea!" Panggil Adiva sedikit keras sambil menyenggol lengan Zea.

"Hah, kenapa?"

"Lo kenapa? Sakit?" Tanya Adiva heran.

"Engga, kok. Lanjut yuk!" Ajak Zea untuk mengalihkan perhatian.

Zea berjalan meninggalkan Adiva. Tak ingin dihantui rasa penasaran, akhirnya Adiva mengejar Zea dan kembali bertanya.

"Kenapa sih, Ze? Lo gamau cerita ke gw, gitu?" Tanya Adiva sambil mengedipkan mata cantiknya berkali-kali. Tapi Zea tidak menghiraukannya.

Adiva menghentakkan kakinya sebal dan kembali mengikuti Zea yang meninggalkannya.

***

"Suami lo udah jemput, Div?" Tanya Zea pada Adiva.

Kini mereka tengah berjalan beriringan untuk keluar kampus. Adiva yang masih sebal dengan sahabatnya itu, memilih untuk diam dan tidak berniat untuk menjawab pertanyaannya. Dia merajuk karena Zea mulai merahasiakan sesuatu padanya.

"Div!" Panggil Zea yang merasa diabaikan.

"Apa!?" Tanya Adiva dengan sedikit ngegas.

"Lo kenapa, sih?"

"Gapapa." Cuek Adiva yang membuat Zea semakin geram.

"Ck! Jangan nyebelin napa! Cukup Noah aja yang nyebelin, lo gausah!" Gerutu Zea yang membuat Adiva mengernyit bingung menatapnya.

Setelah sampai di halte bus yang berada di depan kampus, mereka berhenti dan duduk sambil menunggu Adiva dijemput oleh Daffa.

"Emangnya Kak Noah kenapa?" Tanya Adiva penasaran.

"Ternyata dia owner di kafe tempat gw kerja." Jawab Zea yang membuat Adiva ber-oh ria. Melihat respon Adiva yang biasa saja, nafasnya mulai membuaru.

"Lo kok biasa aja, sih?" Tanya Zea dengan alis bertaut.

"Lah, emangnya gw mesti gimana? Bukannya bagus ya kalo dia owner-nya? Udah kenal, jadi bisalah nego-nego naik gaji." Ucap Adiva sambil menaik turunkan alisnya.

"Nego apaan? Orang dianya aja nyebelin banget. Gw tu dari awal udah ga srek sama tu orang. Belum kenal aja, gw udah ga suka sama tampangnya yang nyebelin. Eh, ini malah jadi bos gw." Curhat Zea panjang lebar.

"Ati-ati loh," Adiva menjeda ucapannya dan merangkul pundak Zea. "Biasanya, kalo benci itu lama-lama jadi suka." Bisik Adiva yang membuat Zea bergidik ngeri membayangkannya. Adiva tertawa puas melihat Zea sebal.

"Amit-amit, hii. Udah ah, gw mau kerja! Suami lo udah jemput, tuh! Bye!" Ucap Zea berlalu pergi dan meninggalkan Adiva yang masih sibuk memegangi perutnya yang sakit karena terus tertawa.

Seperti yang dikatakan Zea, tak berselang lama, Daffa datang dengan mobilnya. Daffa membuka kaca dan tersenyum manis pada istrinya. Adiva pun membalas senyuman itu dengan senang hati. Saat dia ingin beranjak masuk mobil, ada seseorang yang memanggilnya.

"Div!"

"Iya, kenapa kak?" Tanya Adiva saat mengetahui jika Niko yang memanggilnya.

"Nih, buat lo!" Ucap Niko sambil menyerahkan sebatang cokelat pada Adiva.

Adiva tidak langsung mengambilnya, melainkan menatap suaminya yang kini juga menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Sebagai permintaan maaf gw soal yang tadi. Terima, ya!" Pinta Niko yang membuat Adiva tidak tega jika menolaknya.

"Makasih, kak. Lain kali ga perlu kek gini kok." Jawab Adiva tersenyum canggung sambil menerima cokelat yang Niko berikan.

"Yaudah, gw pergi dulu. See you!" Niko berlalu meninggalkan Adiva.

Adiva menatap cokelat yang ada di tangannya, dan detik berikutnya dia naik ke mobil. Saat Adiva tengah memakai seatbelt, tiba-tiba Daffa merebut cokelat yang ada di tangannya.

Dengan perasaan geram, Daffa melempar cokelat itu ke jok belakang. Apalagi saat melihat Niko yang menatap istrinya dengan tatapan lain, dia ingin sekali mencongkel mata itu dan membuangnya.

"Jangan makan cokelat! Nanti sakit gigi lagi." Ucap Daffa datar lalu melajukan mobilnya menuju rumah.

Adiva tersenyum melihat reaksi suaminya yang sangat kentara jika sedang cemburu. Diapun meraih tangan kiri suaminya dan menggenggamnya. Hatinya terasa menggelitik saat melihat wajah Daffa yang terlihat sangat lucu dengan alis bertaut.

Young MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang