[Reading List September 2023 - RomanceID as Dangerous Love Category]
#1 on Mitologi - 29/01/24
#1 on War - 28/01/24
#1 on Yunani - 19/12/23
#1 on Slowburn - 19/12/23
⚠️ May contain explicit things (21+) that can triggering you. ⚠️
Brie cuma punya t...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
꧁Penantian dan Pilihan꧂
𝕻atroclus datang bersama Iphis ke pondok Machaon. Kunjungan mendadak berkat hasil menyelinap keluar, lepas Achilles kembali menghabiskan waktu di goa karang. Tadinya, ia berniat membantu sedikit pekerjaan merawat selagi bisa. Bagaimanapun juga, mereka yang tergelepar bersimbah darah dan berjuang dalam napas putus-putus tetaplah rekan sebangsa sendiri.
Iphis tidak dapat ditemukan di mana pun, sekembalinya Patroclus usai berbincang dengan Nestor. Menjadikan ia berkeliling sendiri, mulai memeriksa penghuni ranjang demi ranjang, mengencangkan bebat demi bebat pada prajurit yang ada. Pembicaraan bersama Nestor membuat fokus pikiran Patroclus terbelah dua.
Di sela-sela fokus yang terbagi, sosok yang tadi dicari Patroclus muncul. Bergandengan dengan seorang gadis dalam balut chiton sewarna segar seledri liar. Saking teralihkannya oleh batang hidung sosok itu, Patroclus bahkan hampir tersandung ketika menghampiri.
Bukan, bukan fakta bahwa Brie kini tidak lagi mengenakan kain merah yang tampak serasi dan semenawan kepribadian gadis itu dahulu, melainkan lebam keunguan yang terpatri di mata kanan tersebut.
"Briseis," panggil Patroclus. Telapaknya menangkup wajah Brie. Dengan kerjapan mata tak berjeda, Patroclus melanjutkan, "kau..." ingin sekali Patroclus melanjutkan perkataannya, tetapi itu terdengar sangat tidak penting. Jelas-jelas keadaan Brie tidak baik-baik saja, "aku akan perbaiki ini."
"Hanya lebam kecil, Patroclus," ucap Brie sambil mendongak. Ia membiarkan saja tangkupan hangat membelai pipinya.
Berbeda dengan terakhir kali mereka bertemu, ketika berpisah di gerbang itu. Brie tak cukup bertenaga menepis kini. Sudah cukup lelah dengan melawan rasa sakit yang menggerogoti badan akibat semalam dipukul.
"Tadi sudah dibaluri obat supaya cepat reda memarnya," jelas Iphis berupaya menggerus raut kecemasan Patroclus. Suara lembut Iphis agak parau, cinderamata dari luapan tangis ketika di bilik tadi.
Jempol Patroclus masih mengusap pelan pipi Brie. Tak membiarkan matanya lepas memindai tiap titik wajah tersebut. Hafal betul letak-letak mana saja yang tergores. Ingat jelas lekuk kelelahan yang mestinya tak bertengger.
"Kau dapat berhenti melihatku begitu..." keluh Brie. Terdengar serak, sebab suaranya terkuras oleh isak semalaman, "aku masih kelihatan cukup hidup."
Lidah dan mulut Patroclus terasa kelu dan kering secara bersamaan. "Aku janji akan memperbaiki semua."