𝟛𝟞

3.3K 505 140
                                    

─── ⋆⋅⚘⋅⋆ ───

may god free those who being occupied for decades and suffered from genocide. #ceasefirenow

─── ⋆⋅⚘⋅⋆ ───

˗ˏˋ ᴀɴ ᴏᴄᴄᴀsɪᴏɴᴀʟʟʏ ᴛʀᴜᴇ ʀᴇᴛᴇʟʟɪɴɢ ᴍʏᴛʜ ᴏʀ ғᴏʀ sᴏᴍᴇ ᴘᴇʀʜᴀᴘs ᴀ ʟᴇɢᴇɴᴅˎˊ˗

˗ˏˋ ᴀɴ ᴏᴄᴄᴀsɪᴏɴᴀʟʟʏ ᴛʀᴜᴇ ʀᴇᴛᴇʟʟɪɴɢ ᴍʏᴛʜ ᴏʀ ғᴏʀ sᴏᴍᴇ ᴘᴇʀʜᴀᴘs ᴀ ʟᴇɢᴇɴᴅˎˊ˗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menyerahkan Kepala Si Biang Masalah


"𝒦au mencuri kudaku!" tegas Achilles.

Sepanjang perjalanan kembali ke pondok, baik Achilles maupun Brie diam seribu bahasa. Achilles dengan api marah dalam busungan dadanya seolah siap meletup. Mampu menyambar apa saja yang membuat Achilles jengkel. Dia dapat saja membabat gadisnya dalam bara amarah, tetapi di sisi lain ia tidak mau menjumpai tatapan yang menyinggungnya itu lagi.

Sedangkan Brie, di lain sisi, sengaja bungkam sebab tidak mau menyiram api kemarahan itu makin berkobar selama perjalanan kembali ke kamp. Dia sudah terlanjur tertangkap basah, tinggal tunggu waktu hingga api kemarahan itu melahapnya utuh. Apa pun yang akan di hadapinya setelah masuk ke bilik kamar, kemungkinan besar menjadi momen terakhir hidupnya.

Tatkala mencapai beranda samping dan Achilles berbalik badan untuk mengatakan hal itu, Brie jadi terpancing buka suara juga. Membela dirinya di detik-detik terakhir yang tersisa. "Aku hanya meminjamnya sebentar. Aku berniat mengembalikannya ke istal setelah selesai."

"Tanpa sepengetahuan dan izinku." Lagi-lagi ada kegeraman yang terselip diantara gigi Achilles yang bergemeletuk. "Aku tidak tahu apa sebutannya itu di masa modern, di tempatmu, tetapi yang jelas di sini apa yang kau lakukan itu disebut mencuri."

Technically it's the same thing batin Brie. Namun, ia menelan mentah-mentah jawaban tersebut untuk dirinya sendiri.

"Dan siapa yang bilang kau boleh bicara sekarang. Aku tak mengijinkanmu bicara," tegas Achilles, tangannya mengacung ke depan wajah Brie.

"Siapa yang bilang juga kau boleh menyentuhku kasar tadi. Aku pun tak mengijinkanmu tapi kau tetap melakukannya," balas Brie sambil mencondongkan wajah ke arah jari Achilles yang teracung.

Keduanya masih tetap di beranda samping. Bertukar pandangan sengit satu sama lain. Berharap keduanya merapal maaf akan aksi mereka masing-masing. Tetapi seolah ada tembok yang menyekat bibir mereka berdua, lagi-lagi hanya hening yang merebak. Baik Brie maupun Achilles enggan mengurai maaf lebih dahulu.

Antara memang enggan untuk memulai atau hanya bingung bagaimana mengatakannya.

Ketika masuk ke bilik kamar lewat pintu samping, Achilles membuat Brie masuk lebih dulu. Setelahnya pintu itu digerendel rapat. Ada Patroclus yang sedang berdiri di bilik kamar itu. Dia setengah duduk di meja tempat Achilles biasa meracik herba. Tangannya menyilang depan dada dan saat Brie masuk, tatapan Patroclus sulit untuk diartikan. Hanya saja, Brie yakin bahwa pria itu menunggu di sana agak lama.

The Bride Who Never WasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang