𝟞𝟙

1.1K 250 233
                                    

─── ⋆⋅⚘⋅⋆ ───

never forget what happened to them all #freepalestine #freesudan #freecongo. end the genocide. free their lands. stand for their rights.

─── ⋆⋅⚘⋅⋆ ───

˗ˏˋ ᴀɴ ᴏᴄᴄᴀsɪᴏɴᴀʟʟʏ ᴛʀᴜᴇ ʀᴇᴛᴇʟʟɪɴɢ ᴍʏᴛʜ ᴏʀ ғᴏʀ sᴏᴍᴇ ᴘᴇʀʜᴀᴘs ᴀ ʟᴇɢᴇɴᴅˎˊ˗

˗ˏˋ ᴀɴ ᴏᴄᴄᴀsɪᴏɴᴀʟʟʏ ᴛʀᴜᴇ ʀᴇᴛᴇʟʟɪɴɢ ᴍʏᴛʜ ᴏʀ ғᴏʀ sᴏᴍᴇ ᴘᴇʀʜᴀᴘs ᴀ ʟᴇɢᴇɴᴅˎˊ˗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fuck, I Think I'm Falling For You


𝕋hetis tahu, semestinya ia bertanya apakah mereka berdua saling jatuh cinta. Sayang, secuil cemas keburu mencubit hati. Ragu menyergap, sebab tebakan Thetis sendiri sudah jelas jadi jawaban pasti.

Perang, ambisi, dan cinta. Tiga hal pelik untuk dijalani bersamaan, tanpa mengorbankan hal satu dan yang lain. Tugas terberat yang kudu dipikul sang putra. Itulah yang sangat dikhawatirkan oleh Thetis.

Manusia sering kali melakukan kebodohan atas nama cinta. Laki-laki, utamanya. Lebih-lebih jika tahu mereka saling mencintai teramat dalam. Tidak ada hal yang lebih berbahaya dari dua orang yang mencintai begitu dalam dan rela menghancurkan dunia, demi dapat bersama.

Napas Brie tercekat seketika. Canggung mengakui. Terlebih ditodong langsung oleh Ibu Achilles sendiri.

Apabila Brie berkata tidak... maka itu berarti bukan hanya Thetis yang ia bohongi, tetapi perasaan sendiri pun ia khianati. Setelahnya, siapa yang tahu akan diapakan Brie oleh Thetis jika ia menjawab tidak. Thetis boleh jadi akan merasa tersinggung dan direndahkan, lantaran putra kesayangannya tidak disayangi oleh mortal seperti Brie.

Tapi, andai Brie menjawab iya... yang mana sudah pasti tidak ada pihak yang dibohongi, Brie tidak yakin raut dingin Thetis akan seketika menghangat. Sangat tidak yakin pula Thetis akan menyukai jawaban ini. Oleh karenanya, Brie memilih untuk memperhitungkan jawaban dengan berkelit. Otak Brie bekerja keras mencari alibi. Membelokkan pertanyaan dengan jawaban sesederhana iya atau tidak tersebut ke lain hal.

"Aku tidak mungkin membunuhnya, sebab..." Brie melirik sedikit ke arah lain, mendorong otaknya menggagas alasan. Berupaya menangkis tatapan intens Thetis yang memborbardirnya, "kemampuan panahku tidak ada perkembangan, jadi kemungkinan mengenai tumitnya sangatlah keci—"

Jika barusan Brie merepet alasan segesit angin, maka cengkeram Thetis yang menghimpit pipi Brie jauh lebih cepat. Dingin menyeruak bukan cuma ke sekujur tubuh dan wajah Brie. Tulang rusuknya seolah dibuat ikut meremang. Tulang pipinya bahkan perih serasa ditusuk tajam karang.

Satu kebiasaan yang Achilles dan Thetis bagi bersama. Meski cokolan sang Ibu berbanding jauh dengan putranya. Yang satu ini, Brie sama sekali tidak menemukan adanya secercah kelembutan pun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Bride Who Never WasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang