𝟚𝟘

3.5K 519 47
                                    

˗ˏˋ ᴀɴ ᴏᴄᴄᴀsɪᴏɴᴀʟʟʏ ᴛʀᴜᴇ ʀᴇᴛᴇʟʟɪɴɢ ᴍʏᴛʜ ᴏʀ ғᴏʀ sᴏᴍᴇ ᴘᴇʀʜᴀᴘs ᴀ ʟᴇɢᴇɴᴅˎˊ˗

˗ˏˋ ᴀɴ ᴏᴄᴄᴀsɪᴏɴᴀʟʟʏ ᴛʀᴜᴇ ʀᴇᴛᴇʟʟɪɴɢ ᴍʏᴛʜ ᴏʀ ғᴏʀ sᴏᴍᴇ ᴘᴇʀʜᴀᴘs ᴀ ʟᴇɢᴇɴᴅˎˊ˗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Magis Patroclus dan Mantra Achilles


𝕻ria itu sendirian lagi. Berjongkok di depan pondokannya sembari meresapi kehangatan dari api kecil diantara abu kayu. Hanya tinggal menghitung waktu, pancaran merah itu mungkin dapat padam sendiri. Melahap kayu dan berganti wujud menjadi legam keabu-abuan. Brie berjalan mendekati pria tersebut, dari undakan ini kepalanya agak melongok ke dalam pondok. Tak ada batang hidung Iphis yang dicarinya.

"Patroclus, Iphis... tak ada di dalam, ya?" tanya Brie. Matahari sudah hampir terbenam penuh, pertanda agar segera mempersiapkan jamuan malam. Makanya Brie ke sini menghampiri Iphis, untuk mengajak gadis itu ke dapur dan mengambil oinochoe bersama.

Patroclus menengadahkan kepala, mengulas senyum ketika memanggil namanya, "Briseis... Iphis baru saja pergi."

Brie kemudian mengangguk dan berniat pergi menyusul. Pikirnya Iphis pastilah belum terlalu jauh, Tujuan mereka sudah jelas serupa, jadi jika Brie berlari sekarang ujungnya mereka dapat pergi bersama ke dapur.

"Tunggu!" sergah Patroclus tiba-tiba. Padahal Brie baru menaikkan sedikit kain lipitnya dan berancang lari.

Pria itu masih jongkok, tetapi kini pandangannya tertuju pada kaki Brie. Dagunya maju sedikit, menunjuk luka gores yang masih memerah di sana. "Kakimu terluka. Apa kau baik-baik saja?"

Brie menurunkan kain lipit yang seringnya ia angkat supaya tak menyapu tanah saat melangkah. Mencoba menyembunyikan kakinya meski sudah terlambat. Patroclus kini bangkit dan menghampiri Brie.

"Tunggu di sini, akan kuobati lukamu," suruh Patroclus.

Lalu pria itu berjalan masuk ke pondoknya. Punggungnya lenyap sebelum Brie dapat menolak tawaran tersebut. Lukanya memang belum diobati tadi, hanya dibasuh dengan air bersih saja. Lagi pula itu cuma luka gores, jadi pastilah dapat sembuh sendiri nanti. Yah... meski memang berdarah, sih.

Pada titik ini Brie tak peduli apakah nantinya luka itu malah akan infeksi, terkena debu atau bahkan kencing tikus sekali pun. Dia tak bisa ke pondok Machaon minta diobati. Tak bisa secara impulsif meramu obat sendiri dengan herba milik Achilles. Salah-salah mungkin yang ditumbuknya justru beracun. Daripada mempercepat kematian konyol sendiri, ia lebih pilih membiarkan semesta yang mengaturnya.

Selagi menunggu Patroclus, Brie mendudukkan diri di bongkahan batang pohon yang biasa ditempatkan di sekitar perapian. Tak begitu lama, Patroclus kembali dengan wadah tanah liat yang mirip dengan milik Achilles.

"Kau terkena apa sampai luka begini?" tanya Patroclus. Ia menempatkan diri di sebelah Brie. 

Setelah Brie menyingkap kain hingga memperlihatkan jelas sayatan itu, Patroclus dengan cekatan membalurkan tumbukan tanaman obat padanya.

The Bride Who Never WasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang